setitik demi setitik membangun garis dalam ruang dan waktu
padunya pandangan dan penilaian, ledakan ucap serta lelaku
tak lagi hanya berfatamorgana, imajinasi, apalagi berintuisi belaka
di kala seharusnya menjawab realita hidup di seluruh sendi kehidupan
maunya Tuhan Sang Pencipta Maha Segala
bukankah potret ketimpangan hidup, nyata kasat mata di saat ini?
masihkah dinafikan dan dipungkiri, kawan?
menapak, merenda setapak demi setapak, serajut demi serajut
mewujud menuju garis shirathal mustaqim
dan, bilakah itu semua, kawan?
Kota Malang, Agustus di hari keenam, Dua Ribu Dua Puluh Dua.
Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.