x

Digital Photography by Tasch 2022

Iklan

Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Juni 2022

Selasa, 1 November 2022 07:21 WIB

Ngobrol Sembari Makan Keredok

Ngobrol Sembari Makan Keredok. Artikel Cinta Bumi Indonesia. Kepandiran antagonistis, penggayaan sekadar memicu chaos setara hoax, akan tetap tampak, sekalipun di dalam bungkusan keredok pedas. Salam Indonesia Keren Saudaraku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nongkrong di pinggir jalan tanpa hambatan, di trotoar, dekat halte bus, dekat lapangan bola, misalnya, dengan pemandangan bebas, dilarang mencari inspirasi untuk hal kurang baik, ataupun hendak mencelakakan diri sendiri ataupun pula merugikan kehidupan sesama dengan cara apapun. Tidak boleh ya. 

Niat baik tak perlu diungkapkan seluas langit, lakukan saja, lantas lupakan, kalau seumpama kebaikan itu telah mengalir ke ruang-ruang makrifat hakikatnya. Tak perlu cericau hal tak penting tentang niat baik itu. Selesai berbuat baik, bersegera menuju kebaikan lainnya. 

**

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bercericau bikin kantong bolong pusing tujuh keliling, memicu kebaikan palsu akibat gimik kriditan, pesanan tunai tertentu, pola sel negatif pesanan badan pemiliknya, sebagaimana hakikat hukum kepalsuan, tak mampu tumbuh merubah inteligensi makin bijaksana, malah makin kerdil. Waspadalah hiks.

Malahan bertambah pandir, akibat makan ketamakan menuai penyakit kejiwaan baru. Sel negatif, menyerbu sel positif di otak, 'kan berakhir dalam pola perilaku, euforia delusi spanduk promoaksi dar der dor. 

Apalagi ‘nge-jago’ keroyokan berkicau hal negatif, ini-itu, membuat pandangan positif-lebih mudah membaca kepandiran perilaku kurang baik, bersistem, di tema strategis sebagaimana umumnya di muka dunia ini. 

Seolah-olah 'kan mampu memicu pola psikoaktif, mencipta kepanikan publik serupa ‘say war’, pola lama itu 'kuno banget' di era zaman kontemporer loh. Serupa laptop hamba semakin banyak hantunya. hihihi ... tapi, mati kejang sendiri, disetrum Jin Singkong ... Huu lalala ...

**

Publik, sebagaimana terlihat, di dalamnya beragam keahlian inheren kecerdasan berbudiluhur. Mampu, membentengi diri dengan pola sensor pilihannya, spontan, cerdas, beriman, tetap gembira, bahagia, cermat melihat 'ini baik, ini tidak baik' terus berkarya, mencipta ide-ide sedahsyat gelombang tsunami kabaikan, di bawah episentrum. Untuk negeri tercinta pemberi oksigen estetis Kebinekaan.

"Hoax, bak proyek semesteran udeh kagak laku cuy. Ente pada kelaut aje"

**

Nurani, dilarang bertentangan dengan ucapan, atau sebaliknya, hal itu pemicu gempa alami ataupun krisis bencana iklim geolingkungan di planet manapun. 

Nurani, selaras perilaku berbudi-seucap kata beriman risalah kebeningan, sebagaimana kekuatan hukum Ilahi mencipta bimasakti, sebagaimana fajar sidik awal waktu berlari damai menuju siang, sore, ke malam hari.

Keseimbangan waktu membimbing makhluk sosial, seketika, berkesinambungan menuju takdir-Nya, menemui kehidupan, melewati ujian ‘candradimuka’, edukasi sosiokultural, sosiosains, sosiotekno Ilahiah. 

Bukan pengembangan sifat adigang adigung giginya ompong loh, bersilat lidah berkelit kiankemari, lempar batu sembunyi tangan, bagaikan di dalam plasenta kristalisasi bersistem, berlaku umum di planet ini.

Kepandiran antagonistis, penggayaan sekadar memicu chaos setara hoax, akan tetap tampak, sekalipun di dalam bungkusan keredok pedas. Salam Indonesia Keren Saudaraku.

***

Jakarta Indonesiana, Oktober 31, 2022.

Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler