- Ungkapkan perasaan, tapi hindari membuka bait dengan subjek ‘Aku’.
Komala, aku terkenang padamu
ketika melintas di Cihideung
anggrek di antara kembang-kembang berembun
persis kilau matamu
diam-diam memburu
aku tak habis pikir jika rindu
bisa seperti masuk angin
- Sisipkan dialog, kenangan, campurkan realitas dan fiksi dalam rasio 1:5.
katamu, “Bawalah aku
ke tempat paling romantis.”
kataku, “Pejamkan matamu.”
dan kutuntun kau
ke terang lampu
di perempatan jalan
ketika seisi kota padam
dan kukecup bibirmu
yang membara
- Ungkapkan rasa frustrasimu. Semakin obscure, semakin baik. Be pretentious if necessary!
orang menyangka aku bisa menulis puisi
lantaran dirimu
namun yang sesungguhnya terjadi
aku mesti kehilanganmu
dihantui kata-kata yang memenjara
dalam ruang sepi dan layar kosong
dan satu per satu perempuan lain
menyelinap masuk dan keindahan pun
terlukis dengan campuran bau
parfum dan anggur
sia-sia saja
- Tambah lagi bir, arak, atau anggurnya. Kopi dan rokok sebaiknya disimpan untuk mengedit.
di mana aku bisa rehab
begitu tubuh dan pecahan beling
saling bercermin
sayang, tak ada super glue
apalagi urat emas
buat menyambung hati yang remuk
kecuali mabuk
dan mungkin rubai-rubai Umar Khayyam
ditambah sedosis halusinasi tengah malam
yang mengintip dari jendela
- Utuhkan gagasanmu juga pesan moralnya. Sekali-kali jangan berkhotbah. Puisi modern tidak berkhotbah!
terkadang aku ingin jadi astronom
dan menamai salah satu bintang dengan namamu
terkadang juga aku ingin jadi fisikawan
yang mengenal macam-macam gaya
merakit roket dan jadi manusia pertama
yang merindukanmu dari asteroid
sekali waktu, walau hampir tidak pernah
mungkin
sebaik-baiknya pelarian adalah
isekai
buru-buru aku berlalu
tetapi apa daya
rindu telah menagih
dengan sepenuh kesaktian
tukang parkir Indomaret
maka kutulis sebuah
bait:
satu per satu
kancing terlepas
pertanyaan kian tak terjawab
hanya gelora
sepasang kayu bakar yang bertumpuk
di perapian
(to be continue)
Bandung, 2022
Ikuti tulisan menarik Fadzul Haka lainnya di sini.