x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 24 Oktober 2022 07:39 WIB

Pancapresan Mandeg, Partai-partai Masih Menunggu di Halte

Pencalonan presiden oleh partai-partai masih belum bergerak maju. Penjajagan di antara elite politik belum membuahkan hasil pasti. Agar tetap bisa berkuasa mungkin saja partai-partai yang saat ini duduk di pemerintahan akan membangun persekutuan besar. Targetnya mengalahkan calon Nasdem, PKS, dan Demokrat. Mereka tinggal berunding siapa capres dan cawapres, serta pembagian kursi di kabinet akan seperti apa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nasdem sudah berani, dan niscaya dengan perhitungan politis, mendeklarasikan calonnya untuk maju ke pemilihan presiden 2024. Anies Baswedan secara formal bukanlah kader partai, tapi Surya Paloh sangat mungkin melihat kedekatan visi Anies dengan dirinya dan Nasdem. Langkahnya sempat memancing respon minor, bahkan nyinyir—dengan mengedepankan kosakata yang cenderung mencemari ruang publik. Tapi Surya dan Nasdem jalan terus.

Setelah menyatakan mencalonkan Prabowo Subianto, Gerindra belum menunjukkan tanda-tanda akan bergerak ke arah mana. Sempat memicu spekulasi publik bahwa ia akan berpasangan dengan Puan Maharani setelah pertemuan mereka, kini belum terlihat jelas apa yang akan dilakukan Prabowo. Begitu pula dengan nasib rencana duetnya dengan Muhaimin Iskandar dari PKB, tak terdengar lagi deru anginnya yang semestinya semakin besar.

Akankah Prabowo tetap ingin maju. Ia akan menggandeng siapa jika tetap maju—Puan atau Muhaimin, atau ia akan memilih mundur dari pencalonan untuk menjadi salah seorang king maker? Mungkinkah ini terjadi, sekalipun barangkali hasratnya untuk mencoba sekali lagi peruntungannya belum surut?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Muhaimin dan PKB tampaknya merasa tidak nyaman dengan ketidakpastian duet bersama Prabowo dan Gerindra. Ketika ia menawarkan diri untuk berpasangan dengan Puan dan PDI-P, tampaknya ia ingin menyampaikan pesan kepada Prabowo dan Gerindra bahwa ia bisa memilih pasangan lain. Tapi Prabowo kemudian menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan yang lebih dekat dengan PDI-P dibandingkan Muhaimin dan PKB.

Koalisi Indonesia Bersatu [KIB], yang mempertemukan Golkar, PPP, dan PAN, juga belum gamblang kelanjutannya. Dalam perayaan 58 tahun Golkar yang berlangsung baru-baru ini, yang dihadiri oleh Presiden Jokowi, serta tokoh senior seperti Jusuf Kalla dan Akbar Tanjung, Ketua Umum Golkar Airlangga Hatarto mengatakan bahwa Jokowi sudah tahu nama-nama calon presiden yang akan diusung oleh KIB.

Walaupun sebelumnya Golkar sudah menyatakan akan mengusung Airlangga, tapi dalam acara ini Airlangga mengatakan partainya akan mengikuti arahan Presiden agar penetapan capres dan cawapres tidak terburu-buru dan tidak sembrono. “Kita akan pilih yang tepat,” kata Airlangga seperti dikutip Republika. Apakah ini berarti keputusan untuk mengusung Airlangga akan berubah karena popularitasnya belum mencapai tataran atas, ataukah pernyataan Airlangga itu hanya basa-basi politik untuk menyenangkan Presiden?

Dalam beberapa kali kesempatan, elite PAN dan PPP menyebut-nyebut nama Ganjar. Apakah karena hal ini kemudian Airlangga terlihat patuh kepada nasihat Jokowi? Tak lain karena Ganjar terkesan jadi pilihan Jokowi untuk jadi penerusnya? Apakah Airlangga merasa akan memetik keuntungan bila ia berpasangan dengan Ganjar, oleh karena popularitas kader PDI-P ini jauh melampaui popularitas dirinya?

Angin politik memang masih bisa berubah-ubah. Nasib pencalonan Anies pun masih menunggu perundingnan di antara Nasdem dengan PKS dan Demokrat, apa lagi jika bukan soal siapa bakal cawapres yang akan dipasangkan dengan Anies.

Karena itulah partai-partai terlihat seperti tengah menunggu ke arah mana angin politik berembus kuat. Partai-partai ini tak ubahnya calon penumpang yang tengah menunggu di halte. Mereka menanti bis terbesar dan terkuat yang mungkin lewat. Bahkan, sekalipun harus menunggu hingga menit-menit terakhir, partai-partai ini akan melakukannya ketimbang mendeklarasikan calon di waktu dini tapi kemudian potensi kalahnya cukup besar.

Dengan ikut menumpang bis besar, partai-partai ini berharap dapat ikut menikmati kemenangan pemilu mendatang dan bisa duduk di kabinet pemenangnya. Saking khawatirnya tidak dapat duduk di eksekutif, boleh jadi partai-partai ini akan bersama-sama membentuk koalisi besar agar bukan calon alternatif yang memenangi kontestasi. Artinya, mungkin saja partai-partai yang saat ini duduk di pemerintahan akan membangun persekutuan besar untuk mengalahkan calon Nasdem, PKS, dan Demokrat. Mereka tinggal berunding siapa capres dan cawapres, serta pembagian kursi di kabinet akan seperti apa. Mereka tidak peduli bahwa hal itu membatasi peluang majunya calon alternatif yang memungkinkan rakyat punya pilihan lebih banyak. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler