x

pixabay.com

Iklan

Rizal De Loesie .

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Oktober 2022

Selasa, 1 November 2022 11:26 WIB

Air Mata Untuk Kekasih

Sebuah Puisi untuk kekasih

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rizal De Loesie

 

Kekasih, senja yang pernah kita susul masih kulipat dalam ingatan. Ku kemas pada laci kenangan rapi-rapi. Karena aku tahu benar, sesuatu paling berharga kala engkau dalam diriku. Sungguh kekasih, untaian pasir putih itu melekat di mata kaki kita, kecipak lidah ombak nan manis membasuh tiap jengkal keresahan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nyiur melambai, se irama gerai rambutmu di siur angin. Tak akan ku lepaskan genggam ini kekasih. Jangan hentikan irama sahdu dalam dada kita. Biarkan gulungan ombak itu berkecamuk seperti aliran darah dipenuhi rasa cinta.

Lalu, kita terhenti di dermaga kayu. Masih ingatkah kau kekasih ku? dermaga mungil yang kita singgahi kala menjemput senja di pantai ini. Tiangnya mengayun di sisir ombak. Sepasang bangku kayu yang tua berhadapan. Tetapi kita duduk berdekatan.

Angin yang nakal, selalu saja mengantarkan ujung rambutmu ke wajahku. Kita pandang ujung samudra berbatas langit, pawana senja membawa bias awan merah.

Burung-burung terbang pulang. Sekawanan camar melayang-layang seakan mengantarkan buih syair yang kutulis untukmu.

Matahari akan tenggelam, genggaman tangan kita masih hangat. Di matamu bias air laut di tindih cahaya indah. Selalu saja se ulas senyum teramat tulus dari bibirmu bila kau tangkap sepasang mataku.

Sesekali deru boat memecah sunyi nan sahdu, air laut yang terbelah, terkuak sampai ketepi. Lalu kita pandang buih-buih putih yang pecah. Katamu, apakah cinta se putih buih? Ah, kekasih tak ada gambaran untuk cinta. Karena cinta adalah perihal dua hati yang se arah, jika cinta seperti buih, buih hanya keindahan sementara.

Senja pun berangkat pulang mengiring langkah kita menyusur deretan pohon nyiur itu. Sampai dipersimpangan kulepaskan lagi genggaman untuk berpisah. Katamu, sampai esok kita jemput lagi senja,

Kekasihku, sudah berpuluh tahun kini. Kususuri lagi pantai ini sendiri, tak se-sepi dulu. Sudah ditumbuhi rumah-rumah dan menjelma kota gemerlap. Tak lagi berharap kita menyaksikan senja. Waktu telah merubah segalanya. Tetapi bagiku, aku masih seperti berpuluh tahun lalu. Buktinya, diriku merasakan getaran-getaran dan pandangan masih se-erat dulu. Tak ada yang berubah dalam jiwaku, kecuali tidak lagi ku sentuh anak rambutmu.

Tetapi kekasih, engkau tetap kekasih. Perpisahan kita ditakdirkan dari lautan, sedalam cintaku padamu lautan telah membawa ke dasar cinta yang Maha Kuasa. Tak ada yang harus aku sesali, karena cinta sesungguhnya adalah pengorbanan dan kasih sayang adalah ketulusan. Aku ikhlas walau tanpa pernah ku temui pusara mu. Bagiku samudera ini adalah pusara mu, dan langit yang senantiasa kita pandangi akan tetap tersenyum, pada langit itu kutulis banyak puisi. Selamat jalan kekasih jiwaku …. selalu doa ku urai, seiring ku basuh wajah yang basah air mata…

 

Sebuah Pantai,

Ikuti tulisan menarik Rizal De Loesie . lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler