x

cover buku Sebuah Buku Harian

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 28 Oktober 2022 16:27 WIB

Sebuah Buku Harian - Perjuangan Seorang Kepala Sekolah

Salah satu penyebab lambatnya transformasi pendidikan di Indonesia adalah sifat patuh. Para insan pendidikan banyak yang lebih suka patuh kepada atasan dan tidak melanggar aturan daripada membuat terobosan untuk memajukan pendidikan. Selama mereka patuh kepada atasan dan tidak melanggar aturan, maka prestasi mereka dianggap baik-baik saja. Sifat yang demikian membuat banyak insan pendidikan tidak terangsang untuk maju. Sifat patuh dan tidak melanggar aturan, tidak membuat mereka gelisah akan masalah-masalah yang dihadapi. Tidak juga membuat seseorang tertarik untuk membuat suatu terobosan sehingga menghasilkan sebuah inovasi yang membanggakan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Sebuah Buku Harian – Pengalaman Juang, Cita dan Cinta Seorang Kepala Sekolah

Penulis: Dharmawati

Tahun Terbit: 2022 (Cetakan kedua)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Lembaga Ladang Kata

Tebal: xiv + 202

ISBN: 978-623-6386-45-3

 

 

 

Apabila kita memilih pembaharuan dengan inovasi dan kreatifitas, maka siap-siaplah menemui banyak tantangan dan hambatan untuk dikalahkan (hal. 118).

 

Salah satu penyebab lambatnya transformasi pendidikan di Indonesia adalah sifat patuh. Para insan pendidikan banyak yang lebih suka patuh kepada atasan dan tidak melanggar aturan daripada membuat terobosan untuk memajukan pendidikan. Selama mereka patuh kepada atasan dan tidak melanggar aturan, maka prestasi mereka dianggap baik-baik saja. Sifat yang demikian membuat banyak insan pendidikan tidak terangsang untuk maju. Sifat patuh dan tidak melanggar aturan, tidak membuat mereka gelisah akan masalah-masalah yang dihadapi. Tidak juga membuat seseorang tertarik untuk membuat suatu terobosan sehingga menghasilkan sebuah inovasi yang membanggakan.

Sifat patuh dan menuruti aturan ini bukannya tidak pernah menjadi topik yang dibahas di Kementerian Pendidikan. Beberapa tahun yang lalu, ada upaya untuk melakukan penyederhanaan aturan karena aturan-aturan tersebut dianggap membelenggu inovasi pendidikan. Diharapkan deregulasi di bidang pendidikan akan menciptakan kreatifitas insan pendidikan. Upaya ini masih berlanjut sampai saat ini.

Benarkah sifat patuh dan menuruti aturan itu menjadi penghalang kemajuan pendidikan? Buku “Sebuah Buku Harian – Pengalaman Juang, Cita dan Cinta Seorang Kepala Sekolah” karya Dharmawati ini adalah buktinya. Dharmawati adalah seorang Kepala Sekolah yang gelisah melihat kondisi sekolahnya. Ia berani bertendak berbeda dan “melanggar aturan.”

Dalam buku ini Dharmawati membagikan pengalamannya sebagai Kepala Sekolah. Kisahnya diawali saat ia dipindahkan menjadi Kepala Sekolah di SDN 037 Kota Tarakan. SDN 037 adalah yang sangat memprihatinkan baik dari segi fisik, SDM dan kualitas hasil belajar. Ruang-ruang kelas tak terawat. Air PAM tidak mengalir. Ia menemukan buku-buku yang seharusnya digunakan di perpustakaan masih terbungkus rapi dan ditimbuni debu. Ini tentu akibat dari mentalitas takut salah. Banyak gurunya enggan diajak untuk berbuat sesuatu. Guru-gurunya takut kalau-kalau yang dilakukan gagal. Takut dianggap berbeda. Begini saja sudah nyaman. Untuk apa berubah?

