x

image: Suburban Simplicity

Iklan

Suko Waspodo

... an ordinary man ...
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 8 Oktober 2022 06:19 WIB

Stereotip tentang Remaja yang Bisa Menyebabkan Bahaya

Stereotip negatif itu berbahaya, dan kita tidak boleh melanggengkan stereotip tentang perilaku remaja yang kita tidak ingin remaja kita sendiri membentuk kebiasaan dan otak mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Prakonsepsi negatif tentang remaja menciptakan ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.

Poin-Poin Penting

  • Stereotip negatif tentang remaja berdampak pada konsepsi diri remaja dan keyakinan tentang perilaku normatif.
  • Remaja yang mendukung stereotip negatif tentang diri mereka lebih terlibat dalam pengambilan risiko.
  • Remaja yang mendukung stereotip negatif tentang diri mereka sendiri mengalami perubahan otak yang terkait dengan penurunan kendali kognitif.

Kita semua pernah mendengar stereotip bahwa remaja pemberontak, pembuat onar, atau malas. Sampai batas tertentu, ini benar. Remaja, yang otak dan tubuhnya masih berkembang, membutuhkan lebih banyak tidur daripada kita semua, dan secara neurologis lebih sensitif terhadap penghargaan dan kurang sensitif terhadap risiko daripada orang dewasa dan anak-anak yang lebih muda (Carskadon, 1990; Duell et al., 2016). Namun, stereotip negatif tentang remaja yang dibesar-besarkan oleh media (à la Ferris Bueller's Day Off atau Mean Girls) dapat mengubah perilaku nakal selama masa remaja menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mempelajari Stereotip

Dalam studi longitudinal tiga tahun berjudul Youth’s Conceptions of Adolescence Predict Longitudinal Changes in Prefrontal Cortex Activation and Risk Taking During Adolescence, para peneliti menemukan bahwa stereotip negatif tentang perilaku remaja memprediksi tidak hanya pengambilan risiko di masa depan, tetapi juga perubahan neurologis yang berdampak pada pengaturan diri. Qu et al., 2018).

Pada tahun pertama, para peneliti mensurvei 22 siswa kelas tujuh tentang konsepsi mereka tentang perilaku remaja dengan menanyakan apakah pernyataan seperti "sedikit peduli tentang memenuhi kewajiban keluarga" dan "bekerja keras untuk memenuhi harapan orang tua" lebih, kurang, atau sama-sama benar tentang remaja. dibandingkan dengan anak-anak yang lebih muda. Untuk memastikan bahwa hasil tidak bias oleh hubungan keluarga yang buruk, peneliti juga mengumpulkan data tentang kualitas hubungan orang tua-anak, dan mengendalikan variabel-variabel ini.

Pengambilan Risiko dan Kendali Kognitif

Pada tahun kedua dan ketiga, para peserta kembali untuk dipindai otaknya dan menjalani tes kognitif. Setiap tahun, para remaja berpartisipasi dalam “tugas Go/NoGo” di pemindai fMRI. Peserta diminta untuk menekan "Go" secepat mungkin ketika sebuah huruf muncul di layar, tetapi untuk tidak menekan "go" jika huruf itu adalah "X." Tingkat keberhasilan atau kegagalan tugas mengukur kemampuan pengaturan diri peserta (dikenal sebagai "kendali kognitif") dan aktivasi otak juga diukur saat peserta terlibat dalam kendali kognitif.

Setiap tahun, para remaja juga melaporkan perilaku pengambilan risiko mereka dengan menilai kebenaran atau kesalahan pernyataan seperti "Saya bergaul dengan teman sebaya yang mendapat masalah."

Stereotip Dampak Pengambilan Risiko Remaja

Para peneliti menemukan bahwa remaja yang mendukung lebih banyak stereotip negatif tentang remaja terlibat dalam lebih banyak perilaku pengambilan risiko selama transisi dari sekolah menengah ke sekolah menengah, menunjukkan perilaku yang terpenuhi dengan sendirinya. Asosiasi ini tetap benar bahkan setelah mengendalikan sejumlah variabel lain termasuk kualitas hubungan orang tua, jenis kelamin, status pubertas, dan status sosial ekonomi.

Stereotip Memengaruhi Otak Remaja

Selain itu, remaja yang mendukung lebih banyak stereotip negatif juga memiliki aktivasi otak yang lebih tinggi di korteks prefrontal ventrolateral (VLPFC) selama uji coba NoGo, yang menunjukkan lebih banyak upaya atau kesulitan yang terkait dengan kontrol kognitif. Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa peningkatan aktivitas VLPFC selama kontrol kognitif juga dikaitkan dengan peningkatan pengambilan risiko selama masa remaja (Qu et al., 2015).

Ramalan yang Menggenapi Diri Sendiri

Temuan ini menunjukkan bahwa prasangka tentang masa remaja yang dipegang oleh remaja itu sendiri dapat bertindak sebagai ramalan pemenuhan diri dua langkah (Buchanan & Hughes, 2009; Qu et al., 2018). Pertama, stereotip negatif tentang remaja yang diabadikan oleh media, keluarga, dan kelompok sebaya dapat membentuk pemahaman remaja tentang perilaku apa yang normal, dan mungkin membuat mereka lebih mungkin untuk melakukan stereotip negatif seperti pemberontakan. Kedua, jika perilaku impulsif menjadi norma, otak remaja yang sedang berkembang mungkin tidak menjalankan kontrol kognitif, sehingga secara neurologis lebih sulit untuk terlibat dalam pengaturan diri di masa depan.

Pesannya jelas: Stereotip negatif itu berbahaya, dan kita tidak boleh melanggengkan stereotip tentang perilaku remaja yang kita tidak ingin remaja kita sendiri membentuk kebiasaan dan otak mereka.

***
Solo, Jumat, 7 Oktober 2022. 5:07 pm
'salam hangat penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko

Ikuti tulisan menarik Suko Waspodo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler