x

Iklan

Anwar Syafii Pulungan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Selasa, 30 Agustus 2022 12:49 WIB

Feminisme dengan Klaim Kesetaraan

Feminisme menjadi gerakan dengan klaim memperjuangkan keadilan bagi perempuan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menelusuri sejarah gerakan feminisme, kita akan menemukan bahwa feminisme sangat berkaitan erat dengan perubahan sosial di Eropa. Secara individu, salah satu karya awal yang memelopori gerakan feminisme adalah tulisan Mary Wollstronecraft di Inggris melalui bukunya, A Vindication of the Right of Women yang terbit pada 1792 M. Tulisan tersebut muncul sebagai sebuah reaksi atas berbagai ketidakadilan terhadap perempuan di Eropa.

Bangkitnya berbagai gerakan perubahan di Eropa tersebut sangat berkaitan dengan kelahiran renaisans di Italia. Renaisans berhasil memicu berbagai gerakan yang menuntut pembebasan penggunaan pemikiran, akal, dan perilaku masyarakat dari pemasungan intelektual gereja.

Ide utama feminisme ialah equality (persamaan), sehingga segala macam usaha dilakukan untuk mencapai kesetaraan. Menurut mereka, persamaan adalah kebaikan, sedangkan membeda-bedakan adalah keburukan dan kejahatan.  Rosemarie Putnam Tong dalam Feminist Though  menyampaikan, bahwa feminis terang-terangan membela ‘karir’ pelacur dan ibu yang mengomersialkan rahimnya. Inti gagasannya terletak pada ekonomi dan tuntutan politik. Doktrin utamanya ialah, “Semua berhak melakukan segala hal dan wajib dibela”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Feminis mengerahkan seluruh daya dan upaya untuk melawan dan menggugat urusan-urusan domestik. Maka, muncullah aliran yang tidak hanya berfokus menuntut hal-hal sipil, tetapi juga menggugat sistem biologis. Mereka menggugat sistem pembagian hak dan tanggung jawab secara seksual. Bahkan, mereka pun berpendapat bahwa pembagian tugas reproduksi antara laki-laki dan perempuan tidaklah adil.

Persis seperti perkataan salah seorang ‘petuah’ mereka, Peter L. Berger. Ia pun menyatakan, “Keluarga sekarang nampak seperti setan tua. Hubungan seks pria wanita adalah pemerkosaan; peran keibuan adalah perbudakan; semua hubungan antar jenis kelamin adalah perjuangan untuk kekuasaan”. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Berangkat dari sini, maka tidaklah heran ketika terdapat pertanyaan yang timbul dari kejanggalan, “Mengapa para feminis begitu gencar menyerang keluarga? Mengapa feminis tidak menyatakan sikap yang jelas terhadap LGBT? Bukankah LGBT lebih berbahaya?”

Selanjutnya mereka menghancurkan beragam tatanan dan otoritas, tak terkecuali ikatan terkecil dari suatu masyarakat, yakni keluarga. Demi menjunjung tinggi persamaan mereka ramai-ramai ‘mencaci’ ikatan keluarga yang dijadikan sebagai pesakitan serta kambing hitam.

Untuk mengokohkan nilai-nilai feminisme, salah satu langkah yang paling gencar dilakukan adalah melalui pembuatan Undang-Undang. Penyusupan nilai-nilai feminisme pun dilakukan dengan sangat halus. Taktik umum yang digunakan adalah untuk menarik simpati banyak pihak, baik melalui perbuatan yang seolah-olah membela perempuan, atau bermain dengan kata-kata dan diksi. Kata-kata “korban” dan “berkerudung” menjadi slogan dagangan paling laku. Hijab dianggap telah mengekang kebebasan berekspresi wanita.

Berbagai kasus pun diangkat, dan perlahan lahan memupus aturan-aturan agama dalam pergaulan dan keluarga Contohnya adalah yang terjadi pada UU no. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ada nilai-nilai berbahaya yang sengaja mereka tanamkan. Misalnya, penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah sikap laki-laki yang superior terhadap perempuan. Contoh lain, pada UU perkawinan. Untuk mencapai kesetaraan ideal, harus dihindari anggapan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga, hindari suami bertanggung jawab kepada nafkah istri, hindari anggapan istri bertanggung jawab atas pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga.

Pada UU perceraian, setiap pasangan boleh menceraikan suami atau istrinya tanpa melihat siapa yang salah dan negara tidak ikut campur dalam urusan perceraian. Segala UU yang memberi proteksi kepada wanita (seperti cuti hamil, jam kerja malam) dianggap diskriminatif dan merendahkan wanita. Wanita dibebaskan dari pekerjaan pengasuhan anak, nafkah harus ditanggung suami dan istri, serta meningkatkan porsi istri untuk bekerja di luar rumah. Perempuan yang telah mandiri secara finansial, tidak perlu bergantung kepada laki-laki. Dalam rumah tangga, agar bebas, tidak perlu taat kepada suami. Akhirnya, tidak ada pria dan wanita yang mengambil peran yang seharusnya dalam rumah tangga yang menyebabkan ketidakharmonisan keluarga.

Perempuan digiring untuk meninggalkan kewajibannya sebagai ibu bagi anak-anaknya. Dalih yang digunakan selalu sama, bahwa hal ini untuk menyelamatkan perempuan sebagai “korban”. Begitu juga dengan peran kepemimpinan yang dibebankan kepada laki-laki akan melemah, karena perempuan menuntut kepemimpinan tersebut, apalagi ketika gaji perempuan lebih tinggi. Peran perempuan sebagai ibu dan pengelola rumah tangga akan terabaikan. Itu semua mereka anggap sebagai bentuk keadilan dengan klaim kesetaraan.

Namun, ‘kegalauan’ tak berujung yang disebabkan oleh minusnya keimanan ini justru semakin liar. Menurut mereka, perempuan sering diposisikan hanya sekedar alat pemuas nafsu syahwat laki-laki, dan berpendapat, bahwa “Tanpa lelaki, wanita dapat hidup dan bahkan bisa memenuhi kebutuhan seksnya”. Berkat itu, praktik lesbianisme pun berkembang.

Walhasil, feminisme adalah gerakan nafsu. Pemicunya adalah penindasan dan ketidakadilan. Akarnya, jelas berasal dari sistem dan pikiran yang liar. Gerakan kaum feminisme untuk memperjuangkan kesetaraan gender demi memperbaiki nasib perempuan, nyatanya bukan solusi dari permasalahan ketidakadilan yang dirasakan perempuan, karena faktanya dengan ide ini justru lahir masalah-masalah baru yang mengancam keharmonisan keluarga, merusak tatanan masyarakat dan fitrah sebagai seorang perempuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ide feminis bukan solusi dan sungguh absurd serta rapuh, karena tidak dapat menyelesaikan permasalahan perempuan.

Ikuti tulisan menarik Anwar Syafii Pulungan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB