x

Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyapa awak media usai melakukan Pendaftaran Partai Politik Calon Peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU, Jakarta, Senin, 8 Agustus 2022. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Syaiful Huda mengatakan bahwa pendaftaran Gerindra dan PKB ke KPU diwaktu yang bersamaan ini menjadi awal kerja sama politik antara keduanya yang lebih konstruktif di masa depan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 30 Agustus 2022 12:52 WIB

Muhaimin, Elite, dan Kemarau Gagasan

Benar kata Muhaimin bahwa kita sedang mengalami kemarau panjang, karena yang dibicarakan isu-isu yang itu-itu lagi, seperti buzzer politik, presiden tiga periode, dan penundaan pemilu. Elite politik memang miskin gagasan mengenai masa depan Indonesia. Kita sedang mengalami kemarau gagasan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Politik kita hari ini kering dan kerontang,” kata Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa alias PKB, saat berbicara dalam acara peluncuran buku Membaca Hamka, Merawat Bangsa di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin kemarin [29 Agustus]. Seperti diberitakan cnnindonesia.com, 29 Agustus 2022, Muhaimin menyebutkan, politik kita kering karena isunya masih seputar buzzer politik dan masa jabatan presiden tiga periode atau tunda Pemilu 2024. “Kering kerontang isunya. Artinya, kemarau masih panjang. Kalau pemilu ditunda, kan berarti kemarau,” kata Muhaimin.

Bila membaca berita media massa, memang tidak begitu jelas apa yang dimaksud oleh Muhaimin. Tapi jika maksudnya politik kita kering karena isu yang dibicarakan di dunia perpolitikan Indonesia masih itu-itu saja, seperti pegiat media sosial, buzzer politik, masa jabatan presiden tiga periode, dan tunda pemilu, Muhaimin benar adanya. Kering lagi kerontang. Bahkan, boleh dibilang, bangsa ini sedang mengalami kemarau gagasan, tidak ada hal-hal fundamental terkait masa depan yang dibicarakan.

Yang barangkali tidak disadari oleh Muhaimin ialah bahwa yang ia ungkapkan itu merupakan cerminan dari kualitas elite politik sendiri, dan dia termasuk salah seorang di antaranya. Para elite politiklah yang mengembuskan isu-isu presiden tiga periode dan penundaan pemilu. Siapa pula yang sanggup mengerahkan buzzer politik? Rakyat belum lagi lupa bagaimana Muhaimin, Airlangga Hartarto, serta Zulkifli Hasan mengumandangkan koor perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu, beberapa waktu lalu. Mereka bahkan mengklaim bahwa mereka menyampaikan aspirasi para petani dan pengusaha.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bila dunia perpolitikan kita dinilai oleh Muhaimin kering kerontang dan sedang mengalami kemarau panjang, Muhaimin semestinya bertanya kepada diri sendiri maupun kepada para sejawatnya—sesama elite—mengapa situasi ini terjadi? Sebagai bukan bagian dari kaum elite, atau yang menyebut diri elite, rakyat menyaksikan bahwa perkataan Muhaimin itu mengandung kebenaran, dan sumber kekeringan itu adalah karena kaum elite yang mendominasi dunia perpolitikan ternyata memiliki jangkauan visi yang sangat terbatas. Yang mereka lihat adalah pemilu 2024, bagaimana menundanya bila mungkin, bagaimana memenangkannya bila tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Visi mereka tidak melampaui semua itu, tidak sanggup menjangkau masa depan yang lebih jauh—hendak dibawa kemana bangsa dan negeri ini.

Sebagian mereka sesekali mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi kesekian terbesar di dunia dalam beberapa tahun lagi. Namun mereka tidak mampu memaparkan bagaimana mencapai angan-angan itu, apa yang harus dilakukan, seperti apa peta-jalan untuk meraihnya. Ketidakmampuan itu disebabkan mereka tidak memiliki visi tentang masa depan kita di tengah kompetisi global sepuluh, duapuluh, tigapuluh tahun mendatang.

Lantaran itulah, para elite sangat kekurangan gagasan mengenai apa yang harus dibicarakan saat ini. Inilah yang membedakan elite politik masa sekarang dengan para pejuang pergerakan kemerdekaan, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan banyak lagi. Jangkauan pemikiran para pejuang itu jauh melampaui apa yang mereka lihat di depan mata. Mereka bukan hanya berpikir tentang bagaimana memerdekakan bangsa dari kolonialisme, tapi juga memikirkan bagaimana bangsa ini harus mengisi masa kemerdekaannya di kemudian hari.

Inilah kenyataan pahit yang harus dialami rakyat saat ini. Kita hidup di dalam ekosistem kebangsaan yang didominasi oleh elite politik dan ekonomi yang sangat kekurangan gagasan tentang masa depan bangsa dan negeri ini. Benar belaka kata Muhaimin bahwa kita sedang mengalami kemarau panjang, tapi bukan karena pemilu ditunda, melainkan karena elitenya tidak paham benar apa yang harus dilakukan untuk bangsa ini agar siap mengarungi masa depan. Ya, kita sedang berada di tengah kemarau gagasan yang cemerlang. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler