Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw Sebagai Ungkapan Rasa Syukur

Rabu, 14 Desember 2022 06:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Peringatan Maulid Nabi Saw merupakan suatu bentuk rasa syukur dan ungkapan kegembiraan pada hati para pecinta karena adanya Nabi Muhammad Saw. Bergembira karena Rasulullah Saw adalah perintah Allah melalui Al Qur’an. Berikut akan dibahas mengenai hukum memperingati Maulid Nabi yang berdasar pada Al-Quran, Hadits dan Pandangan Ulama.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Ada sekitar 1,5 miliar umat Islam di dunia, 200 juta di antaranya tinggal di Indonesia. Indonesia adalah negara yang majemuk, negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Perayaan Maulid Nabi merupakan salah satu tradisi atau budaya keagamaan yang sudah menjadi acara tahunan yang selalu diperingati di negara kita. Hampir setiap lapisan masyarakat Islam memperingatinya, mulai dari masjid di pusat kota hingga sudut-sudut mushola di desa-desa. 

Peringatan Mauid Nabi Muhammad SAW. Sumber ilustrasi : Galeri foto saya

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peringatan Maulid Nabi Saw merupakan suatu bentuk rasa syukur dan ungkapan kegembiraan pada hati para pecinta karena adanya Nabi Muhammad Saw. Bergembira karena Rasulullah Saw adalah perintah Allah melalui Al Qur’an :

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah dengan karunia Allah dan Rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58).

 

Melalui Al Qur’an Allah memerintahkan kita untuk bergembira karena rahmat-Nya, sedangkan dengan adanya Nabi Muhammad Saw merupakan rahmat terbesar yang pernah ada, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an :

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

“Dan tidaklah kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiya : 107)

 

Seseorang yang pertama kali memperingati Maulid Nabi adalah Shohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi Muhammad Saw, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shohih : Dari Umar ibn Al Khottob R.A, Ia berkata : Beliau (Rasulullah Saw) ditanya mengenai puasa pada hari senin, lantas beliau menjawab : “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana aku diutus (menjadi Rasul) atau hari pertama aku mendapatkan wahyu.” (HR Muslim dalam Shohihnya 7/320)

 

Menurut catatan Sayyid al-Bakri, pelopor pertama kegiatan Maulid Nabi adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad. Ketika itu peringatan Maulid dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka bersama-sama membaca ayat-ayat Al-Qur’an, membaca sejarah ringkas kehidupan, perjalanan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan shalawat dan syair-syair kepada Rasulullah serta diisi pula dengan ceramah agama. (al-Bakri bin Muhammad Syatho, I`anah at-Thalibin, Juz II, hal 364)

 

Sedangkan menurut sebagian histori, pelopor yang pertama kali memperingati Maulid Nabi adalah Sultan Salahudin Al Ayyubi. Yang mana beliau mempunyai tujuan untuk mengenalkan Sunah, Sirah Nabawiyah dan budi pekerti (akhlak) Nabi Saw yang Mulia. Dimana pada masa itu orang-orang muslim mulai meninggalkan syariat dan Sunnah Nabi Saw, dan yang paling memperhatinkan ialah ketika seorang muslim tidak mengenal Nabinya sendiri, maka bagaimana akan tertanam rasa cinta apabila belum menganal sosoknya. Seperti kata pepatah “Tak kenal maka tak sayang”. Maka dengan peringatan Maulid tersebut sang Sultan bertujuan untuk membangkitkan semangat umat islam dengan mensyiarkan suatu peringatan yang dapat mengingatkan dan mengenalkan seorang muslim kepada Nabi nya.

 

Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar untuk memperingati Kelahiran Nabi Muhammad Saw (Maulid). Dalil Pertama, datang dari suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Shohihnya. Bahwasanya Abu Lahab ketika mendapatkan berita gembira dari budaknya yaitu Tsuwaibah tentang kelahiran Keponakannya (Muhammad Saw). Ia sangat bergembira, hingga budaknya (Tsuwaibah) ia merdekakan karena telah membawa kabar gembira tersebut. Oleh sebab itu Abbas bin Abdul Mutholib mengatakan : “Sesungguhnya aku telah melihat Abu Lahab di dalam mimpiku dalam keadaan yang binasa, kecuali pada hari senin”. Ia (Abu Lahab) mendapatkan keringanan siksaan dan diberi minum setiap hari senin karena dahulu memerdekakan Tsuwaibah yang membawa kabar gembira atas kelahiran keponakannya Muhammad Saw.

 

Hadits ini membuat Imam As Suyuthi menukil perkataan Al Hafidz Syamsuddin bin Naruddin Ad Dimasyqi, seorang ulama hebat penghafal hadits berkata : “Jikalau seorang kafir ini (Abu Lahab) yang telah dikecam di dalam Al-Qur’an dan berada didalam neraka selama lamanya, bisa mendapatkan balasan berupa keringanan siksaan dan diberi minum di setiap hari senin karena bergembira pada saat kelahiran keponakannya (Muhammad Saw). Maka bagaimana sangkaanmu dengan seorang hamba yang diseluruh hidupnya bergembira dengan kelahiran Baginda Saw dan mati dalam keadaan Bertauhid kepada Allah Swt?.”

 

Peringatan Maulid Nabi Saw mendorong orang untuk membaca sholawat, dan sholawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala : “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bersholawat untuk Nabi Saw. Wahai orang orang yang beriman, bersholawatlah kalian untuknya, dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya-Nya.” (QS Al-Ahzab : 56)

 

Isi dari peringatan Maulid ialah ; Pembacaan Al qur’an, Bersholawat, menceritakan sirah nabawiyah, dan pengenalan serta peneladanan tentang pribadi beliau. Kita dituntut untuk meneladani dan mengimaninya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.

 

Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat untuk berdzikir, bersholawat, dan pengagungan kepada sang Nabi Saw, yang mana semua itu telah dianjurkan dalam syariat islam dan tidak ada suatu hal buruk atau maksiat yang mengarah pada bid’ah yang bathil.

 

Tidak semua bid’ah itu diharamkan, apabila semuanya haram niscaya haramlah pengumpulan mushaf-mushaf Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar, Umar, Zaid dan lainnya, yang pada masa itu khawatir hilang disebabkan wafatnya para sahabat penghafal Al qur’an. Apabila semua bid’ah haram, maka haram pula apa yang dilakukan Umar bin Khattab ketika mengumpulkan orang untuk melaksanakan sholat tarawih berjamaah di masjid. Padahal ia mengatakan “Sebaik baiknya bid’ah adalah ini”.

 

Meskipun peringatan Maulid Nabi tidak ada dizaman Rasulullah Saw, sehingga merupakan bid’ah, tetapi termasuk pada bid’ah hasanah (bid’ah yang baik). Karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah kulliyah (yang bersifat global) lainnya. Jadi, peringatan Maulid bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perincian-perincian amalan yang terdapat didalamnya.

 

Imam As Syafi’I mengatakan ; “Sesuatu yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi Saw) dan bertentangan dengan kitabullah, Sunnah dan ijma’ atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu adalah baik."

 

Semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya memperingati Maulid Nabi, hanyalah pada peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan mungkar yang tercela, yang wajib ditentang. Adapun jika peringatan Maulid mengandung sesuatu yang wajib diingkari seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatan terlarang, banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhoi oleh Shohibul Maulid (Nabi Muhammad Saw), tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan, dan keharamannya bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.***

 

Lutfi Rahman, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Bagikan Artikel Ini
img-content
LUTFI RAHMAN UINJKT 088289000707

Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler