x

sumber gambar: alinea.id

Iklan

Septi Yadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Jumat, 19 Agustus 2022 15:11 WIB

Investor Tambang RI Keluhkan Setumpuk Regulasi Pemerintah yang Berbelit

Walaupun investor luar negeri lebih banyak kontribusi, tapi harusnya hal tersebut tak perlu ditakuti. Toh, kita semua tahu semua-semua yang mutakhir juga berasal dari sana.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menurut data realisasi investasi yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)/Investasi, pada semester I/2022, investasi meningkat 32 persen secara year-on-year menjadi Rp584,6 triliun! Menurut BKPM, sektor industri pengolahan terutama logam dasar, bukan logam, bukan mesin dan peralatannya menyumbang 42% dari total investasi. Disusul sektor pertambangan di peringkat kedua.

“Kontribusi sektor industri yang memberikan nilai tambah, khususnya industri pengolahan terkait hilirisasi tambang, industri makanan, industri kimia dan farmasi yang cukup signifikan terhadap angka realisasi investasi dalam beberapa triwulan terakhir merefleksikan transformasi ekonomi di Indonesia terus berlangsung. Kondisi ini sekaligus menunjukkan proses industrialisasi juga tumbuh,” tegas Menteri Bahlil pada Juli 2022 lalu.

Kabar ini tentu jadi angin segar bagi Indonesia yang sudah beberapa tahun ini dilanda pandemik COVID-19. Rupanya, Indonesia masih bisa bertahan bahkan selamat dari resesi, bahkan. Di tengah terpaan krisis, Indonesia masih bisa bertumbuh, neraca surplus, bahkan investasi Indonesia bangkit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semua usaha tersebut tak luput dari peran investor. Dalam laporan realisasi investasi semester 1/2022, dari triliunan dollar Amerika, kontribusi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp163,2 triliun. Sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp274,2 triliun, lebih dominan. Keren!

Walaupun investor luar negeri lebih banyak kontribusi, tapi harusnya hal tersebut tak perlu ditakuti. Toh, kita semua tahu semua-semua yang mutakhir juga berasal dari sana. Mulai dari teknologi, transfer knowledge-skill-technology dari tenaga-tenaga kerja asing kepada tenaga kerja dalam negeri, untuk nantinya diharapkan bisa segera mandiri mengoperasikan teknologi tersebut dan membuat industri RI lebih maju. 

Memang terdengar sederhana kalau Anda membacanya dalam tulisan, tapi realisasinya? Tidak semudah itu! Kenyataannya banyak 'batu kerikil' di lapangan. Saya mendapat kabar dari rekan bisnis sekitar, kalau investasi di sektor pertambangan sedang deg-degan alias bikin waswas. 

Mereka rupanya berkeluh kesah atas carut-marutnya aturan, izin dan hukum yang berantakan, IUP yang mendadak dicabut tanpa peringatan, tumpang tindih lahan, tambang ilegal yang marak, serta izin yang dipersulit.

Bayangkan kalau perusahaanmu sudah mengerahkan teknologi modern, menghadirkan pekerja kompeten, kegiatan operasionalnya baik, bahkan ramah lingkungan pula! Lalu tiba-tiba dicabut begitu saja izinnya, kan, menyedihkan. Apalagi kamu sudah berkontribusi untuk negara melalui setoran pajak dan royalti. 

Saya yakin, sekelas Tony Stark dengan Stark Industries-nya pun juga akan kalang kabut dan pusing kalau kondisinya serupa rekan-rekan saya. 

Apalagi, para pengusaha tambang dengan investor dianaktirikan. Hingga saat ini, masih ada 2.700 tambang ilegal di Indonesia. Lalu kasus tumpang tindih yang marak, menurut Kemenko Bidang Perekonomian ada 4,7 Ha lahan tambang bermasalah. 

Bukannya fokus menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah malah asyik dengan pencabutan 2.056 IUP perusahaan tambang yang bahkan tidak semuanya terbukti melakukan penyelewengan. Buktinya, Bahlil menjanjikan akan memulihkan sekitar 75 hingga 80 IUP perusahaan diantaranya. 

Tindakan ini sebenarnya merugikan perusahaan, terutama negara. Dengan carut-marut sektor pertambangan yang diwarnai dengan ketidakjelasan regulasi dan ketidakadilan untuk pengusaha tambang, investor jelas yang paling dirugikan. Dana sudah digelontorkan, teknologi dan pekerja sudah didatangkan untuk Indonesia, eh, malah seperti itu jadinya. Maaf, jadi seperti peribahasa air susu dibalas air tuba, nih. 

Makin geram ketika tahu ESDM ternyata 'pilih-pilih' dari ribuan IUP yang dicabut tersebut. Padahal ada yang sudah secara nyata berkontribusi untuk negara lewat pajak dan royalti, bisa-bisanya 'kalah' dengan perusahaan yang bahkan belum berkontribusi apapun. Kenapa bisa terjadi, ya? Saya pun juga bingung jika ditanya.

Sejauh ini, saya hanya bisa berdoa yang terbaik untuk pebisnis tambang dan investor sembari bertanya lagi ke depannya kepada mereka, "bagaimana, sudah ada keadilan dari pemerintah atau masih jalan di tempat, nih?"

Ikuti tulisan menarik Septi Yadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler