x

Iklan

Muhammad Faisal DH

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Agustus 2022

Minggu, 2 Oktober 2022 07:12 WIB

Delapan Ironi

sebatas puisi yang entah ke mana tujunya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

1

(Wong cilik)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Syairku adalah pemberontakan

Tercipta dari tetes keringat pekerja serabutan

Bait demi bait,

dirujuk dari hasil air mata

dan pedih tulang akibat ber ton-ton pikulan,

Kilo mil cangakulan.

Sayatan, memar, linu, sampai patahan;

kumpul menyatu

Rimaku adalah suara keluh kesakitan

Kesakitan ditindas, dirampas, diretas

Oleh pegiat retorika pesiasat dusta ...

 

2

Termanung, saat itu...

Gemuruh yang biasanya di langit berpindah di tepian telinga

Entah bagaimana

Sunyi saat ini adalah gemuruh itu sendiri

Suatu siasat, saat saut sayap sayup,

susuri setapak jalan negri

Tanpa alas tanpa kompas

sasari kota-kota

“Cari apa?” kata bunda.

“Cari api hangat. Desa sekarang, sudah dingin semua; termasuk pada apinya.”

 

3

Daun, rimbunmu kuinginkan dalam 'ku'

'Depan', jarakmu menarikku untuk kembali

'Belakangku membuah,

mengomando kaki kakiku menapaki jalan sepi

Untuk apa?

Sekadar menutup rumpangnya jejak diri dan duri di tumpukan jerami

 

4

Fenomena saat ini ...

Lampu yang nyala, terang yang dipuja. Gelap hingap, kawah berseteru. Sampul yang basah isi yang meranum. Titik kosong dihenti; garis cepat berlaju ...

 

5

(Aku), ujung dari dua utas tali yang sudah disimpul mati.

(Ia), sepasang jiwa dan badan yang tak sempat menepi.

Kemudian (Kamu), adalah diri sejati yang bagaimana pun memeragakan peran yang tak kunjung terganti.

Tapi, tapi—harap diingat,

dalam goresan ini (Aku, ia dan kamu) hanya kata ganti

yang suatu saat lenyap, membentuk gelagat-gelagat simponi

 

6

Mataku sedang hujan

Oleh batu dan rimbunan asa

yang, basah di sana

Rintih tergema di sini

"Au" A mengisyaratkan 'aku'

dan U tunjuk pada 'usia'

Aku dan usia, akan lepas

 

7

Bila sampai waktuku,

aku ingin pergi ke dasar jurang;

mengambil bongkahan kasih cinta tanpa atribut

yang sempat kau punya di masa kecil;

lalu kaubuang di tengah perguruan arang akibat pertarungan sengitmu,

menggunakan api sebagai senjata

 

8

'Dor' tembakmu

Apakah ini tanda akan dekatnya hari raya(?)

Banyak gerlap, entah emas entah perak

Banyak kesah, entah asih entah asah

Kutanya pada semua yang berkenan ditanya

Hay, masihkah ada hari besok (?)

Belum sempat menjawab; gelaplah dunia

 

(Faidhumi)

Mranggen, 17 September 2020

Ikuti tulisan menarik Muhammad Faisal DH lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler