Kota Labuan Bajo Flores telah berubah menjadi salah satu kota moderen di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perubahan itu mengikuti selera para wisatawan yang sudah terlanjur jatuh cinta sehingga sesering mungkin mereka datang menikmati panorama pantai yang menakjubkan, pulau-pulau kecil eksotik, atraksi budaya dengan kekhasanya, dan habitat varanus komodo.
Hotel-hotel mewah berbintang dibangun di sekitar pantai, Starbuck dan KFC menjadi sasaran orang lokal berduit untuk merasakan lezatnya kedua produk waralaba itu, sekaligus mau menunjukkan gaya hidup sebagai warga kota moderen.
Kampung Ujung, Labuan Bajo/Foto RR
Jalan-jalan dibangun semulus mungkin, dengan aspal berkelas premium tentunya, lalu ada trotoar lengkap dengan palem khas tanaman tropis yang tahan kekeringan. Kita bebas berjalan kaki dengan nyaman di atasnya. Bisa dibilang konsep pembangunan trotoarnya sangat inklusif sebab dapat diakses juga oleh para penyandang disabilitas.
Menariknya di sepanjang trotoar tersedia tempat sampah organik dan anorganik, namun masih ada saja warga kota yang membuang sampah plastik di luar tempat sampah yang telah disiapkan. Warga kota macam ini perlu dibangun kesadarannya tentang kebersihan. Kota harus bebas dari sampah agar para wisatawan merasa nyaman.
Kita diingatkan kembali bahwa wisata premium (artinya yang berkualitas, menurut kamu besar bahasa indonesia) mengacu kepada layanan yang berkualitas tinggi, lokasi kunjungan bebas dari sampah yang berserakan, ada sikap keramah tamahan, kental dengan keunikan alam, sosial dan masyarakat. Dengan begitu, para wisatawan bisa mendapatkan pengalaman bernilai tinggi dan pasti mereka akan wisata berkali-kali (pariwisata) atau berkelanjutan sehingga berpeluang secara ekonomi bagi orang lokal.
Konon perubahan wajah kota Labuan Bajo memang dirancang jauh sebelumnya oleh pemerintah pusat, diperuntukkan untuk perhelatan Internasional KTT negara G20 selain untuk menjadikannya sebagai destinasi wisata premium. Namun pada kenyataannya tidak demikian karena KTT G-20 dilaksanakan di pulau dewata Bali dari tanggal 15-16 Nopember 2022.
Di sekitar Lancang
Saya melihat hal itu selama melakukan perjalanan pada Juli 2021. Menggunakan mobil Avanza dari Kampung Ujung menuju Pelabuhan Multipurpose Wae Kelambu hingga lintas luas arah ke Lancang, saya melihat banyak jumlah plang bercat putih bertulis: "Tanah ini telah dimiliki oleh si A" atau "Tanah ini dijual, hubungi kami di nomor 082XXXXX". Jumlahnya sekitar 40-an buah. Plang-plang itu terlihat di pinggir jalan. Itu adalah lokasi tempat masyarakat lokal hidup dengan budayanya.
Masyarakat harus segera diberi kesadaran untuk tidak menjual tanah karena masih ada alternatif lain guna mendapatkan uang bagi kehidupan keluarganya. Hal ini menjadi tanggungjawab pemerintahan untuk melindungi warga negara. Tidak boleh ada warga yang termarginalisasi akibat kemajuan pembangunan. Negara wajib menjamin kesejahteraan mereka.
Pengalaman sehari di kota premium sangat berarti untuk belajar dan berpikir reflektif. Sebab dalam benak selalu ada semacam gangguan untuk berpikir, siapa sih yang mendapatkan keuntungan dari kemajuan pembangunan di sektor jasa pariwisata saat ini di kota Labuan Bajo?
Akhirnya, kami kembali ke Ruteng dengan menumpang minibus premium. Premium menjadi branding, tapi dalam perjalanan mata saya masih menangkap obyek yang sama: plang-plang bertulis tanah milik si A, tanah dijual hubungi di 08xxxxx; di kiri kanan jalan.
Segalas Kopi Arabika Mangarai Flores |
Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.