x

Iklan

AFNITA RAHMA AULIYA PUTRI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Oktober 2022

Minggu, 2 Oktober 2022 12:41 WIB

Menilik Peluang Pisang sebagai Komoditas Ekspor Andalan Indonesia


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pisang sebagai buah tropis yang berasal dari Asia Tenggara mempunyai peranan yang sangat penting dalam perdagangan buah internasional. Menurut FAO, pisang adalah salah satu buah yang paling banyak diproduksi, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara global.

Indonesia di antara negara di dunia merupakan pemroduksi pisang ketiga pada tahun 2020 (menurut data Statista)—hanya di  bawah India dan China, dengan produksi sebesar 8.182,76 ribu ton. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai pemroduksi pisang terbesar di Asia Tenggara, mengungguli Filipina yang dijuluki Raja Pisang Asia Tenggara.

Selama lima tahun terakhir, tren produksi pisang di Indonesia meningkat. Pada tahun 2021, produksi pisang meningkat sebesar 558,39 ribu ton (6,82%) dibanding 2020. Provinsi dengan produksi pisang terbesar adalah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Produksi Pisang di Indonesia (dalam Ribu Ton)

Grafik Produksi Pisang di Indonesia dari Publikasi BPS, Statistik Holtikultura 2021

Tidak hanya jumlah produksinya, konsumsi pisang oleh rumah tangga Indonesia juga mengalami peningkatan signifikan di tahun 2021, yakni naik sebesar 33,81% (603,4 ribu ton) dari tahun 2020, mencapai 2,39 juta ton. Namun, selama empat tahun sebelum itu, tren konsumsi pisang menurun.

Konsumsi Pisang oleh Rumah Tangga di Indonesia (dalam Ribu Ton)

Grafik Konsumsi Pisang di Indonesia dari Publikasi BPS, Statistik Holtikultura 2021

Melihat perbedaan yang besar antara jumlah produksi dan konsumsi pisang di Indonesia, dapat dikatakan konsumsi pisang Indonesia masih relatif rendah. Itulah alasan pisang belum menjadi komoditas yang berpengaruh besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, tidak seperti cabai atau bawang merah.

Dengan jumlah produksi pisang yang jauh melampaui Filipina, Indonesia masih jauh di belakangnya jika perihal ekspor pisang ke perdagangan dunia. Filipina dengan posisi keenam dalam hal produksi pisang pada tahun 2020 mampu menjadi eksportir pisang terbesar di Asia Tenggara dan posisi kedua di dunia—posisi tersebut telah ditempatinya sejak tahun 2015 hingga 2021, menurut data FAO. Sementara posisi Indonesia sebagai eksportir pisang masih berada di bawah banyak negara lain (yang bahkan tidak masuk 10 negara pemroduksi pisang terbesar).

Berikut adalah tabel perbandingan besaran ekspor pisang (dalam ton) oleh negara Filipina dan Indonesia selama tujuh tahun, sejak 2014 sampai 2020, menurut informasi dalam Banana Market Preview—Publikasi FAO 2020.

Tabel Perbandingan Jumlah Produksi dan Ekspor Pisang di Indonesia dan Filipina

Apa yang menciptakan perbedaan besar antara Indonesia dan Filipina dalam besaran ekspor pisangnya? Hal tersebut disebabkan di Indonesia, sebagian besar produk pisangnya masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan di Filipina, pisang telah menjadi produk uunggulan yang digunakan untuk komoditas ekspor, bahkan menyumbang 10% PDB-nya.

Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah atau pedagang pisang pada umumnya, untuk mengangkat pisang sebagai komoditas andalan ekspor, melihat dari banyaknya jumlah pisang yang dihasilkan tiap tahun?

Pertama, meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi pisang. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan re-branding pisang. Dengan pola pikir masyarakat yang baik tentang pisang,  dibarengi konsumsi yang besar atasnya, pisang akan menempati posisi signifikan dalam perekonomian nasional.

Kedua, meningkatkan kualitas pisang yang dihasilkan. Untuk pisang lokal agar dapat masuk pasaran global adalah memenuhi Global Good Agriculture Practice (GAP) for Banana Production. Artinya, ada enam hal yang perlu diperhatikan, yaitu proses produksi menerapkan higienitas yang baik, bebas residu pestisida, menerapkan sistem traceability, menjamin keamanan dan kesejahteraan pekerja, produksi ramah lingkungan, dan menerapkan sistem yang mengatur produk GMO. Lokasi dan teknologi budi daya juga sangat memengaruhi kualitas pisang untuk ekspor.

Ketiga, mengorganisasi petani. Petani pemilik lahan perlu dikoordinir untuk dapat memproduksi pisang sesuai standar mutu yang telah ditentukan—karena seperti yang kita tahu, petani di Indonesia umumnya membudidayakan pisang sebagai sampingans aja. Untuk dapat memasok pasar secara luas dan berkelanjutan diperlukan pengorganisasian yang menjembatani para petani dengan pasar.

Ikuti tulisan menarik AFNITA RAHMA AULIYA PUTRI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler