x

Iklan

Anwar Syafii Pulungan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Selasa, 25 Oktober 2022 09:24 WIB

Menimbang Otonomi Desa dalam Menekan Angka Putus Sekolah

Desa dan Pendidikan kita

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Desa menjadi wilayah yang rentan sebagai penyumbang angka putus sekolah. Berdasarkan data Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2017 bahwa anak putus sekolah di pedesaan lebih dominan sebesar 1,43 persen dibanding perkotaan sebesar 0,92 persen. Angka putus sekolah tersebut mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sebesar 0,32 persen dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1,54 persen serta sekolah menengah atas (SMA sederajat) 4,74 persen. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dirilis Mei 2022, menyebutkan bahwa ada 75.303 orang anak yang putus sekolah pada 2021.

Tentunya, ini menjadi PR bersama, tidak hanya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tetapi juga Pemerintah Pusat, Pemprov, Pemda dan Pemerintahan Desa itu sendiri. Penulis yang merupakan seorang guru dan anak desa merasa khawatir, setiap kali pulang ke kampung halaman mendapati beberapa anak-anak desa tidak lagi memakai seragam sekolah beserta segala perlengkapan sekolahnya sebagaimana anak-anak yang lain pada umumnya.

Lemahnya ekonomi menyebabkan diantara mereka ada yang membantu orang tua nya berkebun, ke sawah, bahkan mencari nafkah di usia yang seharusnya mendapatkan pendidikan, tidak sedikit juga yang mengadu nasib ke kota. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa diharapkan menjadi landasan bahwa desa memiliki kewenangan atau otonomi dalam menjalankan pemerintahan desa sebagaimana pada "Pasal 2" yaitu dalam (Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia), dalam amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 "Mencerdaskan Kehidupan bangsa" yang juga menjadi kewajiban pemerintah termasuk pemerintahan desa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam pelaksanaannya, pengaturan UU No.6 Tahun 2014 mengenai Desa diharapkan dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 74.961 desa. Upaya tersebut didukung dengan penyaluran dana desa oleh Kemendesa PDTT. Pada tahun 2022, per 12 Juli ini telah mencapai 51,35% atau Rp34,7 triliun dari pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 68 triliun.

Dana Desa sangat berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa. Berdasarkan data Kementerian Keuangan RI, Selama tahun 2015 sampai dengan 2020, Dana Desa telah menghasilkan beragam capaian output berupa infrastruktur yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup di desa. Infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi masyarakat berupa jalan desa (261.877 km), jembatan (1.494.804 meter), pasar desa (11.944 unit), BUMDES (39.844 kegiatan), tambatan perahu (7.007 unit), embung (5.202 unit), irigasi (76.453 unit), dan sarana olahraga (27.753 unit).

Dana Desa juga dipergunakan untuk membangun infrastruktur dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meliputi penahan tanah (237.415 unit), air bersih (1.281.168 unit), sarana MCK (422.860 unit), Polindes (11.599 unit), drainase (42.846.367 meter), PAUD desa (64.429 kegiatan), Posyandu (40.618 unit), dan sumur warga (58.259 unit). Lebih dari pada itu, Pemerintahan desa diharapkan tidak hanya berfokus kepada pembangunan Infrastruktur desa, tetapi juga pembangunan sumber daya manusianya.

Dengan adanya otonomi desa, pemerintahan desa memiliki kewenangan penuh dalam membangun desa. Ini diharapkan mampu memberikan solusi terhadap permasalahan angka putus sekolah yang terjadi di desa.

Penulis mencoba menyimpulkan beberapa hal mendasar yang ditemui di lapangan sebagai strategi dalam upaya menekan angka putus sekolah di desa. Beberapa diantaranya adalah dengan mensukseskan Kerakan Kembali Bersekolah (GKB) kepada setiap anak yang putus sekolah, mengkampanyekan pentingnya pendidikan, menyediakan alat transportasi bus desa bagi anak sekolah, memberikan bantuan biaya pendidikan bagi yang kurang mampu dan beasiswa kepada anak yang berprestasi di desa, membuat kebijakan wajib belajar pada malam hari, menghadirkan perpustakaan desa yang ramah, program literasi desa setiap hari Minggu pagi dan lain-lain.

Demikianlah beberapa strategi yang dapat dilakukan guna menekan angka putus sekolah yang terjadi di desa-desa dan negeri ini. Hal ini hendaknya menjadi perhatian kita bersama terutama bagi stakeholders dan pemerintahan desa. Sebab selain Infrastruktur hal yang utama yaitu sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang menjadi indikator kemajuan suatu bangsa.

Semoga perhatian dan kepedulian dari berbagai pihak serta kontribusi nyata dari desa ke desa membawa Indonesia menjadi negara maju, mampu bersaing dengan negara lain, menuju Indonesia Emas 2045

Ikuti tulisan menarik Anwar Syafii Pulungan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler