x

Ganjar Pranowo memberikan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri dan Katua DPP Puan Maharani, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Juni 2022. Tempo/M taufan Rengganis

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 24 November 2022 15:33 WIB

PDI-P Lempar Teka-Teki yang Bikin Pusing Partai Lain

Megawati melempar teka-teki agar elite politik menebak-nebak siapa nama yang bakal ia munculkan, dan dengan demikian partai politik lain—baik yang bersekutu di pemerintahan maupun yang tidak—gamang melangkah karena dibayangi teka-teki ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di antara partai politik yang ditunggu-tunggu deklarasi pasangan capresnya adalah PDI-P. Satu-satunya partai politik yang boleh mencalonkan sendiri pasangan capresnya, tanpa harus berkoalisi, hanyalah partai berlogo banteng ini. Apa lagi PDI-P merupakan motor kekuasaan di pemerintahan Jokowi maupun di parlemen. Bukan hanya rakyat, pengamat politik, lembaga survei, akademisi, pebisnis, tapi juga elite politik dari partai-partai lain menanti-nanti siapa nama yang akan disampaikan Megawati selaku ketua umum yang diberi hak untuk memastikan pasangan capresnya.

Megawati tampaknya melempar teka-teki ke tengah masyarakat agar elite politik menebak-nebak siapa nama yang bakal ia munculkan, dan dengan demikian partai politik lain—baik yang bersekutu di pemerintahan maupun yang tidak—gamang melangkah karena dibayangi teka-teki ini. Permainan teka-teki ini menjadikan langkah elite dan partai politik lain menjadi kurang pasti, seperti terlihat dari ketidakpastian nama pasangan capres partai lain. Gerindra dan PKB belum memiliki cawapres, begitu pula Demokrat-Nasdem-PKS, sedangkan KIB Golkar-PAN-PPP belum jelas siapa capres dan pasangannya—bahkan yang paling belum jelas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Boleh jadi, partai-partai selain Demokrat-Nasdem-PKS masih menunggu langkah PDI-P. Lemparan teka-teki itu membuat elite politik yang sehaluan di pemerintahan Jokowi saat ini berada dalam kegamangan. Pernyataan Puan Maharani bahwa nama capres PDI-P sudah berada di kantong Megawati ikut menambah kegamangan itu. Elite politik mungkin menduga-duga, jangan-jangan dalam waktu yang tidak lama lagi Megawati akan mengumumkan capres pilihannya.

Partai-partai ini, khususnya KIB, menunggu sinyal atau malah pernyataan konkret capres PDI-P, sebab akan menjadi bahan kalkulasi apakah mereka akhirnya akan mengusung calon sendiri, baik orang partai sendiri atau menggandeng orang luar, misalnya Erick Thohir sebagai cawapres, atau mereka akhirnya memilih untuk bergabung saja dengan PDI-P. Pertimbangannya pragmatis semata: demi memperoleh jaminan yang lebih besar untuk tetap berada dalam lingkaran kekuasaan.

Dari kacamata pragmatisme, berkoalisi dengan PDI-P memperbesar kemungkinan untuk tetap punya menteri di kabinet mendatang dibandingkan dengan mengusung pasangan capres-cawapres sendiri yang belum pasti. Calon Golkar, Airlangga Hartarto, tidak populer, sedangkan PAN dan PPP tidak punya kader untuk dicalonkan. Sedangkan PDI-P, meskipun bisa mengusung capres sendiri, namun boleh jadi merasa lebih aman apabila bersekutu dengan partai lain. Elite PDI-P memahami situasi psikologis elite Golkar-PAN-PPP yang walaupun tidak mengucapkan secara terbuka, tapi ada keinginan untuk membangun koalisi dengan PDI-P.

Bagaimana dengan trio Demokrat-Nasdem-PKS? Nama cawapres yang bakal mendampingi Anies belum disepakati oleh Demokrat-Nasdem-PKS. Terkesan ini jadi hambatan. Mungkin ini bukan hanya soal apakah cawapres ini berasal dari PKS atau Demokrat, tapi juga ketiga partai ini barangkali sedang mempertimbangkan nama lain yang mampu memperkuat Anies dalam menghadapi calon dari PDI-P, khususnya, maupun koalisi lainnya. Mereka menghendaki calon yang betul-betul mampu memperkuat Anies, bukan calon wapres yang tanggung. Nasdem, khususnya, tampaknya berpikir bahwa calon dari kader partai tak perlu dipaksakan apabila tidak mampu memperkuat Anies.

Surya Paloh bersikap lebih terbuka dalam menerima kemungkinan calon bukan kader asalkan potensi kemenangan calon mereka bisa lebih besar. Bagi Nasdem, perubahan politik lebih penting daripada sekedar pencalonan kader partai sendiri. PKS kabarnya sudah melunak dan tidak ngotot hendak mencalonkan kadernya sebagai cawapres. Tinggal Demokrat yang masih bertahan dengan keinginannya. Mereka bertiga sebenarnya harus segera bergegas untuk menyepakati cawapres yang tepat sebelum nama-nama yang dianggap potensial diambil koalisi lain.

Dinamika politik yang masih serba canggung saat ini sangat mungkin berubah cepat begitu PDI-P mengumumkan pasangan capres-cawapresnya. Mega dan elite partai ini menyadari bahwa partai-partai lain, khususnya di luar Demokrat-Nasdem-PKS, sedang menunggu nama pasangan tersebut sebagai dasar pertimbangan apakah maju terus dengan calon sendiri, atau memilih bergabung dengan PDI-P asalkan tetap bisa berkuasa. Inilah permainan teka-teki yang dilemparkan PDI-P, dan elite partai ini tampaknya menikmati permainan ini. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler