x

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 12 November 2022 05:41 WIB

Roman N. Riantiarno: Percintaan Senja

Kisah percintaan sepasang kekasih yang sudah tak mudah lagi. Tampak indah tapi penuh risiko. Dapatkah Daniel menyunting Lola, janda beranak dua yang cantik dan menawan itu? Adakah yang jadi korban dari percintaan mereka?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisah novel Percintaan Senja ini cukup menarik, dan termasuk jarang ditulis orang, yakni kisah percintaan sepasang kekasih pada usia menjelang senja. Meski terasa indah, kadang-kadang membuat hati was-was. Apalagi jika salah satu pihak masih ada yang ditinggalkan di rumah, yakni istri dan anak-anaknya. Cinta mereka menggebu seperti ketika masih remaja, bahkan sang pria berani meninggalkan istri yang tak berdosa, mencari-cari kelemahannya dan seribu satu akal untuk membenarkan tindakannya.

Begitulah kisah percintaan Daniel dan Lola, dua makhluk yang sudah tak muda lagi. Daniel mempunyai anak dan istri. Sedangkan Lola seorang janda dengan dua orang anak. Novel ini ditulis N. Riantiarno (Nano)  pada Januari 1987, dan diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada Juni 1988. Mungkin Nano memamg sengaja membuat novel ini dengan sasaran ibu-ibu yang menjadi pembaca majalah Kartini. Bagi produser film yang gemar membuat film-film drama rumah tangga, saya rekomendasikan untuk membaca novel ini.

                                                                           ***

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena ini novel lama, yang belum tentu semua penggemar novel sudah membacanya, maka – seperti biasa—saya coba  ringkaskan beberapa bagian pentingnya.

Kisahnya dimulai dengan kedatangan Daniel ke kantor Rico, sahabatnya sejak remaja. Daniel menceritakan bahwa ada wanita yang menyatakan cinta kepadanya. Demikian pula ia menyintai wanita itu. Rico tak tahu siapa wanita yang dimaksud Daniel. Ia hanya terbayang bagaimana nanti nasib Asti, istri Daniel, yang juga sahabatnya. Juga bagaimana dengan anak-anak mereka, Erita, Maya, dan Putra? Apakah Asti akan menjadi janda, dan anak-anak mereka punya ibu tiri?

Rico-Daniel-Asti ini bersahabat sejak muda. Bahkan Rico yang menjadi comblang sehingga Daniel bisa berpacaran dengan Asti. Usia perkawinan mereka kini sudah berlansung selama tujuh belas tahun. Kini  usia mereka mulai berangkat senja. Hidup mereka seharusnya bisa lebih tenang. Lalu mengapa Daniel berubah menjadi remaja lagi?

Daniel kini manajer senior sebuah bank swasta yang punya masa depan bagus. Rico sendiri direktur sebuah perusahaan alat-alat elektronik. Asti juga termasuk wanita aktif. Dia bekerja sebagai konsultan sebuah lembaga swasta yang bergerak di bidang sosial. Selain itu, Asti mendirikan yayasan yang memiliki Taman Kanak-kanak. Di mata ibu-ibu, Asti seringkali dijadikan model sebagai ibu rumahtangga yang berhasil membagi waktu antara keluarga dan karir.

Lalu, siapakah Lola? Ternyata dia juga adalah teman SMA Daniel dan Rico. Lola, seorang gadis cantik semasa SMA yang seringkali menyebabkan perkelahian antarteman.Dia adalah penari Bali yang supel dan memberi kesan seakan-akan menyintai semua orang.

Lola kemudian berpacaran dengan Bonar Sidabutar. Selepas SMA, mereka kemudian menikah  dan  mempunyai dua anak perempuan. Bonar melanjutkan studi bidang hukum, dan Lola terus aktif sebagai penari sambil kursus-kursus. Beberapa kali dia melakukan lawatan ke luar negeri. Dua tahun lalu, suaminya, Bonar Sidabutar, meninggal dunia karena kanker.

Menurut keterangan Daniel kepada Rico, “Sesudah suaminya meninggal, Lola merasa seperti layang-layang putus tali. Dia harus sanggup berdiri sendiri, memimpin keluarganya dan mencari nafkah. Mereka bukan orang kaya. Suaminya bukan poengacara yang laris dan tidak bisa korupsi. Lola hanya ditingali sebuah rumah dan dua anak perempuan dan sedikit simpanan di bank yang kalau dipakai setahun terus-menerus pasti tandas. Itu sebabnya Lola kemudian memutuskan untuk bekerja, apa saja. Beberapa bulan setelah suaminya meninggal, dia diterima di sebuah perusahaan asuransi sebagai sales manager. Lola hanya lulus SMA. Tapi pergaulannya luas dan dia menguasasi bahasa Inggris dan Belanda. Ditambah, wajahnya masih tetap memancarkan sisa-sia kecantikan dan dia pun terkenal. Lola bisa dibilang berhasil dengan pekerjaanya itu....”

Kantor di mana Lola bekerja dan bank di mana Daniel bekerja menjalin program kerjasama asuransi. Di situlah mereka bertemu lagi. Bahkan, kata Daniel, kantornya menyediakan ruang khusus untuk Lola bekerja. Maksudnya agar urusan pekerjaan bisa lebih lancar. Setiap hari mereka bertemu. Mula-mula berjalan biasa saja.

             “Keluarga Lola yang dari luar nampaknya bahagia, ternyata penuh dengan derita,” kata Daniel lagi. “Bonar itu kasar sekali dan suka memukuli.” Kepada Daniel, Lola menceritakan pengalaman percintaaanya dengan beberapa lelaki. Bahkan Lola nyaris bercerai gara-gara Benny Handaka, bintang film yang dua kali merebut predikat The Besat Actor. Tapi entah kenapa Benny akhirnya menikah dengan artis lain dan Lola kembali lagi kepada Bonar. Lalu dia menyebut beberapa nama pria lain juga. “Semula aku menanggapinya dengan tertawa. Tapi sekarang, aku mengenang nama-nama yang sudah disebutkan Lola itu dengan penuh cemburu,” kata Daniel. “Betul, Rico, aku sudah cinta padanya. Aku sudah jadi gila. Aku tidak betah di rumah. Satu hari saja tidak ketemu Lola, badan seperti demam. Aku butuh nasihatmu, sungguh.”

Daniel dan Rico kemudian terlibat diskusi yang panjang dan mendalam. Antara lain tentang bagaimana nanti nasib Asti dan anak-anaknya. Intinya, Rico tidak setuju Daniel meneruskan hubungan dengan Lola.                                                         

Selanjutnya ada cerita tentang pesta ulang tahun Asti ke-40 tahun yang cukup meriah. Di situ Rico menunjukkan kemampuannya bermain sulap. Lalu digambarkan bagaimana kehidupan Daniel dan Asti di rumah. Tentu saja juga kisah hubungan Daniel dan Lola selanjutnya. Tak lupa pula aneka cerita sampingan lainnya.

                                                                        ***

Apa yang dikisahkan Nano ini terasa dekat dengan kenyataan sehari-hari di sekitar kita. Meski tidak sama persis, kerap kita mendengar kisah keluarga yang sudah berlangsung berpuluh tahun ternyata mengalami badai akibat adanya orang ketiga. Atau kisah cinta yang dialami oleh mereka yang sudah tidak muda lagi. Kenapa hal itu bisa terjadi? Sebagai “orang luar”, kita hanya bisa menebak-nebak, menduga-duga, meskipun belum tentu benar. Urusan cinta, urusan hubungan antarmanusia, memang bisa rumit.

Demikian pula kisah dalam novel ini. Meski dikisahkan dengan ringan, problem yang dialami para tokohnya penuh komplikasi. Sedangkan temanya sendiri, tentang percintaam, perselingkuhan, perceraian, barangkali juga menjadi tema “abadi” atau yang selalu ada di sekitar kita. Beberapa keterangan filosofis -- seperti yang sering saya uraikan dalam membahas novel-novel percintaan yang lain – belum tentu memadai dan sesuai. 

Dengan mengambil posisi sebagai “pencerita” (objective point of view), Nano sekadar menggambarkan apa yang terjadi. Pengarang tidak ikut terlibat di dalamnya. Maka pembaca sendiri yang menafsirkan cerita berdasarkan kejadian, dialog, atau tindakan para tokohnya. Metode showing (tidak langsung) ini juga memberikan kesempatan kepada para tokohnya untuk menampilkan perwatakan mereka masing-masing melalui dialog dan action. Ini berbeda dengan metode telling (langsung) yang mengandalkan pemaparan watak tokoh pada penjelasan atau komentar pengarang Yang juga menarik, watak tokoh-tokoh penting dalam novel ini juga berkembang (round character) alias tokoh bulat. Karakter mereka tidak statis atau sama terus (flat character) dari awal sampai akhir..Lalu, dengan gaya bahasa sehari-hari yang ringan dan lincah, serta alur yang runut dari awal sampai akhir, novel ini enak dibaca.

