x

Sumbner ilustrasi: racked.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 23 November 2022 07:43 WIB

Balas Dendam Manekin

Untuk sesaat, matamu menyipit dan mulutmu menganga. Kamu sepertinya hampir meneriakkan peringatan, kalau saja ketukan lembut di jendela tidak mengalihkan perhatianmu dari adegan penting di televisi. Detektif basu saja akan mengungkapkan nama pembunuhnya. Kamu pasti mengira ada manusia yang mengetuk jendela, tetapi kemudian menyadari bahwa yang melakukannya adalah manekin ketika memukuli dirinya sendiri dengan marah ke kaca. Saat retakan muncul di kaca jendela, ekspresimu berubah. Niat penyusup tidak mungkin baik. Jika dia ingin masuk untuk minum teh dan camilan, pasti dia akan mengetuk pintu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Untuk sesaat, matamu menyipit dan mulutmu menganga. Kamu sepertinya hampir meneriakkan peringatan, kalau saja ketukan lembut di jendela tidak mengalihkan perhatianmu dari adegan penting di televisi. Detektif basu saja akan mengungkapkan nama pembunuhnya.

Kamu pasti mengira ada manusia yang mengetuk jendela, tetapi kemudian menyadari bahwa yang melakukannya adalah manekin ketika memukuli dirinya sendiri dengan marah ke kaca. Saat retakan muncul di kaca jendela, ekspresimu berubah. Niat penyusup tidak mungkin baik. Jika dia ingin masuk untuk minum teh dan camilan, pasti dia akan mengetuk pintu.

Manekin itu menerobos jendela.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kamu melihat ke sekeliling ruangan mencari sesuatu yang dapat digunakan sebagai senjata. Mengangkat tiang lampu lantai dan mengayunkannya ke arah manekin. Kamu memegang lampu seperti pedang. Saat melangkah maju, kabelnya terlepas dari stopkontak dan bola lampu menjadi redup. Meskipun lampu ruangan di atas kepala menyala, cahaya ruang duduk terlanjur berubah remang-remang.

Serangan pertama membuat kepala manekin itu penyok, tetapi benda itu terus menyerangmu.

Televisi akan terlalu besar untuk kamu angkat. Kamu pasti menyadarinya juga. Tatapanmu beralih ke jendela, tetapi manekin itu menghalangi jalanmu.

 

Kamu mundur dan melihat ke sekeliling ruangan sekali lagi. Kali ini tatapan mata kita bertemu, tetapi aku tidak tahu apa yang kamu harapkan dariku.

Lengan manekin terulur ke lehermu.

Kamu menyelipkan tiang lampu di antara tubuhmu dan manekin, tetapi sosok fiberglass dan plastik itu lebih kuat dari yang terlihat.

Wajahmu berkerut berkonsentrasi pemuh saat kamu mendorongnya untuk mencapaimu. Lenganmu bergetar karena aktivitas fisik.

Ekspresi manekin tetap netral. Tidak ada tanda-tanda emosi darinya. Matanya hanya memancarkan tekad yang bulat.

Aku melihat dari sudut ruangan saat dia merebut tiang lampu darimu dan menggunakannya untuk memukul kepalamu. Setelah ayunan ketiga, manekin menjatuhkan lampu dan menatap karpet berwarna peach ​​dengan tampang yang menyerupai kepuasan.

Bercak-bercak  yang dibuat oleh darah dan otak kamu, memang membuat pola yang bagus, aku pun mengakuinya.

Manekin itu menoleh padaku. "Itu dia," katanya sebelum menjemputku dan membawaku melewati jendela yang pecah kembali ke toko. Toko tempat kamu mencuriku di malam itu ketika kalian mabuk dan temanmu meyakinkanmu bahwa membawaku pulang sebagai suvenir akan menjadi lelucon yang lucu.

Sekarang tidak begitu lucu lagi, bukan?

 

Bandung, 22 November 2022 

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB