x

Aktivitas berbagi makanan yang dilakukan relawan Peduli Pangan di kawasan Tebet, Manggarai, dan Kampung Melayu.

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Kamis, 6 Oktober 2022 14:29 WIB

Jangan Mati di Dalam Hidup

Banyak orang tidak memiliki dinamika dalam kehidupannya. Meskipun masih muda tapi hidupnya datar saja. Bagaimana sebaiknya kita bersikap? Sila baca terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jangan mati di Dalam Hidup

Bambang Udoyono, penulis buku

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mari kita belajar budaya nenek moyang lagi.  Kali ini budaya Jawa.  Dalam bahasa Jawa ada ungkapan ojo mati sakjroning urip yang dalam bahasa Indonesia artinya jangan mati dalam hidup.   Apa maksudnya? Mari kita otak atik.

 

Seseorang bisa saja mati dalam hidup.  Artinya raga masih hidup dan masih sehat.  Meskipun demikian hidupnya tidak dinamis.  Hidupnya tidak seru.  Dia tidak memiliki greget.  Dia tidak memiliki enerji.  Akibatnya hidupnya ya begitu begitu saja.  Tidak ada sesuatu yang berarti.    

 

Ungkapan Jawa ini ternyata senada denan sebuah quote dari Maulana Jalaludin Rumi.  Demikian kutipannya. I learned that every mortal will face death. But only some will taste life. (Saya menyadari kalau setiap mahluk hidup akan mati.  Tapi hanya beberapa yang akan merasakan hidup)  Menurut Rumi hanya sedikit saja orang yang hidupnya benar benar hidup. Kebanyakan orang hanya raganya saja yang hidup, tapi hidupnya hambar, tidak ada dinamika. 

 

Itulah orang yang tidak kreatif, tidak brani menghadapi masalah, tidak berjuang, malas, hanya mengAndalkan kekayaan atau kekuasaan orangtuanya. Dalam budaya Jawa metaforanya ada dalam  cerita Lesmono Mondro Kumoro.  Dalam amatan saya banyak sekali orang seperti itu di masyarakat.

 

Bagaimana agar hidup ini dinamis?  Apa perlu cari masalah?  Tentu tidak perlu cari masalah karena masalah sudah banyak.  Sesuatu yang diperlukan adalah menyalakan semangat.  Sebenarnya orang tualah yang paling pas untuk menjalankan tugas itu.  Sayangnya dalam kenyataan banyak sekali orang tua yang tidak mampu melakukannya.  Maka dibutuhkan orang lain yang mampu melakukannya.

   

Jika Anda sudah ‘selesai dengan diri Anda sendiri’ maka tiba saatnya memberi sesuatu agar semakin banyak orang yang bangkit gregetnya.   Apa yang diberikan? Bisa apa saja.  Dana, ilmu, waktu, tenaga, perhatian, pikiran, kesempatan dsb.  Perhatikan kondisi masyarakat sekitar terutama di bawah Anda maka Anda akan menemukan banyak ladang amal. Dengan kata lain jadilah altruistik. Beri sumbangan konstruktif kepada masyarakat.

 

Kadang yang dibutuhkan bukan dana, bukan nasehat tapi ilmu dan kesempatan.  Jika Anda punya ilmu, apapun itu, coba saja sedekahkan ke masyarakat.   Pasti ada orang yang membutuhkan ilmu Anda.  Demikian juga kalau Anda mampu memberi kesempatan.  Bahkan mungkin sekedar informasi tentang sebuah peluang.

Banyak orang yang bangkit gregetnya setelah mereka melihat peluang yang nyata buat mereka.  Jadi memberi informasi tentang sebuah peluang juga sangat bermanfaat.

 

Monggo memberi apa saja.  Mari tularkan enerji positif. Bangkitkan dinamika masyarakat. Sebab tidak semua warga generasi milenial dan gen z itu dinamis dan kreatf.  Pemberian itu semua akan kembali kepada Anda, cepat atau lambat. Bentuknya bisa apa saja.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler