1. Sebab seperti yang sudah-sudah, sepi adalah candu bagi ingatan berkalang bayang.
2. Langit bertanya; kemana cinta yang menyala pura-pura? Tersesat di redup lampu, atau mati ditiup ragu?
3. Redup malam. Sepotong rembulan menyisir langit. Sepotong lagi dicuri puisi, biar kata-kata tak lagi sepi.
4. Sebab kita lebih memilih tak bicara apa-apa, selain menjatuhkan sayang diam-diam dan membiarkannya tumbuh dalam kekang.
5. Kopi dan roti tawar manis adalah pengalihan atas hal-hal yang tak dituntaskan malam, kepada hati yang menjadikan pagi sepi.
6. Jatuhlah jatuh segala hujan dan sepi. Lalu kesedihan, biar kusembunyikan dari air mataku sendiri.
7. Di beranda dua cangkir kopi berebut tempat, siapa yang lebih dulu datang, kau atau kenangan.
8. Kepalaku pasar malam. Ramai adukan sepi. Di atas panggung tukang sulap menyalakan api dari bara matanya yang puisi.
9. Sepagi ini rindu telah tumbuh beranak pinak. Kekasih, andai dapat kugunting jarak, lenganku tak memeluk sepi yang terisak.
10. Engkaulah terang bagi puisi-puisiku yang malam. Senyum-mu nyala api, menghangatkan sepi sekaligus membakar diri.
Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.