x

Berbicara sastra dan pendidikan karakter merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Iklan

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Jumat, 18 November 2022 13:43 WIB

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa?

Tujuh puluh tujuh tahun usia bangsa dan negeri ini, bila dianalogikan dengan fase pertumbuhan manusia, yakni bayi - balita - remaja - dewasa (akil balik), maka perjalanan pendidikan nasional di negeri ini semustinya sudah mencapai tahapan dewasa dalam artian bahwa "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa" telah tercapai perwujudannya sebagaimana kerangka idealistik dalam Mukadimah UUD 1945 pada alinea IV.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pembaca yang budiman, sebangsa dan setanah air.

Konteks gramatikal dari Mencerdaskan Kehidupan Banngsa mengandung makna sebagai suatu upaya bagaimana menjadikan cerdas terhadap hal ihwal tentang hidupnya suatu bangsa sebagai kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya. Dan, bangsa yang dimaksudkan di sini tentunya adalah bangsa kita, Indonesia_Nusantara.

Bertalian dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, tentunya akan menyangkut persoalan pendidikan. Dimana pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses, cara perbuatan mendidik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itulah, maka apa yang telah didapatkan oleh bangsa dan negeri ini, setelah melewati 77 tahun merdeka yang diproklamirkan sejak 17 - 08 - 1945? Bukankah tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang RI  tentang Sistem Pendididikan Nasional adalah demikian? Yakni: "Sistem Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan keamampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3).

77 tujuh tahun usia bangsa dan negeri ini, bila dianalogikan dengan fase pertumbuhan manusia, yakni bayi - balita - remaja - dewasa (akil balik), maka perjalanan pendidikan nasional di negeri ini semustinya sudah mencapai tahapan dewasa dalam artian bahwa Mencerdaskan Kehidupan Bangsa telah tercapai perwujudannya sebagaimana kerangka idealistik dalam Mukadimah UUD 1945 pada alinea IV.

Bahkan, apabila analogi tentang satu generasi yang berbanding lurus dengan 50 tahun, maka saat ini bangsa dan negeri ini yang telah melewati usia satu generasi, dan sedang menapak menuju generasi selanjutnya. Nah, apa yang telah dicapai oleh bangsa dan negeri ini tentang tujuan pendidikan nasional dalam sistem Pendidikan Nasional bangsa di negeri ini? 

Jikalau fakta realitanya, bangsa dan negeri ini masih menunjukkan kesilangsengkarutan dalam aspek sosial ekonominya, sosial budayanya, dan aspek-aspek yang lainnya, maka tidaklah keliru bila dikatakan bahwa Pendidikan Nasional bangsa dan negeri ini telah mengalami kegagalan menggapai tujuannya. 

Sudah berapa ribu atau boleh jadi sudah berapa juta, lembaga pendidikan formal dan informal dengan lulusannya sesuai dengan jenjang dan bidangnya masing-masing telah bertebaran dibangun di seantero Indonesia_Nusantara ini? Adakah pancaran dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang mampu ditampilkannya? Apalagi, bangsa dan negeri ini ditopang oleh sumber daya alam yang luar biasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa? Bila telah melewati usia satu generasi, masih belum jua beranjak dari kecarutmarutan dan ketimpangan di keseluruhan aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu sebagai suatu hal yang sangat, sangat, dan sangat memprihatinkan ... 

Produk pertanian (beras) saja, masih impor? Lha koq berjuluk sebagai negeri agraris yang sudah selayaknya mampu dicukupi oleh negeri sendiri? Dalam hal minyak sebagai kebutuhan energi atau bahan bakar, hingga saat ini, kita masih belum mampu mengelola dan mengolah sendiri  menjadi minyak matang yang siap digunakan dalam memenuhi kebutuhan energi bahan bakar bagi warganya ..! Lantas, apa yang bisa diharapkan dari fakultas teknik, utamanya teknik perminyakan di samping teknik-teknik lainnya yang memproduksi para insinyur guna berkolaborasi sinergis dalam ber-swakelola dan ber-swasembada secara mandiri? 

Bila hanya sekedar menyedot minyak bumi, kemudian diekspor ke berbagai manca negara dalam wujud mentah, setelah matang di luar negeri, kita beli lagi untuk dijual kepada penduduk negeri, maka untuk apa kita memiliki berselaksa-selaksa insinyur, dan pada kemana saja mereka para sarjana, magister, doktor dan profesor dalam giat membangun bangsa dan negeri ini menuju bangsa yang cerdas, bermartabat, berperadaban adiluhung, berbingkai iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa? Dimanakah rasa bersyukurnya atas karunia-Nya dalam konteks perwujudan pembangunan masyarakat adil, sejahtera yang ibarat satu kesatuan tubuh, dimana di kala satu bagian anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh lainnya pun merasakan jua? Betapa masih banyaknya deretan aspek lain yang masih dalam kondisi silang sengkarut serta memprihatinkan atas bangsa negeri ini ...

Beginikah hasil yang telah dicapai oleh sistem pendidikan nasional bangsa kita dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa?

Bahwa salah satu tujuan negara di ranah pendidikan nasional dengan model dan sistem pendidikan yang telah dirumuskan dan diterapkan di negeri ini, sepanjang sejarah NKRI belum menggapai arah dan tujuannya sebagaimana yang termaktub dalam pokok pikiran Mukadimah UUD 1945 adalah dalam rangka dan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga fakta realita yang didapatkan adalah bahwa telah terjadi kesenjangan atau disharmonisasi antara kerangka idealistis dengan kerangka realistis. Dengan kata lain, bahwa tujuan pendidikan nasional yang diidealkan masih jauh panggang dari api berdasarkan amanah UUD 1945.

Indikatornya pun sederhana. Bila memang tujuan pendidikan nasional sebagaimana dalam penerapan sistem pendidikan yang dijalankan di negeri ini telah meraih tujuannya, maka mengapa soal keadilan, kesejahteran dan kemandirian sebagai bangsa belum nampak sama sekali? Apakah yang demikian ini dapat dikatakan sebagai bangsa yang cerdas setelah ditempa oleh sebuah proses pendidikan dalam sistem pendidikan nasionalnya?

Mengapa produk pertanian masih impor, bila pendidikan nasional telah menghasilkan anak bangsa yang cerdas dalam mendayagunakan bumi negeri sendiri yang dikenal sebagai bumi agraris? Apakah tak sepatutnya tentang kebutuhan pangan misalnya, bisa dicukupi dari hasil pertanian sendiri dalam pengertian berswasembada pangan? Mengapa harus impor? Mengapa pula harus impor garam? Bukankah negeri ini 62% wilayahnya adalah lautan dan sisanya adalah daratan? Bisakah disebut cerdas bila soal kebutuhan garam saja harus impor? Ini hanya sebagian sisi dari sekian sisi-sisi yang ada terhadap capaian upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam sistem pendidikan nasional yang arah dan tujuannya belum kesampaian jua. 

Kemudian, tentang maraknya korupsi yang sekalipun telah dinyatakan sebagai kejahatan berkategori pidana berat dan luar biasa, di samping kejahatan tentang penyalahgunaan narkoba dan kejahatan genosida, toch, belum bisa dibersihkan dari negeri ini. Sekalipun telah dibangun "Komisi-Komisi" dalam rangka mengawasi, mencegah dan menindak kejahatan dimaksud dengan sanksi yang berat, karena yang demikian itu adalah sebagai bagian dari kejahatan extra ordinary! Jerakah para pelaku tindak pidana berat dan luar biasa dimaksud? Sehingga, efek jera tak didapatkan bagi para pelaku dan atau calon pelaku kejahatan, justru kian marak dan mengemuka yang terjadi. Ironisnya, para pelaku tindak pidana korupsi maupun penyalahguna narkoba malah berasal dari kalangan elit, pejabat, intelektual dan para cerdik pandai yang merupakan produk dari sebuah proses pendidikan dalam sistem pendidikan nasional kita. 

Adakah pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor di negeri ini yang bukan sarjana? Kalaupun ada yang bukan sarjana, berapakah perbandingannya antara yang sarjana dan yang bukan sarjana? Apakah itu dari S1, S2, S3, bahkan sekelas guru besar atau profesor sekalipun, kesemuanya adalah produk dari sistem pendidikan nasional kita yang memprihatinkan dan menggenaskan. Itupun bila pelaku tindak pidana korupsi yang ketahuan,  terendus dan tercokok hingga dimejahijaukan untuk diusut dan disanksi oleh pengadilan. Yang tak terendus dan atau yang tak sampai ketahuan?

Dimanakah kita temukan bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa? Dimanakah? Bisakah pendidikan nasional kita dalam sistem pendidikan nasionalnya disebut telah menggapai tujuannya terkait dengan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa? Bisakah?

Salam Seimbang Indonesia_Nusantara ...

*****

Kota Malang, November di hari ketujuh belas, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler