x

pict by: freepik

Iklan

Idatus sholihah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 November 2022

Rabu, 30 November 2022 07:20 WIB

Masyarakat Umum dan Sudut Pandang Memilih Pemimpin


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membahas perihal pemimpin menjadi perkara yang begitu kompleks. Bagaimana tidak? Dewasa ini banyak sekali pengkategorian seorang pemimpin, pemimpin diri sendiri, pemimpin rumah tangga, pemimpin kelas, pemimpin negara, pemimpin organisasi, dan masih banyak lagi jenis-jenis pemimpin yang ada di dunia saat ini.

Zaman begitu maju dan peradaban begitu maju juga, katanya. Lalu apakah seorang pemimpin juga memiliki kualitas yang sama majunya dalam perkembangan peradaban? Saya akan berkeluh kesah saja mengenai pemimpin kecil yang ada di sekitar. 

Banyak sekali pemimpin di sekitar saya yang dengan mudah berbicara seolah membela yang lemah dan kecil. Namun tidak disangka ternyata di belakang dia malah menjadi pendukung dalam misi penindasan yang lemah dan kalah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sosok pemimpin yang diidamkan tenggelam entah ke mana, kala pemilihan pertama saja dan masa pengenalan hingga kampanye semua digemborkan, idealisme diperlihatkan secara begitu sempurna dan jelas seakan kelak akan membawa kesejahteraan. Namun ketika sudah duduk santai di kursi nyaman dan mengenakkan ia akan lupa. Idealisme yang dibangun kala itu hanya sebatas tipuan mata.

Tetangga saya seorang janda pernah mengatakan bahwa memilih seorang pemimpin menjadi sebuah hal yang menakutkan. Ketika saya tanya bagaimana bisa?

Dia bercerita bahwasannya ketika memilih ia berharap semuanya kelak akan diperbaiki sesuai apa yang dikatakan ketika mendekati masyarakat. Namun ketika sudah jadi semua lenyap dilupakan dan menjadikan masyarakat jera untuk memilih meskipun dengan orang berbeda. Ini menjadi suatu penyebab ketika pemilihan kepala desa kira-kira 500 surat suara yang kosong alias golput.

Menilai bagaimana seorang pemimpin seharusnya, saya memikirkan hal-hal yang harus dimiliki agar seorang pemimpin dinyatakan  ideal dalam penilaian saya.

Pertama, memiliki kepekaan hati terhadap hal-hal yang ada di sekitar sehingga mampu merasakan jika ada hal yang diarasa kurang sesuai dan yang ganjil. Memang memiliki kepekaan hati terkadang menyiksa diri, misalnya saja ketika dalam berinteraksi dengan orang lain yang dalam hatinya sedikit terganggu atau merasa tidak sreg maka dengan mudah bisa mengetahui dan merasakan lalu menjadikan tidak nyaman di hati. Namun hal itu tidak mengapa karena sudah menjadi sebuah resiko. Hal yang terpenting adalah ketika kepekaan hidup maka jiwa juga akan hidup dan mempu membaca tanda dari Tuhan.

Kedua, seorang pemimpin harus memiliki otak yang cerdas dan berwawasan luas. Hal ini akan memudahkan dalam menyusun strategi dan menghadapi orang lain. Menyusun rencana-rencana, menyelesaikan suatu permasalahan dan memberikan solusi pada yang membutuhkan.

Namun pernyataan pertama dan kedua seringkali bertentangan. Aku pernah mendengar suatu petuah dari sesepuh masyarakat Goa, seperti ini: wong sing atine jeru biasane utekke cethek lan wong sing atine cethek biasane utekke jeru. Kalimat tersebut berarti bahwa, seseorang yang hatinya dalam biasanya kecerdasannya pas-pasan dan orang yang hatinya biasa saja biasanya cerdas.

Memang pepatah itu tidak mutlak benar namun sebagian besar memang seperti itu, saya sering menjumpai orang-orang seperti itu. Ketika berbicara dia sangat mengena, ide yang diutarakan sungguh berlian, namun ketika dia berhadapan dengan hati ia begitu lemah bahkan sempat mengklaim dirinya bahwa dia tidak memiliki hati. dalam setahun terakhir dia hanya menangis satu kali, sungguh hatinya sangat dangkal, kan? Ini cerita dari seorang teman saya yang sungguh keras kepala.

Ketiga, seorang pemimpin harus memiliki banyak kenalan, mampu membangun jaringan dengan banyak orang sehingga untuk melaksanakan suatu hal dapat diselesaikan dengan mudah.

Di era zaman ini kekuatan sebuah hubungan jaringan atau kenalan memang sangat penting. Hampir bisa dibayangkan betapa kacaunya jika seorang pemimpin tidak memiliki banyak jaringan sebelumnya. Ketika ia menduduki kursi kepemimpinan ia akan kesulitan untuk memulai hubungan dengan jaringan baru sebab sudah disibukkan dengan kewajiban yang harus ditunaikan padanya. Jadi, sebelum ia menjadi seorang pemimpin hendaknya oa memulai dengan membangun banyak jaringan. Jaringan menjadi faktor pendukung untuk meloloskan suatu rencana atau program, sebab pemimpin tidak akan mampu berjalan sendiri dengan mengandalkan kemampuan sebuah kekuasaan. Selain itu juga kenalan dan jaringan membantu dalam proses pencarian sebuah informasi yang ranahnya tidak bisa dijangkau oleh pemimpin itu sendiri.

Keempat, memiliki kemampuan menarik dalam berkomunikasi. Dalam tiap aktivitas kehidupan komunikasi menjadi hal yang sangat penting, saling memberi informasi dan lainnya.

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik sehingga, ketika ia membutuhkan informasi apapun ia mudah untuk mendapatkan dan dapat menggali lebih dalam lagi.

Seperti itu kiranya seorang pemimpin ideal dalam pandangan saya. Namun ada satu lagi yang berada di atas empat kriteria tadi, yakni jujur dan amanah.

Ini merupakan hal yang sangat penting. Jika empat kriteria terpenuhi namun dua hal ini tidak terpenuhi maka hanya mengundang sebuah malapetaka. Jujur yang sudah dihancurkan dengan dusta sehingga kebenaranpun terlihat begitu semu. 

Jika semuanya sudah terpenuhi maka lihat saja, objek yang dipimpin akan mendapat keberkahan dan kemudahan jalan.

Namun, saat ini saya melihat bahwa semuanya hampir muskil terwujud. Memang semua pemimpin cerdas dan pandai berbicara. Namun hal itu dijadikan alat untuk memperdaya yang lemah.

Kepekaan ditutupi dengan kepentingan pribadi dan golongan sehingga ada keganjilan dan kekuranganpun tidak terlihat di mata mereka. 

Lalu bagaimana jika semuanya sudah seperti ini? Tak ada yang patut disalahkan. Tulisan ini hanya membahas pemimpin ideal, yang berarti seharusnya seperti itu. Perihal bagaimana kenyataan di lapangan dan di dunia ini menjadi sebuah permasalahan lain yang hingga kini belum ditemui titik temu dan penyelesaiannya.

Sejatinya, hati adalah pengikut sekaligus pemimpin yang baik. Andai saja setiap orang bisa mendengar suara hati dan mengikutinya ia akan menjadi manusia yang baik. Hati adalah pembaca yang baik dalam membaca kisah dan tanda Tuhan serta pendengar yang baik dari ruh dunia. Ketika hati berbicara namun manusia enggan dan tidak bisa mendengarkannya, apa yang bisa diperbuat lagi? menjadi budak dari nafsu dunia yang akan membawa sebuah kecelakaan yang menjadikan hati tertutup tabir dan bahkan sama sekali tidak akan bisa mendengar ataupun membaca tanda-tanda. Semoga suatu saat ada pemimpin yang mampu membaca tanda dan mendengar suara jiwa masyarakat.

Ikuti tulisan menarik Idatus sholihah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler