x

Iklan

Septi Yadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Jumat, 19 Agustus 2022 15:06 WIB

Batu Bara Hendak Dilarang Ekspor, Apakah Mineral Selanjutnya?

Selain energi, penyetopan eskpor SDM (Sumber Daya Mineral) seperti menunggu nomor urut antrean. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada tahun 2022, kementerian menjadi buah bibir di masyarakat dan pebisnis Indonesia. Hal ini disebabkan karena sederet kebijakan ESDM yang dinilai bikin geger, khususnya di bidang pertambangan. Sebagaimana halnya yang terjadi di Januari 2022. Saat itu, Presiden Jokowi bersama Kementerian ESDM melakukan penyetopan ekspor batu bara.

Walaupun pelarangan ekspor itu tak berlangsung lama, sejak 12 Januari 2022, tapi tetap saja membuat pusing para pengusaha batu bara. Saat pengusaha tak bisa ekspor batu bara yang dihargai tinggi daripada pasokan ke dalam negeri untuk memenuhi kewajiban DMO dengan harga rendah, tentu profit perusahaan akan jauh berkurang. Tentu ini akan berdampak ke pengurangan kontribusi sektor tambang.

Rupanya benar, menurut data Badan Pusat Statistik, akibat laranga ekspor, nilai ekspor Januari 2022 menurun. Sektor pertambangan menyumbang penurunan hingga 42,88 persen dengan nilai ekspor sebesar US$1,07 miliar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat itu, Ridwan Djamaluddin selaku Dirjen Minerba ESDM mengatakan kalau LE (Larangan Ekspor) untuk mengamankan pasokan batu bara di dalam negeri sudah mulai kritis. Dikhawatirkan jika tidak ada kebijakan LE, nantinya ada 10 juta pelanggan terancam mati lampu. 

Namun, pihak KADIN Indonesia menyayangkan sikap ESDM tadi. Arsjad Rasjid, Ketua KADIN, mengatakan kalau kebijakan sepihak itu terlalu terburu-buru padahal Indonesia berupaya memulihkan ekonomi nasional pasca pandemik. 

“Anggota KADIN Indonesia banyak yang merupakan perusahaan pemasok batubara dan mereka telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batubara untuk kelistrikan nasional sebesar 25% yang sebagaimana diatur dalam Kepmen 139/2021, bahkan telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut sesuai harga untuk kebutuhan PLTU PLN dan IPP,” ujar Ketua KADIN.

Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (APBI) melalui Pandu Sjahrir, memaparkan kalau keputusan tersebut terlalu tergesa-gesa tanpa adanya pembahasan dengan pebisnis tambang. Ia setuju dengan pernyataan Ketua KADIN. “Anggota APBI-ICMA telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batubara untuk kelistrikan nasional sebesar 25% di tahun 2021. Bahkan sebagian perusahaan telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut.” ujar Ketua APBI.

Belakangan ini pula, muncul ancaman dari Kementerian ESDM untuk melakukan setop ekspor batu bara. Hal ini dikarenakan 20 perusahaan batu bara seakan-akan tidak patuh pada pemenuhan DMO ke sektor PLN dan industri semen-pupuk.

Tindakan pebisnis batu bara tidak serta merta tanpa alasan. Lagi-lagi, hal ini dipicu karena ketidakseimbangan harga batu bara di pasar global dan dalam negeri. Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menjelaskan kalau ada disparitas harga batu bara DMO dengan harga pasar. 

Menurut hasil pengamatannya, harga batu bara ICE Newcastle Coal untuk kontrak September 2022 sudah berada di level US$ 375 per ton. Selisihnya dengan harga DMO untuk PLN adalah US$305 per ton dan untuk industri pupuk US$285 per ton!

Disparitas ini juga diakui oleh Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. Menurutnya, besaran selisih harga jual DMO dan ekspor membuat pengusaha batu bara enggan melanjutkan kontrak dengan PLN. 

Oleh sebab itu, pebisnis batu bara masih menunggu pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Pemungutan Iuran Batu Bara. Sebab, dengan adanya BLU iuran batu bara, harga batu bara pasar global dengan DMO akan serupa. 

Kekacauan antara ESDM dengan pengusaha energi batu bara ini membuat banyak pebisnis khawatir, tak terkecuali pebisnis di bidang mineral. Selain energi, penyetopan eskpor SDM (Sumber Daya Mineral) seperti menunggu nomor urut antrean. 

Dan, benar saja! Pemerintah seakan sudah memberi sinyal untuk melakukan penyetopan komoditas meineral seperti bauksit, tembaga, timah, dalam bentuk mentah bagi pasar ekspor. Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia merencanakan setop ekspor mineral mentah di akhir 2022. 

"Nikel kita stop, bauksit sebentar lagi akan kita stop di 2022, dan di 2022 akhir kita akan menyetop ekspor timah," ujar Bahlil dalam acara Road to G20: Investment Forum Kementerian Investasi/BKPM, Rabu (18/5).

Di tengah mimpi-mimpi Indonesia untuk mendapatkan ekonomi negara lebih baik, percepatan LE mineral ini bagaikan sebuah langkah mengerikan. Sebagaimana yang pernah dilakukan pada larangan ekspor nikel pada tahun 2020. 

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad pernah mengatakan ada 3 dampak dari percepatan larangan ekspor diantaranya ketidakpastian bagi investor karena aturan dan hukum yang berubah-ubah, memunculkan ekspor ilegal hingga akhirnya bisa berdampak pada defisit transaksi berjalan (CAD).

Pengusaha mineral sudah melihat secara langsung carut-marutnya larangan ekspor di sektor energi yang kebijakannya terkesan terburu-buru. Kalau menurut Anda, dari kacamata pebisnis, tentu hal ini meresahkan, kan?

Ikuti tulisan menarik Septi Yadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB