x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 24 Agustus 2022 18:37 WIB

Partai Catut, Baru Mendaftar Saja Sudah Mencatut

Dapat dibayangkan, bila baru mendaftar pemilu saja parpol sudah mencatut nama dan NIK warga masyarakat, apalagi jika nanti memenangi pemilu atau sekurang-kurangnya meraih kursi di legislatif. Dengan kekuasaan di tangan, bukan tidak mungkin parpol semacam ini akan memanfaatkan kesempatan dengan mencatut apapun untuk memenuhi hasrat pribadi dan kepentingan kelompoknya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Partai Catut bukanlah nama partai politik baru. Ini julukan untuk partai yang mencatut nama dan nomor induk kependudukan [NIK] warga masyarakat demi mengejar jumlah minimal keanggotaan sebagai syarat pendaftaran partai ke Komisi Pemilihan Umum [KPU]. Undang-undang Pemilu menyebutkan, setiap partai wajib memiliki anggota paling sedikit 1.000 orang atau 1/1.000 dari jumlah penduduk di kabupaten atau kota.

Sepertinya, jumlah sebanyak itu terkesan sedikit.Tapi, ternyata mengumpulkan warga masyarakat yang bersedia bergabung dengan partai politik tidaklah mudah. Tidak heran bila kemudian ada partai baru yang memakai jalan pintas dengan cara mencatut nama dan NIK warga masyarakat. Ketika batas waktu pendaftaran hampir tiba, sedangkan persyaratan tersebut belum mampu dipenuhi oleh partai, jalan pintas pun ditempuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terkesan, pencatutan dianggap soal sepele, tapi mencatut nama dan NIK warga masyarakat merupakan petunjuk awal seperti apa nilai-nilai organisasi yang dijalankan oleh partai yang melakukannya. Ini bukan sekedar pencurian data warga atau pemanfaatan data kependudukan yang oleh media massa disebut memang bocor, tetapi sekaligus cerminan kultur partai ini bahwa segala cara boleh dan akan ditempuh untuk mencapai tujuan.

Seperti halnya praktik politik uang serta menyuap rakyat dengan sembako agar warga bersedia memberikan suara pada mereka yang semakin dianggap lumrah, pencatutan nama dan NIK warga ini juga akan dianggap sepele bila tidak ada sanksi yang serius. Sesama politisi akhirnya bersikap tahu-sama-tahu, sedangkan KPU dan Bawaslu bisa-bisa juga akan kendor sikapnya dan kemudian memaklumi.

Karena itu, bila sanksinya hanya berupa penghapusan data hasil catutan dan kemudian boleh diganti dengan data lain yang benar, maka pencatutan data warga berpotensi diulang kembali. Bagi partai politik, sanksi seperti itu ringan dan gampang diatasi. Diperlukan sanksi yang lebih setimpal dan memberi efek jera yang serius bagi politisi dan parpol, misalnya dicoret dari kemungkinan mengikuti pemilu. Begitu pula nanti bila terbukti ada parpol yang melakukan politik uang maupun menyuap rakyat dengan sembako.

Selama ini boleh dibilang partai politik memberi porsi besar pada upaya memenangi pemilihan legislatif dan presiden. Meraih kemenangan merupakan bagian penting dari proses perburuan kekuasaan. Hanya dengan memenangkan pemilihan legislatif sekaligus pemilihan presiden, partai politik boleh dibilang meraih kekuasaan yang kokoh. Begitu terdaftar sebagai peserta pemilu, mereka akan berkonsentrasi pada upaya-upaya konsolidasi demi meraih kemenangan. Aspek etika politik dan nilai-nilai organisasi terabaikan, bahkan ketika pemilu sudah usai pun tetap terabaikan.

Dapat dibayangkan, bila baru mendaftar pemilu saja parpol sudah mencatut nama dan NIK warga masyarakat, apalagi jika nanti memenangi pemilu atau sekurang-kurangnya meraih kursi di legislatif. Dengan kekuasaan di tangan, bukan tidak mungkin parpol semacam ini akan memanfaatkan kesempatan dengan mencatut apapun untuk memenuhi hasrat pribadi dan kepentingan kelompoknya.

Berhati-hatilah terhadap sepak terjang Partai Catut. Siapa tahu nama dan NIK Anda dicatut, tahu-tahu jadi anggota atau pengurus partai? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler