x

Sumber ilustrasi: ancient-origins.net

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 5 Oktober 2022 12:53 WIB

Jejak

Kailona Aran berbicara kepada unsur alam. Kepada api yang membakar pelipisnya. Kepada air yang menjadi unsur dasar manusia yang mengalir dari mulutnya, terjalin dengan benang merah yang indah. Kepada udara yang melayang keluar masuk dari hidungnya. Dia perlu menarik lebih banyak lagi untuk mendorong kata-kata membuntang dari tenggorokannya. Mereka akan membantunya. Mereka akan melepaskan benang darah dari kata-katanya sampai akhir tiba. Ketika benang terakhir jatuh dari bibirnya, dia habis. Dia akan memberi tahu mereka segalanya. Dia akan melambung tinggi, tinggi di atas tubuhnya yang hancur.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kailona Aran berbicara kepada unsur alam.

Kepada api yang membakar pelipisnya. Kepada air yang menjadi unsur dasar manusia yang mengalir dari mulutnya, terjalin dengan benang merah yang indah. Kepada udara yang melayang keluar masuk dari hidungnya. Dia perlu menarik lebih banyak lagi untuk mendorong kata-kata membuntang dari tenggorokannya. Mereka akan membantunya. Mereka akan melepaskan benang darah dari kata-katanya sampai akhir tiba. Ketika benang terakhir jatuh dari bibirnya, dia habis. Dia akan memberi tahu mereka segalanya. Dia akan melambung tinggi, tinggi di atas tubuhnya yang hancur.

Kailona Aran berbicara saat bayangan mereka menjelma dan terombang-ambing di atasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka membakar Kailona Aran di Pantai Bakakia, tetapi pertama-tama, mereka mencekiknya. Mengunci napasnya di dalam paru-paru berikut kata-katanya yang terakhir. Karena belas kasihan, kata mereka, untuk menyelamatkannya dari gigitan lidah api.

Pada hari pembakaran, mereka berdiri dengan penonton lain dan menyaksikan kehancuran tubuhnya. Penghakiman tanpa kehadiran adyaksa diam-diam menjadi nyala.

Tapi abu Kailona Aran bukanlah debu terang dari api unggun yang mendingin. Lebih seperti jelaga berlemak dari jenis yang menempel pada permukaan pantat kuali, juga bagian dalam panci dan wajan. Mengolesi bunga kamboja penghias telinga dan keliman kain penutup paha serta lingkar rambut yang melilit tubuh.

Mungkin mereka berdiri di dekat api ketika Kailona Aran terbakar. Bagaimanapun caranya, jejak hangusnya menempel dan mereka tidak pernah berhasil menghilangkannya. Partikel-partikel halus melapisi sekilas indra mereka. Setiap bunyi diimbuhi nada-nada suaranya. Setiap fajar dihiasi dengan bintik-bintik hitam abu pembakarannya.

Kailona bernyanyi dalam setiap mimpi mereka. Mimpi saat mereka menggulung kerinduan merah darah ke tarian nyala besar, benang muncul dari mulut seorang wanita tak jauh dari bidang penglihatan mereka. Saat mereka bekerja, mereka tahu bahwa mereka ditakdirkan menjadi penggulung benang untuk selamanya.

Mereka membakar Kailona Aran, tapi dia akan hidup lebih lama dari mereka.

Dalam mimpi, dia menjilati kulit mereka. Setiap sapuan lidahnya membakar seperti api neraka dan meninggalkan sensasi kebas bagai laksaan semut berbaris di belakangnya.

Dunia luar tidak tahu apa-apa tentang cambukan dan siksaan tidur ini. Tak henti-hentinya menggerogoti jiwa abadi mereka dengan jutaan unsur kecil yang merangkak. Pintu kewarasan mereka berderit di engsel yang berkarat. Bagi dunia luar, mereka hanya terlihat pudar dan menipis, nyala api lesu menyelubungi tepian tunggul lilin jelaga.

Dan pada akhirnya mereka keluar begitu saja, satu demi satu, tanpa ribut-ribut, tanpa kata-kata. Yang tersisa hanyalah ekor asap tipis yang dengan sia-sia mencoba naik ke udara, membumkbung ke langit-langit. Namun yang terjadi sebaliknya. Ekor ular hitam itu tenggelam ke lantai dan menghilang.

Hampir tidak meninggalkan jejak, bahkan tidak cukup debu untuk meninggal sidik jari kelingking bayi.

 

Bandung, 5 Oktober 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB