1/
Genderang genderang rasa terbelah
lari lari kaki entah
sepi mencumbu duka
senyap mencita lara
gemulai tari malaikat
pada sayap di ujung gelap
dahan-dahan bergetar
daun-daun runtuh terbang
kaugores makna dengan kata
samar tak terbaca.
Genderang genderang mendidih sudah
lari lari kawah menganga kepul belerang
perempuan menjerit pecah ketuban
bayi-bayi lahir sungsang
tali pusar membelit ratap
memerah gundah wajah bumi
sungai-sungai berkerut perut
air bergolak tujuh warna
langit tujuh tingkat
bumi terus mengikat
mereka datang bersimpuh
bukan mengeluh.
Rabbi Rabbi Rabbi
dengarlah detak jam di sudut nurani
kuhitung sudah setiap ruas sabda
jari-jari mencecap duri
berlompatan asma-Mu
dari liur-liur yang menetes
Rahman .....
berhimpitan asma-Mu
dari sela mata yang merapat
Karim ....
berzikir burung
bertasbih semesta rima
cahaya memutar berkecepatan tak terhingga
menghampari cakrawala tua
membalut desah ...
Ahad Ahad Ahad
: kucecap susu-Mu dalam mabuk.
Magelang, 2022
2/
Ngung, suara mendengung
sapi, kerbau, kambing bertarung
melipat tanduk
menyimpan sengau
kumbang-kumbang menolak bunga
mekar molek jelita
bunga-bunga bau anyir
saling tindih saling telikung
nafas-nafas
berarak mencari jejak
di batu kali yang dekil
di batu gunung yang menggigil
di pohon besi yang payah
di bibir yang ngilu
aku lari terus berlari
mengikuti jejak muram di pinggir sepi
senja akan berakhir
tetapi malam entah singgah di mana.
Nging, kaki berjingkat
tapak di atas bara sunyi
mengeja untaian rapuh
bocah menulisnya tadi pagi
sebelum Isyraq menjemput matahari
dalam huruf kaucari Dzat-Nya
dalam isim kaucari Kuasa-Nya
dalam fi’il kaucari ketentuan-Nya
dalam kalam kaucari cinta-Nya
kaucincang ego keakuanmu
hilang lebur pada firman-Nya
kauletakkan dunia pada kedalaman nista
kautikam jasad membeku
belati zikir tajam menebas
lidahmu kelu mengelana
hatimu teguh luruh
setia pada titah-Nya
jihadmu itu cinta
jihadmu itu setia
: rinduku mengembik dalam setiap nafas fana.
Magelang, 2022
3/
Orang-orang berbaris risau
ada yang menyimpan kaki di saku baju
ada yang memotong tangan sebatas siku
lompat melompat bayi-bayi
mengejar ombak enggan menepi
kaugantung laut ke ranting kering
tongkatmu menari kepayang
melukis cantik di ujung nisan
sumpah serapah telah tertidur
puji-pujian hanyut terbawa angin
jalanmu terjal
kaumerayap mengikuti detak entah
pada kelok keenam
otakmu meleleh sepanas nafas.
Sebaris kidung di kertas mati
laki-laki perempuan menyanyi tanpa lirik
seberkas lilin meliuk malu
memikul pinggul gemulai
dalam arak-arakan angin
kaukah itu yang masih mencari?
di sini hujan telah pergi
mukena menangis robek
sarung tersedak liur digantung
pintu-pintu di sudut kota mengeluh
di mana Tuhan
abadi abadi abadi
fana fana fana
luruh bercampur mesiu
ujung pisau menoreh nanar.
Mata-mata yang terbuka
tak ada tanda dalam hitamnya
langkah kaki yang menuntun hati
aku tahu aku tahu begitu teriakmu
wajah menegang dalam kuyu
senyum mengembang dalam layu
sembunyi sembunyi gerutumu
jari jemari melelah
menjentik ruas demi ruas
hitungmu patah
angkamu musnah
kaumerasa hadir-Nya
dalam nafasmu
dalam darahmu
dalam denyut nadimu
dalam sujudmu
di sepertiga malam lalu
tangismu mengguncang langit.
: malaikat merunduk mendekati-Nya
Yogayakarta, 2022
4/
Kemarin kau tertawa jingga
lusa kau tersenyum hijau
ada segumpal emas dalam gigimu
ya gigi taring berdendang
dalam pelukan angsa merah
baju-bajumu telah kau lepas
celanamu telah menghilang senja
di atas rerumputan itu
cacing bertelanjang sepertimu
menari riang menghadang sabda
mencumbui kulitmu resah
dalam ayunan payudara
satu dua satu dua satu dua
goyang goyang
gerak gerak
mati.
Kafan, kapas wewangian kesukaan Kanjeng Nabi
juga mungkin Isa ketika bicara dalam gendongan perempuan
juga mungkin Adam saat setan menipu dengan sumpahnya
atau malah Ibrahim ketika ujung api menari
kaujilati jejak mereka
kauukur berapa jaraknya
tak jauh tak jauh
tiga menikung pintu api
empat menikung jendela surgawi
ya nirwana
ketika kemanusiaan telah sempurna.
Plak umpak pung ....
plak umpak pung ....
tubuhmu tampak menggigil
mata malaikat menatap beku
dingin katamu
sakit bisikmu
bibirmu meringis
tangan mengepal
ketika matamu berbalik putih
malaikat terbang meninggalkan senyum
menari di antara tarik nafas yang sementara
: besok semua melupakanmu.
Lampung, 2022
5/
Oh, Gusti .....
inikah janji-Mu
inikah firman-Mu
kulihat diri-Mu dalam sayup
titahkanlah kepada tanah
perintahkanlah kepada kelabang
ular ular
semut hitam dan merah
menjauh jauh menjauh
menjauh jauh menjauh.
Aku tak menemukan jalan-Mu
begitu katamu
sombong mendera-dera hati
riya membakar diri
ujub menghiasi sunyi
aku tak bebas
aku tak bisa
aku kalah
bisikmu di bawah pancang
aku berdiri bukan untuk-Mu
aku berlari bukan untuk-Mu.
Gusti .... oh
kembalikan aku, itu pintamu
biarkan aku mengulangi jalan, itu pintamu
bangunkan aku barang sejenak, kaumeminta lagi
Gusti .... oh
tak ada jawab
tak ada bisik
tak ada kata
tak ada huruf
: kau sendiri menanti lelah
Magelang, 2022
---
Foto oleh Dorothe dari Pixabay
Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.