Dalam membenahi kondisi SD 37, Dharmawati tak takut bekerja secara berbeda. Ia benahi SDM dengan cara ia sendiri menjadi contoh dalam disiplin dan dalam bertindak. Ia tidak segan untuk membersihkan kelas dan halaman sekolah yang kotor. Ia selalu datang sebelum jam belajar dimulai.

Ia membenahi kualitas pembelajaran dengan cara yang sangat berani. Melihat bahwa anak-anak kelas 1 belum bisa membaca, ia berani untuk tidak menerapkan K-13. Sebab yang penting bagi siswa kelas 1 ini adalah belajar membaca dulu. Apa gunanya anak-anak itu diajari berbagai materi padahal mereka belum bisa menyerap dari buku paket? (K-13 berasumsi bahwa anak-anak kelas 1 sudah terampil membaca.) Tindakannya ini adalah sebuah keberanian menantang sistem yang sedang berjalan. Namun keberaniannya ini menuai hasil yang baik. Di kelas-kelas yang lebih tinggi anak-anak bisa belajar lebih baik dan lebih cepat karena telah memiliki keterampilan membaca yang memadai.

Dharmawati juga mengisahkan pengalamannya saat menjadi Kepala Sekolah di SDN 19 Kota Tarakan. Menghadapi situasi kelas-kelas yang lebih layak disebut kandang, ia berani mengundang wartawan untuk memberitakan kondisi sekolahnya. Keberaniannya ini tentu membuat murka pihak-pihak yang seharusnya bertanggungjawab atas pemeliharaan ruang-ruang kelas tersebut. Namun keberaniannya membuat Pemkot mengambil tindakan untuk merenovasi kelas-kelas yang tidak nyaman untuk proses belajar tersebut.

Keberaniannya dalam mengambil risiko dengan tidak patuh dan berani melanggar aturan telah membuatnya berhasil. SDN 037 yang dulunya hampir ditutup karena sudah tidak diminati orangtua untuk menyekolahkan anaknya di sana; kondisi sarana dan prasarananya yang memprihatinkan, disulap menjadi sekolah yang menjadi rujukan program literasi. Sekolah menjadi bersih, sarana dan prasarana pelan-pelan terpenuhi dan yang terpenting proses belajar mengajar benar-benar berpusat pada kemajuan kompetensi siswa.

SDN 037 berubah menjadi sekolah yang nyaman. Nyaman bukan hanya untuk anak-anak biasa, tetapi juga bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Meski tidak mendapatkan cukup support, SDN 037 berhasil mendidik anak-anak berkebutuhan khusus yang menjadi murid di SD ini. SDN 037 berhasil mengubah Daud dan Hafiz yang sering tak bisa mengontrol diri dan suka berkelahi menjadi anak yang berprestasi.

Selain berkisah tentang kegelisahan dan keberaniannya dalam bertindak sebagai Kepala Sekolah, Dharmawati juga menceritakan bagaimana ia membangun program literasi sekolah sehingga menjadi contoh, bahkan di tingkat nasional. Pengalamannya dalam mengembangkan program literasi ini membuat Dharmawati terpilih menjadi salah satu anggota Tim Edukasi Literasi Guru Garis Depan. Ia juga terpilih menjadi Sekretaris Kelompok Kerja Literasi Provinsi Kaltara. Selain itu ia juga menjadi narasumber program literasi sekolah di berbagai provinsi dan kabupaten lain di Indonesia.

Karya Dharmawati yang disajikan dalam bentuk catatan harian ini adalah bukti bahwa keberanian untuk bertindak berbeda dan inovatif adalah kunci untuk keberhasilan dunia pendidikan. Kepatuhan dan sifat tidak berani melanggar aturan tidak akan membawa perubahan apa-apa. Seharusnyalah Kemdikbudristek menciptakan ekosistem yang membuat insan pendidikan tidak takut untuk melakukan hal-hal yang tak biasa dalam rangka mencari terobosan. 705

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler