x

Sejumlah aksi unjuk rasa terjadi sejak kematian wanita Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amini yang ditahan polisi di Teheran.

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Selasa, 20 Desember 2022 06:25 WIB

Kembalinya Tahta Tua Kekuasaan, dari Pengasingan menuju Pusat Pemerintahan

Kita secara keliru memaknai bahwa dengan masih dibolehkannya demonstrasi, berarti suatu negara masih demokratis. Di dalam negara demokrasi seharusnya tidak ada demonstrasi. Dalam sejarahnya, demonstrasi ada untuk memprotes kekuasaan monarki. Saat titah raja merupakan perintah yang absolut untuk rakyatnya. Dan, lalu rakyat melawan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di dalam negara demokrasi seharusnya tidak ada demonstrasi. Demonstrasi merupakan sarana rakyat untuk menunjukkan rasa tidak setuju terhadap keputusan penguasa. Demonstrasi juga dapat diartikan peragaan atau pertunjukan tentang cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. Dalam hal ini, yang diperagakan dan ditunjukkan adalah rasa tidak setuju. Saya rasa sangatlah pas Bahasa Indonesia memilih kata “unjuk rasa” sebagai padanan kata “demonstrasi”. Demonstrasi ada untuk menunjukkan bahwa ada kebijakan yang tidak disetujui oleh rakyat. Sedangkan negara demokrasi seharusnya tidak memungkinkan adanya kebijakan semacam itu.

Kita secara keliru memaknai bahwa dengan masih dibolehkannya demonstrasi, berarti suatu negara masih demokratis. Seolah-olah demokrasi disimbolkan dan disederhanakan dengan dibolehkannya kritik terhadap penguasa. Dalam perspektif otoritarianisme—yang kecinderungan penguasa melakukannya, pandangan seperti itu dapat dibenarkan. Agar penguasa tidak dicap otoriter oleh masyarakat. Tetapi sesungguhnya, masih adanya demonstrasi menunjukkan bahwa demokrasi yang ada di suatu negara belumlah sempurna. Kebelumsempurnaan demokrasi tersebut yang akhirnya membuat kebijakan penguasa berbeda dari yang dikehendaki rakyat.

Perlu diingat bahwa dalam sejarahnya demonstrasi ada untuk memprotes kekuasaan monarki. Dahulu, kekuasaan dilegitimasi oleh raja. Titah raja merupakan perintah yang absolut untuk rakyatnya. Dan kita akhirnya tahu, kekuasaan cinderung membawa kerusakan dan kekuasaan yang absolut cenderung membawa kerusakan yang absolut pula. Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely. Rakyat melawan. Rusaknya kekuasaan yang absolut itulah yang sebenarnya rakyat lawan hingga kini, dulu dengan senjata, kini dengan demonstrasi. Maka demonstrasi bukanlah ciri negara demokrasi, tapi ciri perlawanan terhadap keabsolutan kekuasaan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gaung adagium suara raja, suara tuhan (vox rei vox dei) dari kastil dan istana dibungkam dengan gaungnya suara rakyat, suara tuhan (vox populli vox dei) yang menggema di jalanan, tempat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya akan melahirkan perlawanan. Dan menang.

Kekuasaan baru dibentuk. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tetapi kekuasaan rakyat sekalipun butuh simbol. Maka lahirlah negara dan pemerintahan. Sebuah kekuasaan baru yang akhir-akhir ini sulit dibantah karena dilegitimasi oleh rakyat sendiri. Dan setiap beberapa tahun sekali, suara rakyat yang melegitimasi kekuasaan menjadi suara paling seksi untuk diperebutkan. Peraturan dibuat, hukum ditegakkan dan kekuasaan diteguhkan. Keabsolutan kekuasaan selalu menemukan cara kembali ke tempat ia semula bertahta. Demonstrasi ada tapi tak berarti, karena kekuasaan yang rakyat tolak keabsolutannya adalah kekuasaan yang sama, yang rakyat pilih sebelumnya untuk menjadi absolut.

Maka dari itu, demonstrasi seharusnya hanya ada di negara monarki. Tapi tidak dengan rakyat. Kekuasaan dalam kesendiriannya memang selalu perlu teman –dalam hal ini rakyat, untuk dikuasai dan sebagai pihak lain sekaligus saksi atas adanya kekuasaan. Karena tanpa adanya pihak lain yang dikuasai, kekuasaan hanyalah hal imajiner yang senantiasa masygul dan kesepian. Atas dasar itulah, seperti dalam novel Pangeran Kecil (Le Petit Prince) karya Antonie de Saint-Exupery, alkisah di sebuah planet yang kosong, ada seorang raja yang berkuasa. Ada suatu adegan yang menarik ketika sang raja memohon kepada Pangeran Kecil untuk tidak meninggalkannya sendiri dengan iming-iming akan dijadikan perdana menteri. Karena tanpa Pangeran Kecil –sebagai subjek yang dikuasai dan mengakui adanya kekuasaan, raja bukanlah siapa-siapa dan titahnya tak berarti apa-apa.

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB