x

Perjalanan Spiritual

Iklan

Hudhurul Qolby Panphila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Juli 2022

Minggu, 4 Desember 2022 20:28 WIB

Memahami Perbedaan Esa dan Satu

Setiap bilangan ada dalam ranah pikiran. Tuhan melampaui segala bilangan; tanpa ruang dan tanpa waktu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ahad (Esa) berbeda dengan Wahid (Satu).

 

Ahad (Esa) itu tak berbilang, tak terpikirkan, tak terbayangkan, tak dapat digambarkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Jika Wahid (Satu) masih bisa dipahami, sedangkan Ahad (Esa) tidak dapat dipahami.

 

Jika SATU masih dapat dipikir, sedangkan ESA di luar pikiran.

 

Tuhan itu Esa tak dapat dipahami dengan akal pikiran kita. Istilah satu hanya memudahkan kita untuk memahami-Nya.

 

Dalam bahasa Arab, Esa disebut Ahad, satu disebut wahid.

 

“Qul huwallāhu aḥad”. Bukan “Qul huwallāhu wahid”.

 

Sedangkan dalam bahasa Sansekerta, Esa adalah serapan dari akar kata “Etad” yang artinya “Seperti itu, sebagaimana adanya” (Suchness, as this, as it is).

 

Menurut Ibnu Arabi tokoh cendekiawan Muslim familiar dari Andalusia (Spanyol, 1165) beliau mendefinisikan dua konsep Keilahian; “Tuhan yang di dalam pikiran manusia dan Tuhan yang sebagaimana adanya.”

 

Menurut Al-Khawarizmi (Iran, 780), ilmuwan termasyhur dalam sejarah matematika beliau turut bersumbangsih perkembangan ilmu aljabar dan aritmetika, dalam bukunya berjudul “Al-Jabr wa al-Muqabalah”, ia menjelaskan Tuhan ibarat angka 0 (nol). Bukan satu! Angka 0 itu bukan tiada. Justru selalu ada, dibalik setiap angka. Sebagaimana Tuhan selalu ada dibalik setiap fenomena kehidupan. Angka 0 adalah sumber dari seluruh angka, sebagaimana Tuhan yang adalah sumber segala sesuatu. Bukan berarti Tuhan itu angka 0, istilah kosong atau nol hanyalah perumpamaan klise! Untuk mengumpamakan hakikat Keilahian yang tidak berbentuk, tak terlukiskan, tidak dapat digambarkan, tidak bisa dijelaskan, tidak berbatas, tidak ber-awal dan tidak berakhir, dsb. Demikian menurut Al-Khawarizmi.

 

Selain Al-Khawarizmi berbicara mengenai angka 0 (nol) sebagai permisalan Tuhan. Hal yang sama juga telah dipahami oleh Leluhur Jawa, orang Jawa dahulu kala mendefinisikan Tuhan sebagai “Suwung” yang artinya “Kosong”. Untuk menegaskan realitas Ketuhanan yang “tan kêna kinayangapa” (Tiada bisa diserupakan dengan apapun juga), tanpa rupa, tanpa penggambaran. Hakikat Suwung dipandang sebagai realitas asal-muasal dari alam semesta, hakikat dari segala sesuatu. Suwung atau Kosong juga sifatnya meliputi sekalian alam, “adoh datanpa wangênan, cêdhak datanpa senggolan” (jauh tiada berbatas, dekat tiada bersentuhan). Demikian definisi Suwung menurut Leluhur Jawa, tertuang dalam banyak manuskrip atau lontar.

 

Sebagai contoh dalam lontar Serat Wedhatama sebuah karya sastra Jawa Baru yang ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya beliau adalah Adipati keempat Mangkunegaran yang memerintah dari tahun 1853 hingga 1881. Mangkunegaran merupakan Kadipaten yang posisinya di bawah Kasunanan Solo dan Kasultanan Jogja, berdiri sejak 1757 sampai sekarang. Konsep Suwung diterangkan antara lain termuat dalam pupuh pangkur bait ke-14 yang berbunyi :

 

Sejatine Kang mangkana Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi. Bali alaming nga-SUWUNG, tan karem karameyan. Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula mulanira. Mulane wong anom sami.

 

Terjemahan :

 

Sebenarnya yang demikian itu sudah mendapat anugerah Tuhan. Kembali ke alam kosong, tidak mabuk keduniawian yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal mula. Demikianlah yang terjadi wahai anak muda.

 

Namun kini, banyak orang awam yang kurang memahami Kesusastraan Jawa menyalahartikan Suwung tempat yang sunyi, angker, mengandung roh-roh jahat alias berhantu.

 

Penulis : Hudhurul Qolby Panphila mahasiswa jurusan Sejarah Peradaban Islam —Fakultas Islam Nusantara (FIN), Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta 

Ikuti tulisan menarik Hudhurul Qolby Panphila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB