x

Foto ini di ambil sebelum Pandemi Covid-19, kurang lebih 3 tahun yang lalu saat pembelajaran fisika di laboratorium fisika

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Kamis, 25 Agustus 2022 20:02 WIB

 Apa Kabar Komunitas Guru?

KKG dan MGMP adalah komunitas guru. melalui wadah tersebut, guru dapat saling berbagi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KKG dan MGMP adalah komunitas lawas para guru. KKG atau kelompok Kerja Guru merupakan komunitas guru SD. Sedangkan MGMP atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran adalah komunitas guru SMP, SMA, dan SMK.

 

Sebagai wadah komunikasi antarguru, KKG dan MGMP berperan penting dilihat dari sisi tujuan pembentukannya. Baik KKG maupun MGMP dibentuk dengan tujuan meningkatkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran dan menjadi forum diskusi mengenai permasalahan kekinian. Selain itu, forum tersebut  dapat dijadikan ajang saling berbagi ilmu dan pengetahuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

KKG dan MGMP menghuni mulai dari tingkat sekolah hingga provinsi. Itu sebabnya, kita temukan ada KKG tingkat sekolah bernama KKGS. KKG tingkat kecamatan bernama KKGC. KKG tingkat kota (kabupaten atau kota) bernama KKGK. KKG tingkat provinsi bernama KKGP.

 

Demikian halnya dengan MGMP. MGMP di tingkat sekolah bernama MGMPS. MGMP di tingkat kecamatan bernama MGMPK. MGMP di tingkat kabupaten atau kota bernama MGMPK dan MGMP di tingkat provinsi disebut MGMP Provinsi. Khusus di jenjang SMP, SMA, dan SMK MGMP ini masing-masing mata pelajaran tergabung dalam MGMP sesuai mata peajaran. Misalnya: MGMP Bahasa Indonesia.

 

Sejak Pandemi Covid-19, muncul komunitas yang digagas instansi pemerintah, lembaga,  maupun perorangan secara daring. Kemendikbudristek RI melalui situsnya membuat “ayo berbagi”, “merdeka mengajar”, “guru penggerak”, dan “merdeka belajar”.

 

Sejumlah organisasi kependidikan pun menghelat komunitas seperti itu. Misalnya kita mengenal komunitas “Guru Belajar”, “Guru berbagi” dan puluhan nama yang dibentuk dengan basis WhatsApp, Telegram, dan Facebook.

 

Giat Ideal

Sebagaimana diketahui, tahun ajaran 2022/2023 ini si Kuka atau Implementasi Kurikulum Merdeka  dilaksanakan pada kelas-kelas awal SD hingga SMA. Kemendikbudristek berkaitan dengan si Kuka ini memberikan 3 pilihan atau kategori pelaksanaannya.

 

Tiga kategori yang dimaksudkan dalam Si Kuka adalah sekolah boleh menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh. Sekolah diperkenankan menggunakan Kurikulum 2013 yang disederhanakan atau Kurikulum Kondisi Khusus. Lalu, sekolah juga boleh menggunakan Kurikulum Merdeka. Kemendikbud memberikan kesempatan kepada sekolah untuk melaksanakan Si Kuka secara mandiri.

 

Kuka Mandiri ini mencakup Mandiri Belajar, Mandiri Berubah dan Mandiri Berbagi. Pengertian Mandiri Belajar adalah sekolah diberikan kebebasan menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka dengan tetap menggunakan Kurikulum 2013.

Mandiri Berubah, sekolah diberikan keleluasaan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka dengan menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Mandiri Berbagi adalah sekolah mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar yang dibutuhkan.

 

Bagaimana kondisi di lapangan? Mewawancarai sejumlah guru di berbagai sekolah di tanah air. Menyambangi pelatihan demi pelatihan. Mencermati grup di berbagai media sosial, saya mencatat dua hal.

 

Pertama, gagap memahami Kurikulum Merdeka (Kuka). Kegagapan ditemukan pada pemahaman isi Kuka. Walaupun Sekolah mereka ditunjuk sebagai Sekolah Penggerak, namun dalam praktiknya tidak semua guru memahami Kuka secara memadai. Mengapa?

 

Salah satu syarat penunjukan Sekolah Penggerak, adalah Kepala Sekolah lulus dalam seleksi kelayakan Sekolah dalam melaksanakan Sekolah Penggerak yang dilaksanakan oleh Kemendikbudristek. Jadi, hanya kepala sekolah. Guru secara otomatis dipaksa memahami Kuka.

 

Memang pada Sekolah Penggerak, ada tim pendampingan yang salah satu tugasnya adalah memberikan pemahaman teknis mengimplementasikan Kuka. Akan tetapi, dalam praktiknya banyak guru yang tergagap-gagap.

 

Sejumlah istilah teknis yang diterakan dalam Kuka, bahkan sering menimbulkan masalah. Misalnya, bagaimana guru memahami istilah fase, elemen, capaian pembelajaran, tujuan pembelajaran, hingga memilah materi pokok yang akan diajarkan pada setiap pertemuan pembelajaran.

 

Belum lagi, ketika awal akan melaksanakan mereka harus memberikan asesmen diagnostik dan asesmen kognitif. Tujuannya adalah sebagai pemetaan kesiapan belajar, dan memahami gaya belajar peserta didik.

 

Hasil dari kedua asesmen tersebut, merupakan titik tolak pelaksanaan pembelajaran. Maka, strategi pembelajaran diferensiasi pun mesti disiapkan. Dalam hal ini guru dituntut untuk memperlakukan peserta didik dengan materi yang sama, namun dengan kemampuan dan gaya belajar yang berbeda berbeda tetapi menghasilkan kemampuan yang sama.

 

Kedua, belum terbiasa dengan AKM. AKM atau Asesmen Kompetensi Minimum dapat dikatakan sebagai bentuk soal atau tes model baru yang digunakan pada Kuka. AKM dilaksanakan baik pada tes formatif maupun sumatif.

 

Jika biasanya soal yang diujikan hanya berbentuk pilihan ganda, pada AKM diberikan varian lain yakni: pilihan ganda kompleks, esai, uraian, dan mencocokkan atau menjodohkan. Setiap soal harus diberikan sebuah stimulus sebelum memberikan pertanyaan.

 

Orientasi bentuk AKM ini adalah tes bertaraf internasional PISA. Dalam soal-soal tersebut, kemampuan peserta didik diuji tidak hanya memahami tetapi diajak bernalar. Meminjam istilah pada Kurikulum 2013, soal AKM yang ditulis berbasis HOTS (Higher Ordenered Thinking Skills)  atau berpikir arasy tinggi.

 

Apa peran komunitas MGMP -- dengan mengabaikan gambaran bahwa Sekolahnya bukan merupakan Sekolah Penggerak? Sebab, walau ada tiga kategori pilihan alih-alih dipaparkan tadi, namun bisa dipastikan setiap daerah melaksanakan Kuka dengan bekal minim. 

 

Disinilah peran MGMP provinsi. Komunitas ini yang nota bene pengurusnya memiliki kredibilitas mumpuni, mengimbaskan hingga ke arena MGMPS. Betul, tidak semua pengurus MGMP provinsi adalah alumni Guru Penggerak atau sekolahnya adalah Sekolah Penggerak.

 

Guru Penggerak adalah mereka yang telah dididik dalam sebuah pelatihan tentang Kuka yang dilaksanakan oleh Kemendikbudristek. Guru Penggerak harus lulus seleksi dan mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak.

Sasaran bagi Guru Penggerak yang telah lulus adalah mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi dan kolaborasi secara mandiri dan berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan menumbuhkan kepemimpinan peserta didik.

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler