Rapunzel
/1/
lalap sedih pada piring, ibu
adalah hasrat yang menjelma pinta, sebelum jadi tukar, senyawa tumbuh dalam gulita, jadi tubuh yang kelak patuh pada perempuan, yang bukan ibu.
/2/
kau bayangkan, selalu
Rapunzel yang berbahagia, setelah air matanya menyisip terang bagi netra sang lelaki yang luka, dan kubayangkan
kadang-kadang, Rapunzel yang penakut, memintal-mintal angan-angan tentang kebebasan, sambil merapal kidung-kidung tentang cinta
yang lari, yang jauh dari Dame Gothel ; katamu, perempuan yang bukan ibunya itu berpupil hitam gagak, bertaring serigala, bersuara panah yang menancap langsung ke sumber rasa untuk menebar racun gentar, berjemari cakar ayam ;
"Iblis?"
"Barangkali sejenis ular tua di Eden."
/3/
dua belas
angka ketika tubuhnya mulai
berdarah
pada menara
ada darah
tubuh lelaki muda
(panas dan melesak)
ada darah
tangis bayi
(kencang merobek sunyi)
ada darah
penebusan seharga
rambut keemasan yang dipotong pisau tajam, atau apakah ia gunakan gunting
atau, taringnya yang mengoyak?
lepas tengah malam
Dame Gothel menjelma asap hitam, menyusup tinggal pada seluruh ruang bilik jantung, dan Rapunzel yang gamang
mencari-cari sumber suara yang bercerita lantang, tentang peri hutan yang meninggali pohon-pohon raksasa dan membentuk raga dari embun pada penampang daun, tentang gurun tandus tempat iblis dan pertapa bertarung meributkan nafsu ; yang buruk dan yang kudus, tentang ombak di tepian samudera, menderu-deru dalam gemuruh yang menepuk-nepuk lembut cangkang kerang, dan anyir purba yang membius semua yang menghirup, hidup bukan hanya soal dinding, jendela dan ujaranmu sendiri ;
suara-suara itu mengejeknya,
suara-suara yang kadang adalah suara perempuan
(adakah itu suaraku sendiri? Ia bertanya)
kadang suara lelaki
(adakah suara lelaki yang tahu bagaimana caranya meminta?)
/4/
cinta lebih kuat dari maut
dan takut, dan kecut
sebab ia melecut ragu jadi tumbuh, dan bayi-bayi Rapunzel, yang kembar sepasang itu, berlari-lari untuk menjadi kisah yang lain
yang tak lagi perlu berdiam sebagai aksara.
(2022)
Putih Salju
/1/
cermin ajaib, siapakah yang paling jelita?
/2/
sedikit roti dan anggur
t'lah kucicipi, tetapi siapakah
si tuan rumah?
/3/
kuinginkah jantung-hati
yang belum mengenal dengki
dan tak pandai berhati-hati
kau tahu bagaimana membelah
dadanya yang perawan?
/4/
tujuh ; orang-orang pendek itu
adalah penunjuk siklus
menuju titik akhir, penutup
'lelaki dan perempuan itu hidup bahagia selamanya'
/5/
apakah kau akan menolak, perempuan renta
yang memintamu membeli satu-dua perkakas
yang kau butuhkan ; lihat tali temali korset yang akan mengencangkan pinggangmu, tak inginkah kau jadi lebih singset? Lihat sisir yang akan mengubah rambutmu yang malam jadi lebih sutra, tak inginkah kau dipuja? Kau inginkan apel ini bukan?
aku akan membaginya jadi dua, kita berbagi, tak mungkin aku akan meracuni sesuatu yang juga akan masuk ke dalam perutku, kan?
Duhai, kau yang paling jelita di antara semua perempuan!
/6/
rahim bumi akan menyembunyikan
yang cantik padanya, dan kita
tak ingin si jelita digerogoti ulat
sebab ia tak mati, keindahan selalu abadi!
ia lelap menggumuli syair yang diucapkan
sebelum dirinya mewujud ; biarkan kulitnya seputih salju abadi yang tak leleh, bibirnya semerah darah yang menetes dari jariku yang luka, dan rambutnya hitam kayu ebony
[dan biarlah segala yang tangguh
ditambahkan padanya, jika perlu, sebab
sering perempuan tak perlu, sebab mesti seorang pangeran jatuh
cinta
untuknya biarlah cukup untuk
membikin mabuk, cukup untuk membuat sang pangeran bertempur mengalahkan apapun itu yang bisa membuat ia jadi pemenang]
"Siapakah si jelita dalam peti kaca?"
"Seorang putri yang diracun."
"Aku menginginkannya."
"Majnun!"
"Aku ingin memandangnya."
/7/
seseorang terantuk
peti kaca terguncang
kunyahan apel beracun meloncat keluar
dari tenggorokan, ke mulut
dan sang putri memuntahkan
"aku dimana?"
setelahnya, keduanya hidup
bahagia selamanya.
(2022)
Ashputtel
disaksikannya, dua perempuan lain itu
memotong telapak kaki agar bisa memakai sepatu, dan sang ibu tiri bertepuk tangan bangga sebab salah satu dari dua anak perempuannya akan jadi ratu, dan apa yang Ashputel katakan kepada dirinya sendiri, barangkali dalam sesal dan ragu, pada nasib dan juga diri ;
bukankah kita berasal dari abu dan kelak menjadi abu?
(2022)
*Itu Tubuh adalah diksi yang diambil dari salah satu puisi Chairil berjudul 'Isa'
#LombaPuisiTerokaIndonesiana
Ikuti tulisan menarik Fransiska Eka lainnya di sini.