                                                                     ***

Akhir novel ini adalah bagian yang paling seru. Konflik memuncak dan Nano akan menyelesaikan semua kompleksitas persoalan di bagian ini. Digambarkan bahwa hubungan antara Lola dan Daniel telah menyebar dan selalu menjadi bahan pergunjingan di antara para ibu-ibu di setiap arisan atau acara pertemuan lain. Bahkan ada yang berbicara langsung dengan Asti, meski dengan bahasa yang lebih tersamar. Pada intinya, para ibu itu kasihan atau simpati pada Asti.

Hingga pada suatu hari, pulang dari sebuah acara, Asti langsung menemui Daniel. Saat itu Daniel sedang duduk memandangi lampu-lampu taman di kebun belakang. Asti menghampirinya.

            “Dani, kita harus bicara,” kata Asti kemudian duduk.

Daniel menengok ke arah istrinya. Rupanya sejak tadi ia memang berpikir tentang yang sama. Apalagi ia dan Lola berjanji untuk menyelesaikan semua perkara ini dalam tempo sebulan. Dua minggu lagi batas waktu itu habis. Dan peluang itu telah dibuka sendiri oleh istrinya. Kinilah saatnya untuk terus terang.

           “Ya, kita akan bicara,” ujar Daniel pelahan.

           “Kau harus terus terang,” kata Asti lagi.

           “Aku akan terus terang.”

           “Siapa wanita itu?”

Daniel bengong. Ia tidak menyangka istrinya sudah mengetahui apa yang terjadi. Maka mau tak mau ia tinggal meneruskan saja perbincangan itu.

            “Namanya Lola. Kami sudah sepakat akan menikah setelah aku mengurus perceraian kita...”

            Asti limbung. Berjuta-juta lebah seakan menyengat dadanya. Jadi betul apa yang selama ini dipergunjungkan orang. Jadi betul, rumah tangganya sudah di ambang jurang.  Jadi betul, Daniel tidak sejujur seperti yang selama ini dia duga. Tapi dia mencoba untuk kuat.

           “Kau mencintainya?

            “Ya. Aku jadi gila karena dia. Aku tidak tahu bagaimana terjadinya. Begitu saja. Tahu-tahu, aku sudah mencintainya. Tahu-tahu kami sudah saling jatuh cinta. Maafkan aku Asti. Aku sudah bulat tekad, harus kawin dengan dia. Tadinya aku ragu-ragu untuk cerita ini kepadamu. Tapi kau sendiri yang tadi membuka percakapan ini.”

             “Jadi kau berniat minta cerai dari aku?”

             “Apa ada jalan lain?”

             “Tidak sedikit pun memikirkan kepentingan anak-anak?

             “Sudah bolak-balik kufikirkan, tapi nampaknya, jalan satu-satunya yang kupilih adalah kawin dengan dia.... anak-anak nanti... boleh ikut aku... atau terserah bagaimana baiknya menurut kau. Aku cuma .... tidak tahu, mengapa aku seakan-akan jadi remaja lagi. Selama ini, kami sepakat untuk tidak saling ketemu selama satu bulan. Paling tidak untuk berfikir, sendirian, lalu memutuskan jalan mana yang terbaik. Baru dua minggu, aku sudah tidak betah. Dan memamg itulah tadi jalan satu-satunya yang kupilih. Tanpa paksaan. Aku memang mencintainya....”

Intinya, setelah terjadi pergolakan batin yang luar biasa, Asti berkata derngan bibir sedikit gemetar. “Baiklah kalau itu memang maumu. Kita memang sudah sulit untuk diperbaiki kembali. Kau sekarang bebas. Besok kita akan urus perceraian kita di pengadilan. Aku akan menghubungi pengacaraku. Soal lain-lain, nanti kita bicarakan di pengadilan...”

                                                                    ***

Singkat cerita, esoknya Daniel mencoba menghubungi Lola di rumahnya. Tapi tak ada jawaban. Karena penasaran, dia langsung pergi menuju rumah Lola. Sesampai di rumah Lola, ia mendapat kabar dari Pak Sadikun, pembantunya, bahwa Lola bersama Gina dan Lina, kedua anaknya, pergi ke Bali kemarin malam. Kemudian muncul Mbok Sadikun.

          “Ke Bali Mbok?’

          “Ya.”

          “Bersama Gita dan Lina?”

          “Ya.”

          “Berapa lama pergi, Mbok?”

            “Kurang tahu, tuan. Saya tidak ditinggali pesan, tuh. Nyonya hanya bilang, mungkin lama. Sebab dari Bali, mereka langsung ke Amerika...”

           “Amerika?” terika Daniel. Hampir dia terloncat. Amerika? Apa maksudnya semua ini?

           “Ke Amerika bersama Gita dan Lina?” tanya Daniel lagi.

            “Tidak, bersama Tuan Rico,” celetuk Pak Sadikun. Ia tidak tahu siapa Daniel. Mbok Sadikun memandang suaminya dengan kasihan. Betul, Pak Sadikun tidak salah. Rahasia itu terbuka sudah. Mbok Sadikun kemudian memandang Daniel dengan was-was.

             “Bersama Rico? Rico siapa?”

             “Ya, Tuan Rico, calon suami Nyonya,” kata Sadikun.

Dua minggu itu cuma empat belas hari. Tapi dalam tempo eampat belas hari, begitu banyak yang terjadi. Dan Daniel tidak tahu apa saja yang telah terjadi dengan Lola.

              “Rico, calon suami Lola. Apa saya tidak salah dengar?”

Terpaksa Mbok Sadikun bercerita. “Nyonya dan Tuan Rico akan menikah di sana. Kemudian mereka berempat akan pergi ke Amerika. Nyonya dan Tuan bulan madu, Gita dan Lina ikut jalan-jalan.”

                “Di mana mereka kawin?”

                “Maaf tuan, Nyonya tidak bilang di mana. Cuma Bali, gitu saja,” kata Mbok Sadikun.

                                                                        ***

Daniel mengecek ke kantor Rico, dan menemukan jawaban yang tidak ia duga.  Rico cuti karena mau menikah, kata sekretarisnya. Tidak ada yang tahu, dengan wanita mana Rico kawin. Tapi berita itu menjadi buah bibir karena selama ini mereka yakin Rico tidak bakal kawin.

Bagi Daniel ini pengkhianatan. Ia harus menyusul ke Bali. Ia memerintahkan sekretarisnya untuk mengecek nama-nama penumpang pesawat ke Bali. Juga mengecek hotel-hotel di Bali yang malam ini mengadakan upacara pernikahan. Tapi tak ada satu pun hotel yang malam itu ada acara pernikahan. Beberapa saat kemudian, Daniel ingat bahwa Rico memiliki sebuah peristirahatan di Kuta Beach. Sebuah cottage milik pribadi dengan pantai sendiri. Daniel langsung pergi menuju bandara Soekarno-Hatta menuju Bali.       

                                                                       ***

Dugaan Daniel betul. Rico ada di cottage miliknya dan mengadakan selamat sekadarnya di situ. Malam itu ia  menikah dengan Lola atas restu Gita dan Lina. Rico tidak mengira prosesnya akan secepat ini. Gita dan Lina itulah yang mendesak agar tanpa pikir panjang lagi, pernikahan segera dilaksanakan. Yang penting resmi dulu. Tapi Gita dan Lina tak sebodoh seperti yang Rico sangka. Agaknya kedua gadis itu pun memikirkan persoalan Daniel. Mereka lebih senang jika mamanya menikah dengan Rico daripada dengan Daniel. Dan pernikahan adalah satu-satunya cara agar mamanya terhindar dari gangguan Daniel.

Rico mengeluh dalam hati, apa yang dia lakukan malam ini adalah demi keluarga sahabatnya, Daniel. Ia harus mengorbankan kebebasannya demi mereka. Sebetulnya, ia sudah mulai senang membujang. Tapi, sungguh mati Rico tidak.mengeluh. Lola, seperti sebuah impian yang bagus dan penuh warna. Dan Lola, nampaknya juga menyukai Rico. Dia melihat pernikahan ini seperti seorang sahabat yang menemukan sahabat yang selama ini hilang. Dia pun merasa sangat beruntung,. Rico kaya, jenaka, kelihatannya penuh tanggug jawab, dan penuh perhatian.

Penghulu sudah datang dan upacara akad nikah sekadarnya segera dimulai. Tamu yang hadir sekitar tigapuluhan. Direktur cabang Denpasar dari perusahaan tempat Rico bekerja, hadir bersama stafnya. Ada beberapa direktur dari pusat, Jakarta. Selebihnya, kenalan Rico di Denpasar dan Kuta. Sebuah pesta pernikahan yang sederhana. Semua duduk di permadani yang dihampar di ruang tengah cottage.

Upacara akad nikah selesai, dan Lola menangis berpelukan dengan kedua anaknya. Lalu berempat mereka berpelukan. Pada saat itulah sebuah taksi menderu memasuki halaman cottage dan berhenti tepat di pendoponya. Dari dalam meloncat seorang lelaki yang wajahnya kusut dengan rambut acak-acakan. Si lelaki itu adalah Daniel, yang langsung menyerbu ke dalam ruang upacara. Ia berteriak-teriak.

             “Siapa yang menikahkan Lola? Siapa yang menikahkan Lola? Rico kamu bukan sahabat tapi orang jahat! Kamu jahanam!. Kamu pengkhianat! Siapa menikahkan Lola? Lola adalah istriku. Akulah yang berhak menikah dengan Lola. Aku... Aku...”

Seluruh yang hadir terkesima dan tidak sempat berbuat apa-apa ketika Daniel berhasil memeluk Lola. Lina dan Gina menjerit. Rico secara reflek mencoba menghalangi perbuatan Daniel itu. Tapi Daniel, yang seakan-akan dirasuki oleh kekuatan sepuluh orang berhasil melemparkan Rico seperti ia melemparkan sebatang kayu kering.

              “Jangan sentuh istriku,” jerit Daniel. “Siapa yang berani menyentuhnya, mati.”

Suasana sahdu menjadi suasana yang rusuh. Lola meronta-ronta, tapi Daniel mencengkeram pinggang Lola dengan erat. Daniel memagang sebuah pisau yang dia peroleh dari nasi tumpeng. Ia mengacung-acungkan pisau itu ke hadapan para tamu. Tak seorang pun berani mendekat. Piring, gelas dan cangkir, tiga gunungan nasi kuning terbalik diinjak-injak oleh Daniel dan Lola. Mata Daniel liar, mulutnya berbusa. Ia sudah begitu nekad.

             “Mana penghulu? Mana? Nikahkan aku sekarang juga dengan Lola! Ia milikku! Dia sudah berjanji akan menikah denganku. Mana penghulu? Kalau tidak ada yang berani menjadi penghulu, aku bunuh wanita ini.... mana penghulu?” Daniel menjerit-jerit.

Semua merasa ngeri. Lina dan Gita saling peluk dan menangis. Rico yang sudah hilang kagetnya, berdiri dengan bingung. Ia pun tak tahu harus berbuat apa. Tapi ia coba menghampiri sahabatnya itu.

             “Daniel, kau masih kenal aku?”

             “Sejak malam ini, aku tak kenal lagi kamu! Kamu pengkhianat! Sikapmu ternyata munafik! Kamu pura-pura meminta supaya aku tidak menikah dengan Lola, karena kamu sendiri sebetulnya menginginkan dia. Kamu tidak pantas jadi sahabatku....”

             “Apa kamu sudah pikir baik-baik, apa risikonya berbuat nekad begini? Tidak ingat istri dan anak-anakmua?”

             “Aku sudah bercerai dengan istriku! Dan itu atas desakan wanita ini. Bukan begitu, bukan begitu? Jawab! Tapi lihat, apa yang terjadi. Dia meninggalkan aku dan mencoba menggoda kamu, Rico....”

             “Aku tidak pernah mendesak supaya kamu cerai. Aku sudah putuskan untuk menyelesaikan hubungan kita,” jerit Lola putus asa.

             “Bohong! Bohong! Perempuan seperti kamu memang tidak bisa mengerjakan pekerjaan lain selain berbohong.... Bilang kamu bohong... ayo, bilang....” desak Daniel sambil mengancamkan pisaunya ke leher Lola. Gita dan Lina menjerit, “Jangaaan...!”

Tapi Daniel tertawa lebar. “Takut? Ini tidak akan terjadi kalau ada penghulu yang mau menikahkan aku dengan dia. Mana penghulu? Mana penghulu?

            “Om, ilmu sulapnya, ilmu sulapnya untuk menolong Mama,” jerit Lina mengingatkan keahlian sulap yang dimiliki oleh Rico.

            Rico mengeluh. “Tidak Lina, persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan sulapan. Tidak bisa. Ini kenyataan....”

