x

Digital Photography by Tasch 2022.

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Rabu, 26 Oktober 2022 18:34 WIB

Benih Esai Pohon Teduh untuk Negeri

Benih Esai Pohon Teduh Untuk Negeri. Artikel Cinta Bumi Indonesia. Keluarga-Indonesia, adalah sebuah akademi, edukatif, sederhana, menjalin renda-renda edukasi, menempa diri para ananda, memberi keteladanan, memahami tatakrama-akalbudi. Sematkan Bintangmu Teman Muda. Di Langit Tertinggi. Salam Baik Saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jejak kesantunan dari tradisi-tradisi, ajaran tata tertib mengolah hidup, tentang kebaikan, tujuan citacita. Tergambarkan di seragam para pelajar, pilihan telah diberikan kepada mereka, menentukan masa depan negeri ini. Itu sebabnya keteladanan, wajib, di.contoh.kan, oleh pemangku kedewasaan, kepentingan, kepada para pelajar.

Tangis pertama melihat dunia, awal mula kelahiran satu generasi dari keluarga Indonesia. Menuju proses belajar, membaca kalimat pendek, belajar mengenali alfabet, belajar menghapal perkalian angka-angka, penambahan, pengurangan nilai dari sejumlah angka, berkelanjutan. Pertama dalam hidup, menuliskan nama ‘Ayah-Ibu’, di bawah gambar rumah citacita, di antara kebun angan-angan di buku gambar Nusantara. 

Tak 'kan lari gunung dikejar, tak 'kan berpindah pula kenang-kenangan, keberanian, kejujuran, kecerdasan, keahlian, inteligensi, hingga spiritualitas pengajaran akalbudi. Buah cinta dari keluarga Indonesia bersama para guru pendidik, pemberi keteladanan kepada para ananda. Hingga menuju citacita mereka, mengolah hidup, membuka mata air dunia, dalam kompetisi-kompetisi selangkah demi selangkah meraih kemenangan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

**

Namun, masih ada saja gangguan frekuensi irasional, niskala lahan perseteruan agitasi olah vokal antar kepentingan mengudara, tercermin di layar-layar mediasosial, tak jua mampu manangkal isu negatif lewat sistem proteksi teknologi, kadang-kadang melewati garis merah, batas moral demokratisasi, isu-isu setara hoax, misalnya. 

Nusantara-Indonesia, pemilik kekayaan alam negeri tercinta ini, mungkin, antara lain, 'kan menulis pertanyaan di langit-Nya, semisal, akankah korupsi berakhir? 

Koruptor, berulang kali tertangkap oleh kehebatan, OTT-KPK, tapi tak jua kapok. Bagai bunglon adaptif melekat di pohon-pohon dengan kemampuan tercanggih mampu merubah warna, molos mondar-mandir dengan santai, cengar-cengir, melambaikan tangan kepada pemirsa-segala usia di layarkaca, and all media online. 

Biangkerok koruptor sempat dijemput di Bandara oleh pemangku kepentingan biro formal (?). Itu, tugas Kepolisian Negara, 'kan si koruptor terpidana, melawan undang-undang antikorupsi. Biro formal sebaiknya tetap melangkah dalam tugas sunyi nan suci, lalu senyap, good point.

**

Apakah koruptor hak-hak hidup generasi. Berani, maju, ke tengah publik, memberi pernyataan berhenti, dari sifat-sifat koruptif (?). Koruptor, dalam bentuk sebagaimana telah tercermin, kaum itu, bermental peanuts.

Korupsi haram loh, 'kan udah pada tau. Berhenti ya, korupsi. Demi memberi keteladanan pada 'Putra Putri Indonesia'. Beneran nih, ente, koruptor, mau berhenti korupsi (?). Masih ingatkan, setiap detik rumah ibadah memanggil anda, untuk bersegera, bertobat.

Korupsi, cermin buram kebudayaan negara, di manapun. Itu sebabnya pula, korupsi hidup subur, sejak abad pertengahan modernisme dunia di tengah arena kultus individu isme.ke.isme, kepentingan simbolik dalam istilah.

**

Mungkin, ‘watak terorisme’, nyaris serupa dengan ‘watak korupsi.teror ekonomi’, koruptor, si nyali tumpul itu sembunyikan identitas di saku celana. Apakah korupsi bisa sirna (?). Kaum teror pengecut itu, lempar batu sembunyi tangan, mungkin bertopeng propaganda multidimensi. Kalau ada perang semesta, mereka bakal ngumpet di kolong tempat tidur.

Tak punya nyali kekuatan tempur terbuka 'bela negara' man to man combat, seperti kemampuan, Jiwa Korsa Tentara Nasional Indonesia, TNI, sejak, 5 Oktober 1945, telah tertulis dalam sejarah Indonesia. TNI, adalah ‘Garda Depan’, pelindung negera tercinta ini. Manunggal, dengan rakyat Indonesia Bersatu, bersama Sang Dwiwarna. 

**

Berkat alam natural, di ranah tradisi negeri tercinta ini senantiasa bijaksana, dalam tatakrama suluk anti.amoral, lewat tembang-tembang menanam benih di subak-subak, di ladang-ladang, menyuburkan kekayaan hutan-hutan, menggelorakan kekayaan lautan Nusantara, seluas warisan leluhur purba, senantiasa bermanfaat melalui pemerintahan sebening langit Ilahi. Semoga ya Allah ...

Waktu, sampailah kepada kini, generasi muda, kakak-kakak, adik-adik ‘Satu Nusa Satu Bangsa’, membawa Bendera-bendera Kebangsaan, secepat cahaya menuju benua-benua melalui keberhasilan kompetisi keilmuan membanggakan di segala lini sektor. Amin.

Setelah melewati masa akil balig, menuju remaja dewasa. Setiap kali sungkeman dengan Ayah-Ibu, khusyuk, terasa mengalir darah, dari etos Kebangsaan. Kembali terkenang saat-saat masa kecil menuju remaja, tetap asyik main layangan, main bola bersama teman-teman, main kelereng hingga sore lupa pulang atau tidur siang selepas pulang sekolah, suka merajuk, sebab permen atau layang-layang. Ayah, Ibu, senantiasa memaafkan.

Berbincang-bincang, bertukar pikiran dengan keluarga di rumah, dengan Ayah-Ibu, memilih citacita. Mau apa atau mau kemana tujuan edukasi selanjutnya. Ibu, senantiasa ada memeluk sukma, ananda. Memberi terang pada pilihan, sepakat, lalu sampai pada Ayah. Lega rasanya, mendapat restu dari Ayah-Ibu, meneruskan citacita, mandiri, untuk keluarga serta negeri tercinta. Melihat Ibu, menyiapkan sarapan pagi di meja makan. 

Barangkali, persoalan paling mendasar, bimbingan keteladanan generasi-edukasi terbaik bermula dari rumah kita sendiri. Bimbingan Ayah-Ibu, menuju ruang belajar keilmuan bersama para Guru.

Keluarga-Indonesia, adalah sebuah akademi, edukatif, sederhana, menjalin renda-renda edukasi, menempa diri para ananda, memberi keteladanan, memahami tatakrama-akalbudi. Sematkan bintangmu teman muda. Di langit tertinggi.

**

Pada kisah waktu kemudian. Edelweiss, simbol keabadian, ketangguhan para pendaki puncak-puncak tertinggi, ada di peraduan orang tua tercinta seiring regenerasi. “Edelweiss, bunga abadi para pencinta jagat raya inheren negerinya,” kata Ayah atau Ibu, saat kebahagiaan hadir bersama para ananda, kini telah menjadi Nusantara-Indonesia.

Toga kenangan, telah mewujudkan berbagai citacita, ilmu pengetahuan-kebudayaan besar Indonesia, antara lain, jadi tentara, jadi polisi, ahli ilmu-ilmu sosial, tekno-sains, tersimpan dalam lemari kaca di ruang-ruang almamater. Masih tersimpan pula janji pendidikan, kasih sayang, cinta pada Ayah-Ibu, kasih sayang kakak-adik, para guru, pemberi keteladanan. 

Telah sampai pula para ananda Indonesia, pada tujuan, seperti pernah tergambarkan di baju seragam sekolah, di buku gambar Nusantara. Salam Indonesia Keren Negeri Para Sahabat.

***

Jakarta Indonesiana, Oktober 26, 2022.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB