x

Jajaran Kementerian ESDM. Sumber foto: esdm.go.id

Iklan

Aisyah Hetra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Rabu, 26 Oktober 2022 18:36 WIB

Dear Kementerian ESDM, Sebenarnya Keuntungan Hilirisasi Nikel Berapa, sih?

Indonesia sedang gencar dengan program hilirisasi nikel dan bahkan mengeluarkan kebijakan larangan eskpor nikel mentah. Hasilnya, dipaparkan oleh Presiden Jokowi, nilai ekspor nikel melonjak berkali-kali lipat. Capaian realisasi investasi juga mencatatkan nilai yang fantastis. Namun, kok hasil keuntungan tersebut tak banyak dirasakan secara langsung masyarakat, padahal ini kan harta bersama?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia kaya dengan sumber daya alam, hal ini nampaknya bukan satu rahasia umum. Salah satu kekayaannya sumber daya alam yang akhir-akhir ini menjadi primadona terletak pada komoditas mineral nikel. Bahkan, sumber daya alam ini termasu yang banyak diperlukan negara-negara global. Bahan baku kendaraan listrik tersebut digadang-gadang bisa membuat Indonesia  jadi pemain besar di pasar global. 

Memang berapa sih kekayaan nikel yang dimiliki Indonesia? FYI, berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Tambang Nikel yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/ kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139.419.000 ton nikel. Hampir setengah pasokan nikel dunia ada di Indonesia. 

Dan untuk mendapatkan cuan lebih dari potensi nikel yang ada di Bumi Pertiwi, Indonesia mulai memberlakukan kebijakan hilirisasi nikel dan juga larangan ekspor nikel sebagai pendukungnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih lanjut, Presiden Jokowi pernah menyebutkan keuntungan dari larangan ekspor nikel mentah demi menegakkan hilirisasi. Belum lama ini di Peresmian Pembukaan Investor Daily Summit 2022, Selasa (11/10/2022) ia mengatakan bahwa ekspor komoditas nikel meroket usai program hilirisasi.

“Saya kasih contoh bolak-balik nikel. Saat masih ekspor bahan mentah setahun nilainya kira-kira Rp15 triliun, setelah masuk ke industrialisasi, hilirisasi, menjadi US$20,9 juta, ini sudah di angka Rp360 triliun. Dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp360 triliun, itu baru satu barang kita miliki,” ujarnya.

Selain dari nilai ekspor, keuntungan hilirisasi juga bisa terlihat dari capaian realisasi investasi. Kementerian Investasi/BKPM mengemukakan realisasi investasi September 2022 mencapai Rp892,4 T dengan industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya  mendominasi dengan nilai investasi Rp131,8 triliun (14,8%). Selain itu ada juga sektor pertambangan dengan nilai investasi Rp96,5 triliun (10,8%) di peringkat 3 besar. Negara menyebutkan semua itu bisa terdongkrak berkat kebijakan pemerintah tentang hilirisasi. 

Besarnya kekayaan nikel Indonesia senyatanya milik semua masyarakat. Di negara ini, segala yang menyangkut hajat hidup orang banyak, dipercayakan kepada negara untuk pengurusan. Beberapa pihak yang mengelola “harta karun” yang satu ini ada banyak, tapi paling utama adalah Kementerian ESDM yang mengatur energi dan sumber daya mineral di Tanah Air. 

Namun meski telah dipercayakan kepada negara, masih timbul sikap skeptis di masyarakat. Pasalnya, meski pihak kementerian telah menyebutkan ragam keuntungan dari pengolahan nikel, terlebih dengan program yang selalu digunakan yaitu hilirisasi nikel, tak semua keuntungan dirasakan langsung masyarakat.

Ingat, output dari keberhasilan hilirisasi untuk sektor daerah sekitar tak hanya dilihat dari meroketnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) hingga pertumbuhan ekonomi. Di lokasi nyata, masih banyak permasalahan umum yang ditemui masyarakat. Terutama soal infrastruktur jalanan yang seharusnya dibangun pemerintah namun malah dibebankan ke perusahaan nikel. 

Hal ini juga bermakna tak adanya transparansi rincian keuntungan dari keberhasilan hilirisasi terutama nikel yang dikeluarkan Kementerian ESDM. Dari capaian realisasi investasi senilai triliun rupiah, dana tersebut berapa yang sampai ke masyarakat dan bisa dirasakan manfaatnya secara langsung? 

Senyatanya segala transparansi dalam harta bersama yang dipercayakan kepada negara untuk diurus, masyarakat perlu mengetahuinya. Transparansi nggak hanya saat menjabarkan potensi nikel yang ada di Bumi Pertiwi dan output berupa nilai investasi dan ekspor, tapi lebih daripada itu.

Pasalnya jika pemerintah ingin meningkatkan nilai tambah nikel dalam negeri, sepertinya perhitungan dengan menggunakan nilai ekspor produk turunan kurang tepat. Karena perhitungan perpindahan rantai nilai perlu dianalisis lebih detail. Terlebih kebijakan hilirisasi ini juga diwarnai larangan ekspor untuk pendukungnya.

Selain itu, dengan adanya larangan ekspor untuk mendukung hilirisasi, komoditas bahan baku yang belum banyak diolah karena tak adanya teknologi yang mumpuni, terpaksa dijual ke pasar domestik yang harganya jauh di bawah harga global. Baru dua kasus itu saja, Indonesia bukannya mendapatkan nilai tambah namun malah berkurang penghasilan. 

Road map jelas terkait hilirisasi industri nikel, dari mulai jumlah potensi di hulu, hingga beberapa jumlah smelter yang dibangun, teknologi yang dipakai dan pasar yang akan menyerap produk jadi olahan nikel, belum sempurna disiapkan pemerintah. Lantas, siapa yang seharusnya mengurus peta jalan tersebut?

Angka triliunan yang ada di ekspor maupun realisasi investasi, setelah dihitung-hitung nyatanya sudah termasuk potensi pendapatan yang hilang. Ketidaktransparan ini yang mungkin banyak masyarakat yang belum mengerti. Padahal, jika pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian ESDM, memutuskan transparan dan guyub tak hanya kepada setiap stakeholder industri nikel namun juga masyarakat Indonesia, program hilirisasi bisa sukses melebihi capaian yang kita punya sekarang. Benar begitu bukan?

Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler