1
(Wong cilik)
Syairku adalah pemberontakan
Tercipta dari tetes keringat pekerja serabutan
Bait demi bait,
dirujuk dari hasil air mata
dan pedih tulang akibat ber ton-ton pikulan,
Kilo mil cangakulan.
Sayatan, memar, linu, sampai patahan;
kumpul menyatu
Rimaku adalah suara keluh kesakitan
Kesakitan ditindas, dirampas, diretas
Oleh pegiat retorika pesiasat dusta ...
2
Termanung, saat itu...
Gemuruh yang biasanya di langit berpindah di tepian telinga
Entah bagaimana
Sunyi saat ini adalah gemuruh itu sendiri
Suatu siasat, saat saut sayap sayup,
susuri setapak jalan negri
Tanpa alas tanpa kompas
sasari kota-kota
“Cari apa?” kata bunda.
“Cari api hangat. Desa sekarang, sudah dingin semua; termasuk pada apinya.”
3
Daun, rimbunmu kuinginkan dalam 'ku'
'Depan', jarakmu menarikku untuk kembali
'Belakangku membuah,
mengomando kaki kakiku menapaki jalan sepi
Untuk apa?
Sekadar menutup rumpangnya jejak diri dan duri di tumpukan jerami
4
Fenomena saat ini ...
Lampu yang nyala, terang yang dipuja. Gelap hingap, kawah berseteru. Sampul yang basah isi yang meranum. Titik kosong dihenti; garis cepat berlaju ...
5
(Aku), ujung dari dua utas tali yang sudah disimpul mati.
(Ia), sepasang jiwa dan badan yang tak sempat menepi.
Kemudian (Kamu), adalah diri sejati yang bagaimana pun memeragakan peran yang tak kunjung terganti.
Tapi, tapi—harap diingat,
dalam goresan ini (Aku, ia dan kamu) hanya kata ganti
yang suatu saat lenyap, membentuk gelagat-gelagat simponi
6
Mataku sedang hujan
Oleh batu dan rimbunan asa
yang, basah di sana
Rintih tergema di sini
"Au" A mengisyaratkan 'aku'
dan U tunjuk pada 'usia'
Aku dan usia, akan lepas
7
Bila sampai waktuku,
aku ingin pergi ke dasar jurang;
mengambil bongkahan kasih cinta tanpa atribut
yang sempat kau punya di masa kecil;
lalu kaubuang di tengah perguruan arang akibat pertarungan sengitmu,
menggunakan api sebagai senjata
8
'Dor' tembakmu
Apakah ini tanda akan dekatnya hari raya(?)
Banyak gerlap, entah emas entah perak
Banyak kesah, entah asih entah asah
Kutanya pada semua yang berkenan ditanya
Hay, masihkah ada hari besok (?)
Belum sempat menjawab; gelaplah dunia
(Faidhumi)
Mranggen, 17 September 2020
Ikuti tulisan menarik Muhammad Faisal DH lainnya di sini.