Yang Tak Bernama - Fiksi - www.indonesiana.id
x

sumber ilustrasi: saatchiart.com

Fadzul Haka

Cuma pengelana lintas disiplin dan pemain akrobat pikiran. Bagi yang mau berdiskusi silakan kontak saya: fadzul.haka@gmail.com
Bergabung Sejak: 2 Desember 2021

Sabtu, 5 November 2022 06:19 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Yang Tak Bernama


    Dibaca : 650 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Kyai Doddy Ahmad Fauzi, sang tetua yang tersisa dari generasi lama komunitas ASAS UPI (Arena Studi Apresiasi Sastra) pada satu waktu pernah membahas tentang ruh kata. Tiap-tiap penyair memiliki ruh kata masing-masing yang mengantar mereka ke dunia imaji puisi.

    Bagi saya yang kuliah di jurusan Psikologi, sebuah kata yang layaknya terucap dalam teknik asosiasi bebas Jungian yang membawa kita menuju pikiran bawah sadar pribadi/kolektif. Bagi saya, laut merupakan salah satu ruh kata tersebut.

    Pagi ini saya melihat sebuah foto pesisir pantai di Facebook, namun tiba-tiba kata-kata puisi di bawah ini meluncur dengan derasnya. Namun, tidak serta-merta menjadikan proses menulis puisi sebagai kegiatan yang serba spontan, ekstatik, apalagi tak sadar. Di sini saya mengamini pendapat almarhum Ahmad Yulden Erwin yang menegaskan bahwa proses berpuisi mestilah dikerjakan dengan sepenuh kesadaran, pemahaman akan teknik, dan pemahaman terhadap kaidah linguistik (meskipun dalam hal yang terakhir saya masih lebih banyak keserampangannya).

    Dengan kata lain, kita meski memiliki suatu konsep atau gagasan pokok yang utuh, kemudian perasaan memainkan perannya dengan memanggil sang ruh kata yang turut serta mengajak imaji-imaji khasnya.  

     

    Kenangan berlabuh diantar

    binatang-binatang kecil

    di sini tak seperti Imladris

    debu-debu purnama

    merias panorama waktu memelar

    sebagaimana Portuguese man o’ war

    yang terdampar:

    hitungan mundur menuju

    amnesia

     

    angin terkoyak

    bercucuran rum dan kesepian

    tengah samudra

    ia meringis kepada jaket

    yang tergantung di puncak tiang

    menjelma hantu gentayangan

     

    konon di tanjung yang dahulu

    memakan seorang kekasih

    atas pinta laut

    ada tangisan duyung

    dalam kabut

    timbul dan tenggelam

    batu-batu karang

    meratap

     

    adakah Tuhan dalam

    batu karang dan cangkang kerang?

    siapa yang tahu artinya menghadapi

    Kekosongan?

     

    selepas air pasang yang memperkosa pantai

    pecahan-pecahan mimpi mengandung bangkai

    tetapi tak ada Tiamat bagi Marduk

    mengarungi sunyi

    laut primordial

    cakrawala senantiasa berbisik

    tentang pasang-surut dan

    kembalinya segala sesuatu

    walau kiamat berkali-kali

    walau perpisahan tak

    berkesudahan

     

    sekali waktu butir pasir ini ialah mata

    yang membidikan pandangannya

    ke bintang terjauh dan titik terdalam

    namun mutiara tercipta

    dari pasir yang buta

     

    Bandung, 2022

     

     

     

     

     

     

     

     

    Ikuti tulisan menarik Fadzul Haka lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.




    Oleh: Merta Merdeka

    1 hari lalu

    Bertaruh

    Dibaca : 98 kali




    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 122 kali