x

Kekerasan terhadap perempuan

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Kamis, 13 Oktober 2022 06:32 WIB

KDRT Tidak Harus Diselesaikan di Pengadilan

Berbeda jika sudah melibatkan sebuah lembaga tertentu atau aparat penegak hukum, selain membutuhkan biaya yang sangat besar, menguras energi dan waktu; biasanya masalah justeru kian berat dan rumit, bahkan bisa menggiring rumah tangga menuju ambang kehancuran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

KDRT TIDAK HARUS DISELESAIKAN DI PENGADILAN

 

Akhir-akhir ini media massa sedang gencar memberitakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh seorang aktor terkenal kepada istrinya yang seorang artis terkenal pula. Sontak kasus itu begitu menyita perhatian publik karena pihak korban melaporkan peristiwa itu ke aparat penegak hukum. Masyarakat pun merasa heran, pasangan muda yang belum lama menikah itu yang awalnya terlihat begitu rukun dan mesra, kini sedang berada di ambang kehancuran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apakah sebegitu besarnya KDRT yang dilakukan oleh Billar sehingga Lesti harus melaporkannya kepada aparat kepolisian? Adakah Billar memiliki alasan yang cukup kuat sehingga dia terpaksa melakukan penganiayaan terhadap istrinya? Mengapa mereka tidak menyelesaikan permasalahan mereka secara kekeluargaan terlebih dahulu?

 

Hakikat Berumah Tangga

Setiap rumah tangga pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Setiap pasangan suami-isteri pasti pernah mengalami konflik. Siapapun itu. Sepertinya mustahil ada rumah tangga yang lurus-lurus saja, tanpa ada konflik sama sekali. Ibarat masakan, masalah adalah bumbunya orang berumah tangga. Justeru adanya problem itulah rumah tangga menjadi lebih berwarna.

Rumah tangga yang bahagia bukan berarti tanpa masalah. Setiap rumah tangga pasti akan diuji dengan berbagai masalah. Namun yang terpenting bukan pada masalah itu sendiri, melainkan bagaimana pasangan suami-isteri mampu mencari solusi atas persoalan yang sedang mereka hadapi.

Reaksi terhadap suatu masalah juga sangat menentukan dalam penyelesaiannya. Bisa jadi masalah kecil sengaja dibesar-besarkan. Bisa pula masalahnya sepele, namun disikapi dengan sangat serius. Atau dapat pula sebenarnya persoalan itu bisa diselesaikan secara internal keluarga, namun buru-buru melaporkannya ke aparat penegak hukum.

Setidaknya ada tiga langkah yang bisa ditempuh pasangan suami-isteri yang sedang mengalami konflik untuk mencari penyelesaian, yaitu:

  1. Penyelesaian Internal

Diselesaikan secara internal antara suami-isteri itu sendiri tanpa melibatkan orang lain (pihak ketiga). Mereka bisa duduk bersama empat mata, dengan kepala dingin dan jiwa yang lapang, berbicara dari hati ke hati. Masing-masing pihak membuka diri. Siap untuk menjadi pendengar yang baik, siap untuk menerima pihak lain apa adanya. Ini semua dilakukan atas dasar saling menghormati, saling menghargai, dan bertujuan win-win solution demi kebaikan bersama.

Saya yakin, jika ini bisa dilakukan dengan baik, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Barangkali saja konflik yang sering terjadi selama ini hanya disebabkan oleh kurangnya komunikasi, kurang terbuka satu sama lain, kurang memahami keinginan dan kebutuhan satu sama lain, atau malah hanya kurang bisa menjadi pendengar yang baik.

Jadi, utamakan setiap ada permasalahan keluarga, cukuplah suami-isteri yang tahu. Kalau perlu orang tua atau mertua tidak perlu tahu. Tampakkanlah kepada mereka maupun kepada masyarakat bahwa kalian baik-baik saja lho, sekalipun kalian sedang dilanda masalah berat. Menurut Al Qur’an, suami adalah pakaian istri dan istri adalah pakaian dari suami, sehingga harus saling menutupi kekurangan maupun keburukan satu dengan lainnya.

Maka, jika ada rumah tangga yang mengumbar aib pasangannya di media sosial atau di media massa, itu sama saja membuka koreng di tubuh sendiri. Bukan menyelesaikan masalah, akan tetapi justeru masalah akan semakin membesar dan rumit. Berarti dia belum memahami secara baik dan benar tentang konsep dan tujuan orang berumah tangga. Dia juga belum bisa membedakan mana ranah privat dan mana yang ranah publik.

  1. Melibatkan Pihak Ketiga (Mediasi)

Ini merupakan anjuran dari ajaran agama. Ketika pasangan suami-isteri tak lagi mampu menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi secara internal, maka disarankan untuk melibatkan pihak ketiga yang dinilai kredibel dan netral. Pihak ketiga ini bisa berasal dari keluarga suami, keluarga isteri, tokoh masyarakat, pemuka agama, penyuluh KUA, konsultan, dll yang keputusannya diharapkan bisa diterima oleh kedua belah pihak.

Apabila dalam konflik ini yang bersalah adalah pihak suami, contoh kasus dia telah melakukan KDRT. Maka sebaiknya carilah pihak ketiga dari keluarga si suami sendiri, sosok yang sangat dihormati dan disegani oleh suami, yang ucapannya selalu didengar dan ditaati oleh suami, dan suami memiliki kepercayaan penuh terhadapnya.

Insya Allah, cukup dengan melibatkan pihak ketiga, konflik akan dapat diselesaikan dengan baik dan memuaskan semua pihak. Karena biasanya seorang mediator akan berusaha sekuat tenaga untuk bisa menyatukan keduanya kembali dan mengarahkan keduanya untuk tetap komitmen dalam membangun rumah tangga ke depannya.

Berbeda jika sudah melibatkan sebuah lembaga tertentu atau aparat penegak hukum, selain membutuhkan biaya yang sangat besar, menguras energi dan waktu; biasanya masalah justeru kian berat dan rumit, bahkan bisa menggiring rumah tangga menuju ambang kehancuran.

  1. Melibatkan Tuhan

Mungkin yang ketiga ini kedengarannya abstrak atau mengada-ada. Tapi percayalah. Yakinlah. Ketika penyelesaian internal buntu, sudah melibatkan pihak ketiga juga tanpa hasil, jalan terakhir adalah dengan melibatkan Tuhan atas semua masalah kehidupan yang kita hadapi. Sebagai seorang yang beriman, yakinlah 100% bahwa ketika Dia yang menciptakan masalah, maka dia pula tahu solusinya.

Untuk itu, jedalah sejenak. Renungkanlah sekaligus melakukan introspeksi diri. Lalu mohonlah kepadaNya untuk memberikan petunjuk dan solusi. Setelah itu berserah diri kepadaNya dengan kepasrahan total. Si isteri yang mendapat perlakuan KDRT berniat dengan ikhlas dan tulus memberikan maaf kepada suaminya. Dia juga akan menerima suaminya apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Di sisi lain, si suami harus mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada istrinya. Selain itu, ia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruknya lagi dan menutupinya dengan perbuatan-perbuatan yang baik.

Dan lihatlah apa yang akan terjadi. Keajaiban tiba-tiba datang. Masalah yang kita anggap besar dan nyaris membuat putus asa, akhirnya bisa selesai dengan mudah. Lebih dari itu, justeru dari peristiwa itu pasangan suami-isteri menjadi lebih rukun dan harmonis.

 

Sekiranya ketiga pilihan di atas tidak diambil dan pihak korban KDRT langsung melaporkannya ke pengadilan, ini pun diperbolehkan, sebagaimana tercantum dalam Buku Nikah dalam Sighat Taklik poin (3). Dengan demikian, maka jatuhlah talak satu dari suami kepada isterinya. Sekalipun diperbolehkan, Allah sendiri tidak menyukai perihal perceraian.

Namun jika pihak isteri mau memaafkan suami demi keberlangsungan biduk rumah tangga, tentu ini adalah pilihan terbaik. Secara umum, memaafkan adalah sebuah kemuliaan tertinggi. Banyak kok permasalahan rumah tangga yang lebih berat dari yang dialami Lesti, namun bisa diselesaikan dengan baik tanpa melibatkan pengadilan dan keluarga tetap utuh.

Dalam konteks konflik Billar-Lesti, toh kita hanya tahu dari luar, dari berita dan penilaian subyektif kita. tidak pernah tahu jeroan-nya, tidak pernah tahu persis akar permasalahannya. Sekalipun kita semua menganggap bahwa Billar telah bersalah melakukan KDRT. Namun bisa jadi Billar terpaksa melakukan itu karena harga dirinya sebagai lelaki dan suami ternodai. Atau dia memang memiliki karakter bawaan yang kejam. Maybe.

Sebagai penutup bahwa ketika seseorang telah memutuskan untuk hidup berumah tangga, maka seharusnya aku dan kamu berubah menjadi KITA. Kalau masih tetap dengan predikat AKU dan KAMU, maka yang akan diutamakan adalah ego. Ciri-ciri ego adalah mau menang sendiri, merasa benar sendiri, termasuk lebih baik hidup sendiri (memilih bercerai).

 

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu