x

Aspal. Ilustrasi Pembangunan Jalan

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Kamis, 1 September 2022 07:55 WIB

Aspal Buton Untuk Mengsubstitusi Aspal Impor Tanggung Jawab Siapa?

Pada akhirnya, rakyat Indonesia dengan perasaan miris harus, dan terpaksa bertanya kepada pemerintah Indonesia: ”Aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor itu sebenarnya tanggung jawab siapa?”. Kalau memang benar itu merupakan tanggung jawab dari Bapak Joko Widodo, sebagai Presiden Republik Indonesia, sesuai dengan UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, maka mohon dengan segala hormat wujudkanlah!. Apa lagi yang masih harus Bapak tunggu? Rakyat Indonesia sudah tidak sabar lagi. Sejatinya pemerintahan Pak Jokowi tinggal tersisa 2 tahun lagi. Sekarang rakyat Indonesia menuntut bukti. Dan bukan janji.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagian besar rakyat Indonesia pasti sudah mengenal aspal Buton. Aspal Buton adalah aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jumlah depositnya sangat melimpah. Dan merupakan satu-satunya sumber daya aspal alam yang terdapat di Indonesia. Sehingga dengan demikian aspal Buton dapat dianggap sebagai salah satu keajaiban dunia.

Sampai saat ini aspal alam Buton masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah Indonesia. Rakyat merasa heran. Mengapa pemerintah Indonesia lebih memilih kebijakan  impor aspal dari pada mau mengolah dan memanfaatkan aspal Buton yang “nota bene” merupakan sumber daya aspal alam miliknya sendiri?. Ini adalah pertanyaan rakyat yang selalu diulang, dan diulang terus? Tetapi mirisnya, penjelasan dan klarifikasi dari pemerintah tidak pernah kunjung terdengar. Sebenarnya ada masalah apa dengan aspal Buton?

Apakah karena aspal alam ini perlu dana investasi yang cukup besar untuk dapat diolah menjadi aspal Buton ekstraksi? Sedangkan aspal impor untuk mendapatkannya adalah sangat-sangat mudah. Karena tidak perlu ada dana investasi sama sekali. Kita tinggal membayar, dan aspal pun langsung datang. Bahkan sering kali terjadi dimana aspal impor belum dibayar, dan barang sudah tersedia. Apakah Indonesia masih mau mengimpor aspal selamanya? Ah.. Sebenarnya ini adalah sebuah pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan. Mengapa? Karena diri kita sendiri sudah tahu apa jawabannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalau kita mendengar kata “aspal Buton”, apa yang berada di dalam pikiran kita? Kita pasti akan bertanya-tanya di dalam hati: “Kapan aspal Buton akan mampu menggantikan aspal impor?”. Sedangkan waktu berjalan terus. Dan tidak terasa 2 tahun lagi kita akan memperingati 100 tahun, atau 1 abad aspal Buton. Rasanya ada sesuatu yang janggal dan mengganjal di hati dengan masalah aspal Buton ini. Ada perasaan gundah gulana bercampur kesal, serta kecewa. Mengapa aspal Buton selama ini tidak dimanfaatkan untuk mengsubstitusi aspal impor? Sejatinya aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor ini tanggung jawab siapa sih?

Mengacu kepada UUD’45, Pasal 33, Ayat 3: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Atas dasar inilah, maka sudah jelas sejelas-jelasnya bahwa aspal Buton adalah bagian dari kekayaan alam Indonesia yang dimaksud di dalam ayat ini. Oleh karena itu aspal Buton seyogyanya adalah tanggung jawab dari pemerintah Indonesia. Dalam UUD’45, Bab III Kekuasaan Pemerintah, Pasal 4, Ayat 1, disebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Data-data ini menunjukkan dengan terang benerang bahwa yang wajib bertanggung jawab mengenai aspal Buton adalah Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Apakah Pak Jokowi masih ingat bahwa Pak Jokowi sejatinya adalah pemimpin bangsa dan negara Republik Indonesia yang telah dipilih oleh rakyat untuk bertanggung jawab penuh terhadap kekayaan alam Indonesia, termasuk aspal Buton?

Sumber daya alam yang mendapatkan perhatian yang sangat besar dari Bapak Presiden Joko Widodo adalah, emas, tembaga, minyak bumi & gas, batu bara, nikel, dan bauksit. Tetapi yang paling menjadi primadona dan prioritas istimewa adalah sumber daya alam emas, tembaga, dan nikel. Pemerintah telah mengupayakan dengan sangat serius dan bersungguh-sungguh agar perusahaan-perusahaan tambang emas, tembaga, dan nikel tersebut wajib membangun “smelter” di dalam negeri. Ekspor bahan mentah emas, tembaga, dan nikel dilarang. Tetapi apa yang terjadi dengan aspal Buton? Bila dibandingkan perhatian pemerintah yang sangat besar sekali terhadap sumber daya alam emas, tembaga, dan nikel, maka perhatian pemerintah terhadap aspal Buton boleh dikatakan tidak ada apa-apanya. Apakah ada yang salah dengan aspal Buton?

Fakta sudah berkata dengan sendirinya bahwa selama ini Indonesia mengimpor aspal sebesar 1,2 juta ton per tahun, atau senilai US$ 600-900 juta per tahun. Oleh karena itu rakyat Indonesia berprasangka buruk, apakah mungkin penyebab dari “musibah” mengapa aspal Buton minim mendapat perhatian dari pemerintah adalah karena kemungkinan besar ada pihak-pihak tertentu yang sangat-sangat diuntungkan sekali dengan adanya kebijakan impor aspal tersebut?. Rasanya hal ini bukan merupakan rahasia lagi. Tetapi Indonesia sudah 77 tahun merdeka. Dan sudah 7 kali berganti Presiden. Masak sih Indonesia tidak mampu menggantikan aspal impor dengan aspal Buton? Apakah rakyat Indonesia percaya?

Sejatinya aspal impor dapat digantikan oleh aspal Buton. Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa belum ada Investor yang merasa tertarik?. Hal ini juga merupakan sebuah fenomena aspal Buton yang unik dan tidak lazim. Karena sudah nyata dan jelas sekali bahwa secara bisnis dan ekonomis Proyek Hilirisasi Aspal Buton akan sangat-sangat menguntungkan. Khususnya pada saat sekarang ini dimana harga aspal impor sedang meroket sangat tinggi sekali. Tetapi mengapa masih belum ada juga Investor yang berminat? Ini merupakan sebuah anomali dari prilaku Investor yang harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Indonesia. Dugaan yang kemudian timbul adalah apakah mungkin karena upaya-upaya pemerintah yang selama ini telah dilaksanakan untuk mengsubstitusi aspal impor dengan aspal Buton terkesan hanya sebagai tindakan formalitas belaka?. Visi dan misinya kurang jelas. Dan seolah-olah telah dilaksanakan dengan perasaan setengah hati?. Tampak-tampaknya gejala dan tanda-tandanya tersebut telah terbaca dengan jelas oleh para pemerhati aspal Buton dan Investor.

Mengingat Indonesia sudah mengimpor aspal selama 42 tahun lebih, maka kajian yang masuk akal adalah apabila aspal impor sudah dapat digantikan oleh aspal Buton, maka tentunya jumlah aspal impor pasti akan berkurang. Dan hal ini tampaknya akan mengurangi keuntungan dari para importir aspal. Kedudukan para importir aspal sudah sedemikian sangat dominannya, sehingga pemerintah Indonesia sudah sangat-sangat bergantung sekali kepada mereka. Apakah dampaknya pemerintah, mau atau tidak mau, harus selalu mendahului kepentingan para importir aspal tersebut? Sehingga terpaksa harus mengabaikan potensi besar dari aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor?

Ingat sekali lagi. Indonesia sudah mengimpor aspal selama 42 tahun lebih. Dan selama ini keuntungan yang sudah diperoleh para importir aspal adalah sangat luar biasa besarnya. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam hal ini, seandainya saja Indonesia tidak memiliki aspal alam Buton. Tetapi sekarang keadaannya tentu saja sudah berbeda. Harga aspal impor untuk bulan September 2022 sudah meroket ke harga US$ 745 per ton. Sedangkan harga aspal Buton ekstraksi akan bisa jauh lebih murah. Tentunya akal sehat kita akan selalu berkata bahwa pilihan terbaik untuk rakyat Indonsia adalah produk lokal, aspal Buton ekstraksi. Dimana harganya sudah pasti akan bisa jauh lebih murah dari pada harga aspal impor. Namun mengapa logika dan nalar kita tidak selalu sejalan dan selaras dengan pemikiran dan kebijakan pemerintah? Rasanya akal sehat diantara kita dan pemerintah ada yang tidak berfungsi dengan baik.

Pada akhirnya, rakyat Indonesia dengan perasaan miris harus, dan terpaksa bertanya kepada pemerintah Indonesia: ”Aspal Buton untuk mengsubstitusi aspal impor itu sebenarnya tanggung jawab siapa?”. Kalau memang benar itu merupakan tanggung jawab dari Bapak Joko Widodo, sebagai Presiden Republik Indonesia, sesuai dengan UUD’45, Pasal 33, Ayat 3, maka mohon dengan segala hormat wujudkanlah!. Apa lagi yang masih harus Bapak tunggu? Rakyat Indonesia sudah tidak sabar lagi. Sejatinya pemerintahan Pak Jokowi tinggal tersisa 2 tahun lagi. Sekarang rakyat Indonesia menuntut bukti. Dan bukan janji. 

                      

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler