Aku Tulis Namamu di Hatiku dan Selamanya Dia Akan Tinggal

Selasa, 18 Oktober 2022 12:25 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Maulana Jalaludin Rumi, sang empu sufi dari Konya, menulis hubungan cinta kasihnya dengan sang khalik dengan sangat indah dan puitis. Hubungan mahluk dan sang khalik memang seharusnya adalah hubungan penuh kasih sayang. Ikuti terus paparan berikut ini.

Aku Tulis Namamu di Hatiku dan  Selamanya Dia Akan Tinggal

 

Bambang Udoyono, penulis buku

 

I wrote your name in my heart and forever it will stay.  (Rumi)  Aku tulis namamu di hatiku dan selamanya ia akan tinggal.  Indah sekali dan romantis sekali kata mutiara dari Maulana Jalaludin Rumi ini.  Hanya seorang empu sastra yang mampu mengutarakan cintanya dengan kalimat yang indah itu.  Mari kita ulas.

 

Jangan tafsirkan cinta Rumi itu sebagai ungkapan  gombal orang biasa.  Orang sekelas Rumi pastilah tidak suka nggombal.  Kalimat itu adalah ungkapan cintanya kepada sang penciptanya.  Memang idealnya hubungan antara sang khalik (pencipta) dengan mahluk (ciptaan) adalah hubungan yang saling mencintai, saling menyayangi.  Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah swt bersifat pengasih penyayang.  Tapi mengapa banyak orang tidak merasakannya?  Lalu mereka tidak membalas cintaNya.

 

Kendalanya adalah ego dan nafsu manusia.  Pada dasarnya semua orang memilikinya tapi ada yang sudah menguasainya dan banyak yang belum menguasai dan justru dikuasai. Orang yang dikuasai ego ini mengira bahwa jika Tuhan mencintai itu artinya harus memanjakan. Keinginannya harus dikabulkan dengan cepat.  Jadi dia maunya kaya raya, berkuasa, tidak ada masalah dsb.  Dia tidak mau ada kerugian, sakit, ujian, kesulitan dll. 

 

Allah swt memang bersifat pengasih, penyayang dan juga pengampun. Meskipun demikian Allah di dalam Al Qur’an menegaskan bahwa manusia akan diuji dengan berbagai kesulitan. Maka orang yang egois dan dikuasai nafsu menganggap Tuhan tidak mencintainya.

 

Selain itu ada juga pemberian yang namanya istidraj. Kalau dalam bahasa Jawa dilulu, artinya diberi tapi tanpa rido.  Inilah pemberian untuk orang yang melakukan pelanggaran aturan Allah.  Orang yang melakukan banyak maksiat tapi malah makmur. Itulah dilulu atau istidraj. 

 

Semua ritual seperti solat, puasa dll jika dilakukan dengan baik akan membuat orang merdeka dari penjajahan nafsu dan setan. Orang yang sudah menggapai kemerdekaan sejati ini akan merasakan kenikmatan cinta Allah swt yang melebihi cinta manusia.  Dengan segala hormat, malah lebih daripada cinta seorang ibu kandung.  Mohon maaf seorang ibu juga masih manusia biasa. Beliau juga memiliki keterbatasan.  Apakah cintanya setara dengan cinta kasih Allah swt?  Cinta kasih Allah tidak dibatasi oleh egoisme atau apapun. 

 

Saya yakin tahap itulah yang sudah dicapai oleh Rumi.  Dia sudah mencapai kemerdekaan sejati. Maka hubungannya dengan Tuhannya adalah hubungan saling mencintai, saling menyayangi.  Orang yang sudah sangat dekat dengan Allah itu akan merasakan kebahagiaan sejati. Di duniapun dia sudah bahagia.  Insya Allah di akherat dia juga akan merasakan kebahagiaan sejati selamanya. 

 

Orang seperti itu akan dikabulkan segala doanya.  Meskipun demikian dia tidak meminta kekayaan duniawi yang jauh di luar kebutuhannya.  Karena dia tidak dikuasai nafsu ingin memiliki harta sebanyak banyaknya.  Tapi orang seperti itu tidak miskin juga. Dia kecukupan.  Semua kebutuhannya terpenuhi.

 

Jadi silahkan berupaya membebaskan diri dari penjajahan hawa nafsu dan egoisme.  Caranya sudah jelas.  Tinggal diniatkan saja maka nanti akan ada jalan.  Monggo.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler