x

Ilustrasi pajak. Sumber foto: klikpajak.com

Iklan

Septi Yadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Kamis, 25 Agustus 2022 07:11 WIB

Rugikan Pengusaha, Kebijakan Pajak Ekspor dari Pemerintah Dibuat Tanpa Kajian Mendalam?

Meski sektor nikel yang berkat hilirisasinya mampu menyebabkan ekspor besi-baja Indonesia meningkat pesat selama rentang 2014-2021, namun kini hilirisasi tersebut terancam mandek. Mengapa bisa terjadi seperti itu?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhirnya hasil hilirisasi nikel mulai terlihat! Diungkap Presiden Jokowi baru-baru ini, keberhasilan hilirisasi nikel yang bisa menyebabkan ekspor besi-baja Indonesia meningkat pesat selama rentang 2014-2021. 

"Hilirisasi nikel telah meningkatkan ekspor besi baja 18 kali lipat," ungkap Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR RI, Selasa (16/8) kemarin.

Namun bak mimpi di siang bolong, ketenteraman industri nikel indonesia yang tengah menjajaki langkahnya menjadi pemain besar di pasar global ini mulai terjegal oleh pemangku keputusan dan kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang tak menguntungkan bagi para pengusaha industri nikel ini pun mulai bermunculan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa Saja Kebijakan di Sektor Nikel yang Tak Menguntungkan?

Dimulai dari rencana pemerintah untuk mengenakan pajak progresif ekspor di awal tahun ini. Sebelumnya pihak dari Kemenko Marves mengatakan bahwa ada 2 produk nikel yang akan dikenakan pajak ekspor yaitu Nickel Pig Iron dan Feronikel. Tujuan dari pengenaan pajak ekspor nikel tersebut untuk mendorong hilirisasi lebih berjaya. Namun yang terjadi dan termaktub dalam PP No.26 tahun 2022 baru-baru ini malah tak hanya 2 produk nikel seperti yang dikatakan di awal. Ada sejumlah produk olahan lain yang terkena beban pajak ekspor.

Bisnis Indonesia Dari Produksi Hingga Serapan Membayangi Smelter Nikel

Pajak progresif ekspor nikel ini dinilai berpotensi merugikan iklim investasi pada industri nikel. Mengapa hal ini merugikan? Karena pengenaan pajak ekspor nikel berlaku kepada nyaris semua hasil pemurnian/smelter tersebut. Di saat olahan smelter sukses menghasilkan produk value-added dan berproyeksi meraup pendapatan yang lebih tinggi, malah harus berhadapan dengan beban pajak dari pemerintah. Pajak ini belum termasuk pajak badan perusahaan dan pajak karyawan yang wajib dibayarkan. 

Padahal ekspor produk yang bernilai tambah tinggi itu, toh, juga akan dirasakan negara lewat PDB hingga capaian realisasi investasi. Tetapi, pemerintah seolah-olah melakukan curi start dengan mengenakan beban pajak sebelum diekspor.  

Beban biaya pajak di awal dinilai dapat menyulitkan langkah strategis perusahaan. Perusahaan bisa terpaksa mengurangi biaya operasional dengan memangkas SDM hingga kualitas produknya. Belum lagi jika harga nikel dunia sedang tidak waras. Perusahaan akan menanggung seluruh beban kerugian karena pendapatan berkurang, tak ada insentif dari pemerintah, eh malah harus mengempani negara lewat beban ekspor.

Lakukan Ekspor, 9 Sektor Jasa Ini akan Dikenai PPN 0 Persen | Republika  Online

Keresahan ini sesungguhnya telah diutarakan pelaku hilir industri nikel yaitu Bernardus Irmanto selaku Direktur Keuangan PT Vale Indonesia. Menurutnya, pengenaan pajak progresif ekspor nikel hanya akan menekan ekspor nikel, bukan malah menaikkannya. 

“Tentu saja pengenaan pajak ini akan memberikan tekanan terhadap industri nikel, terutama perusahaan yang melakukan ekspor produk olahan nikel. PT Vale tidak terkecuali, karena kami mengekspor semua produk kami ke Jepang," kata Bernardus, saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (17/1/2022).

Lebih lanjut, menurut Bernardus, sebelum dikenakan pajak ekspor, pemerintah harus terlebih dahulu memastikan downstream facility yang ada di Indonesia. Fasilitas hilirisasi terutama di nikel tak hanya sekadar smelter, namun juga kendaraan, mesin, teknologi mutakhir, tenaga kerja kompeten hingga marketnya. Apakah semua itu sudah tersedia dengan baik di Indonesia? 

13 Smelter Nikel Sudah Beroperasi

Hal senada juga diutarakan oleh Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Rizal Kasli. Menurut Rizal, pengenaan pajak ekspor nikel ini seharusnya dilakukan dengan hati-hati dan juga mempertimbangkan aspek ekosistem industri nikel dari segala sisi. 

“Pengenaan pajak ekspor atas hasil pengolahan nikel, jika pun akan dikenakan, harus dilakukan dengan hati-hati, serta dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis dan pengembangan iklim investasi di Indonesia," tegas Rizal.

Dengan adanya protes demi protes, membuat masyarakat bertanya-tanya apakah pemerintah sebelum meneken pemberlakuan pajak progresif ekspor nikel, sudah melakukan kajian dan diskusi terlebih dahulu kepada para pelaku usaha yang menjalani langsung program hilirisasi nikel setiap harinya? Kalau kondisinya seperti ini, bagaimana menurut kamu?

Ikuti tulisan menarik Septi Yadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler