Ada masa di mana aku melihat
hujan turun dari mata ke pipimu.
Hujan hasil penantian semu yang
tak kunjung datang padamu.
Aku mendengar suara gemuruh
datang dari segala penjuru.
Seperti dua belah dunia asing
saling bertabrakan di segala sisi.
Seperti alam raya sedang gembira
memberi ruang pada kita
agar saling bicara.
Namun aku tidak.
Aku tidak melakukannya.
Dan ada masa di mana aku larut
dalam badai keheningan. Mimpiku
ingin sekali berdusta pada realita.
Namun gunung teramat curam untuk
kudaki dan laut teramat dalam untuk
kuselami.
Banyak kawan gugur di medan perang.
Aku bertahan. Prajurit sudah biasa
membangun dinding tembok ketabahan
untuk segala yang tidak akan kembali.
Dan tentu saja. Tentu saja!
Dinding tembok ketabahanku
yang kokoh itu hancur
dihantam kerinduan hatimu.
Dan kini aku hanya dapat memaki
diri sendiri yang tak bernyali
menyapa relung hati yang berduka
di balik senyum tawa.
Indonesia, 08 September 2022
Ikuti tulisan menarik Jerpis M. lainnya di sini.