         “:Lalu bagaimana Mama, Om, bagaimana Mama?” jerit Lina lagi.

         “Kawinkan aku dengan Mamamu, lalu segalanya akan beres,” jerit Daniel sambil tertawa. Tidak, itu campuran antara tawa dan tangis.

         “Baiklah. Mana penghulu?” kata Rico akhirnya. “Pak, tolong nikahkan sahabat saya ini dengan Lola, istri saya...”

Penghulu dengan bibir gemetar menyahut, “Tapi bagaimana bisa pak Rico, bagaimana bisa saya menikahkan ibu, sedangkan bapak belum memberi talak perceraian?”

Daniel tertawa terpingkal-pingkal. “Oh, jadi tadi sudah terjadi upacara pernikahan? Sekarang kamu bertugas untuk menceraikan Lola, Rico. Ayo, ceraikan! Ayo! Kalau tidak kubunuh istrimu ini...”

Tuhan masih melindungi Lola. Pada saat itu, ketika Daniel tertawa terbahak-bahak, kakinya menginjak pisang. Ia terpeleset, terjatuh menimpa piring-piring. Sakit. Pisau yang digenggamnya terlempar. Pelajaran pramuka yang pernah dipelajari Rico di SMA dulu ternyata bisa juga berguna. Ia segera menyerbu, menyelematkan Lola dan memiting tangan Daniel. Tanpa dikomando orang-orang meringkus Daniel. Selesailah sudah drama pembajakan pengantin wanita itu.

Daniel yang diringkus beramai-ramai, masih terus berteriak, “Mana penghulu? Mana penghulu? Akulah yang berhak mengawini Lola, akulah suaminya yang sah. Mana penghulu? Mana penghulu?

          “Mohon jangan diapa-apakan,” teriak Rico. “Dia sakit.”

Sebuah mobil polisi, dengan sirinenya yang mengaung memasuki halaman cottage. Agaknya ada seseorang yang telah menelepon polisi. Empat polisi menghambur ke dalam ruang depan cottage dan membantu meringkus Daniel.

Rico berkali-kali mengingatkan agar jangan menyakiti Daniel.  Lalu ia menghampiri istrinya. Lola menghambur dan memeluk Rico dengan erat, sesudah itu pingsan. Dia sudah terlepas dari bahaya. Lina dan Gita lari ke mamanya.

Dengan kesedihan luar biasa, Rico melihat Daniel dibawa oleh polisi ke mobil tahanan. Daniel masih menjerit-jerit dan meronta-ronta. Jeritan-jeritan itu, yang dari jauh kedengaran bagai hewan hendak disembelih, begitu memilukan. Rico tercenung. Benarkah yang sekarang dia lakukan?

Dia bermaksud baik bagi keluarga Daniel, tapi ia tidak ingin Daniel menjadi korban. Dalam hal ini, siapakah yang sebetulnya sudah menjadi korban? Asti? Daniel? Anak-anak Daniel? Lola? Gita dan Lina? Atau dirinya? Rico tak bisa menjawab.

Upacara pernikahan itu sudah rusak suasananya. Tidak mungkin diteruskan. Rico merasa sudah menjadi perampok kebahagiaan. Dan yang telah dia rampok adalah sahabatnya sendiri. Dengarlah jeritan-jeritannya. Dan polisi-polisi itu telah memperlakukan Daniel sebagai pesakitan. Daniel memang telah membikin kerusuhan, keonaran. Tapi sebetulnya, Daniel berhak berbuat begitu. Daniel dan Lola sudah lama sama-sama berjanji akan menyelesaikan segala perkara ini dalam tempo satu bulan. Tapi Lola kemudian menerima desakan anak-anaknya untuk segera menikah dengan Rico. Dan Rico, terdorong oleh janjinya terhadap Erita, Maya dan Putra (dan memang sudah merencanakan ini semua) bersedia menikahi Lola.

Rico melihat mobil polisi itu keluar dari halaman cottage. Sirinenya meraung-raung, kadang terdengar baur dengan jeritan Daniel. Tiba-tiba matanya menjadi panas. Ia menangis. Ia menangis terus, sampai seseorang menghampirinya dan bilang, “Pak Rico, dipanggil Ibu.” Rico sadar, ia sudah menjadi seorang suami dari wanita yang mengharapkan perlindungannya. Ia menghela nafas.

Betul. Siapa sebetulnya yang sudah jadi korban?

###

 

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu