1. Kecemasan demi kecemasan datang serupa rintik hujan. Membawa malam pada sunyi, pada nyeri-nyeri puisi.
2. Kau, puisi yang kutulis berkali-kali, setiap hari.
3. Malam-malamku terbuat dari kopi tak murni, senyum seorang lelaki dan kisah tersembunyi dalam puisi.
4. Tatapmu entah. Tajam menembus palung dadaku yang kaca. Pecah segala.
5. Akulah pohon di tanahmu, yang ingin tumbuh abadi dalam ingatanmu. Dan kau, puisi yang gugur dari daun mataku.
6. Mari bersulang, sayang, pesta telah dimulai. Kau dengan bahagiamu dan aku dengan luka-luka yang kau tinggalkan.
7. Semacam pesta, gelas-gelas berdenting nyaring. Sedang sunyi di kepala saling adu, siapa yang bertahan dengan ingatan lalu.
8. Rindu berpesta, merayakan rasa yang entah apa. Kekasih, hiduplah dalam secangkir kopiku, atau mati terkubur mimpi abu-abu.
9. Cinta tak hilang, sayang, hanya saja kali ini logika lebih banyak bicara.
10. Gundah ini berpusat pada rindu yang tak pernah kau baca, lebih tepatnya kau lupakan. Ia begitu penuh kesedihan.
Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.