x

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 4 Agustus 2022 10:04 WIB

Salik Melibat Suluk

Puisi tentang pencarian jalan seorang hamba menuju Tuhannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

1/

Genderang genderang rasa terbelah

lari lari kaki entah

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

sepi mencumbu duka

senyap mencita lara

gemulai tari malaikat

pada sayap di ujung gelap

dahan-dahan bergetar

daun-daun runtuh terbang

kaugores makna dengan kata

samar tak terbaca.

 

Genderang genderang mendidih sudah

lari lari kawah menganga kepul belerang

perempuan menjerit pecah ketuban

bayi-bayi lahir sungsang

tali pusar membelit ratap

memerah gundah wajah bumi

sungai-sungai berkerut perut

air bergolak tujuh warna

langit tujuh tingkat

bumi terus mengikat

mereka datang bersimpuh

bukan mengeluh.

 

Rabbi Rabbi Rabbi

dengarlah detak jam di sudut nurani

kuhitung sudah setiap ruas sabda

jari-jari mencecap duri

berlompatan asma-Mu

dari liur-liur yang menetes

Rahman .....

berhimpitan asma-Mu

dari sela mata yang merapat

Karim ....

berzikir burung

bertasbih semesta rima

cahaya memutar berkecepatan tak terhingga

menghampari cakrawala tua

membalut desah ...

Ahad Ahad Ahad

: kucecap susu-Mu dalam mabuk.

Magelang, 2022

 

2/

Ngung, suara mendengung

sapi, kerbau, kambing bertarung

melipat tanduk

menyimpan sengau

kumbang-kumbang menolak bunga

mekar molek jelita

bunga-bunga bau anyir

saling tindih saling telikung

nafas-nafas

berarak mencari jejak

di batu kali yang dekil

di batu gunung yang menggigil

di pohon besi yang payah

di bibir yang ngilu

aku lari terus berlari

mengikuti jejak muram di pinggir sepi

senja akan berakhir

tetapi malam entah singgah di mana.

 

Nging, kaki berjingkat

tapak di atas bara sunyi

mengeja untaian rapuh

bocah menulisnya tadi pagi

sebelum Isyraq menjemput matahari

dalam huruf kaucari Dzat-Nya

dalam isim kaucari Kuasa-Nya

dalam fi’il kaucari ketentuan-Nya

dalam kalam kaucari cinta-Nya

kaucincang ego keakuanmu

hilang lebur pada firman-Nya

kauletakkan dunia pada kedalaman nista

kautikam jasad membeku

belati zikir tajam menebas

lidahmu kelu mengelana

hatimu teguh luruh

setia pada titah-Nya

jihadmu itu cinta

jihadmu itu setia

: rinduku mengembik dalam setiap nafas fana.

Magelang, 2022

 

3/

Orang-orang berbaris risau

ada yang menyimpan kaki di saku baju

ada yang memotong tangan sebatas siku

lompat melompat bayi-bayi

mengejar ombak enggan menepi

kaugantung laut ke ranting kering

tongkatmu menari kepayang

melukis cantik di ujung nisan

sumpah serapah telah tertidur

puji-pujian hanyut terbawa angin

jalanmu terjal

kaumerayap mengikuti detak entah

pada kelok keenam

otakmu meleleh sepanas nafas.

 

Sebaris kidung di kertas mati

laki-laki perempuan menyanyi tanpa lirik

seberkas lilin meliuk malu

memikul pinggul gemulai

dalam arak-arakan angin

kaukah itu yang masih mencari?

di sini hujan telah pergi

mukena menangis robek

sarung tersedak liur digantung

pintu-pintu di sudut kota mengeluh

di mana Tuhan

abadi abadi abadi

fana fana fana

luruh bercampur mesiu

ujung pisau menoreh nanar.

 

Mata-mata yang terbuka

tak ada tanda dalam hitamnya

langkah kaki yang menuntun hati

aku tahu aku tahu begitu teriakmu

wajah menegang dalam kuyu

senyum mengembang dalam layu

sembunyi sembunyi gerutumu

jari jemari melelah

menjentik ruas demi ruas

hitungmu patah

angkamu musnah

kaumerasa hadir-Nya

dalam nafasmu

dalam darahmu

dalam denyut nadimu

dalam sujudmu

di sepertiga malam lalu

tangismu mengguncang langit.

: malaikat merunduk mendekati-Nya

Yogayakarta, 2022

 

4/

Kemarin kau tertawa jingga

lusa kau tersenyum hijau

ada segumpal emas dalam gigimu

ya gigi taring berdendang

dalam pelukan angsa merah

baju-bajumu telah kau lepas

celanamu telah menghilang senja

di atas rerumputan itu

cacing bertelanjang sepertimu

menari riang menghadang sabda

mencumbui kulitmu resah

dalam ayunan payudara

satu dua satu dua satu dua

goyang goyang

gerak gerak

mati.

 

Kafan, kapas wewangian kesukaan Kanjeng Nabi

juga mungkin Isa ketika bicara dalam gendongan perempuan

juga mungkin Adam saat setan menipu dengan sumpahnya

atau malah Ibrahim ketika ujung api menari

kaujilati jejak mereka

kauukur berapa jaraknya

tak jauh tak jauh

tiga menikung pintu api

empat menikung jendela surgawi

ya nirwana

ketika kemanusiaan telah sempurna.

 

Plak umpak pung ....

plak umpak pung ....

tubuhmu tampak menggigil

mata malaikat menatap beku

dingin katamu

sakit bisikmu

bibirmu meringis

tangan mengepal

ketika matamu berbalik putih

malaikat terbang meninggalkan senyum

menari di antara tarik nafas yang sementara

: besok semua melupakanmu.

Lampung, 2022

 

5/

Oh, Gusti .....

inikah janji-Mu

inikah firman-Mu

kulihat diri-Mu dalam sayup

titahkanlah kepada tanah

perintahkanlah kepada kelabang

ular ular

semut hitam dan merah

menjauh jauh menjauh

menjauh jauh menjauh.

 

Aku tak menemukan jalan-Mu

begitu katamu

sombong mendera-dera hati

riya membakar diri

ujub menghiasi sunyi

aku tak bebas

aku tak bisa

aku kalah

bisikmu di bawah pancang

aku berdiri bukan untuk-Mu

aku berlari bukan untuk-Mu.

 

Gusti .... oh

kembalikan aku, itu pintamu

biarkan aku mengulangi jalan, itu pintamu

bangunkan aku barang sejenak, kaumeminta lagi

Gusti .... oh

tak ada jawab

tak ada bisik

tak ada kata

tak ada huruf

: kau sendiri menanti lelah

Magelang, 2022

 

---

Foto oleh Dorothe dari Pixabay

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler