x

ilustr: Editorial Verbum

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Kamis, 22 Desember 2022 06:21 WIB

Faedah Berfikir Paradoks bagi Dunia

Orang yang terbiasa berpikir secara paradoks cenderung lebih kreatif. Banyak teori dan penemuan penting terjadi bermula dari cara berfikir paradoks para ahli. Albert Rothenberg, psikiater, melakukan penelitian terhadap para jenius, dan menemukan para tokoh tersebut menghabiskan banyak waktu untuk berpikir dengan berbagai perspektif yang bertentangan. Membuat ide mengenai sebuah tesis sekaligus antitesisnya. Salah satu tokoh itu adalah Albert Einstein.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sampai sekarang saya masih penasaran apa yang akan terjadi jika Pinokio berkata, “Hidungku akan memanjang!”. Tentu kita sudah tahu bahwa hidung boneka kayu yang secara ajaib hidup dalam cerita anak-anak karangan Carlo Callodi itu akan bertambah panjang setiap kebohongan keluar dari mulutnya. Tapi apakah ia sedang berbohong? Jika perkataan, “Hidungku akan memanjang!” itu sebuah kebohongan, maka hidungnya akan memanjang, yang sekaligus menjadikan Pinokio telah berkata jujur. Sedangkan setiap ia berkata jujur, hidungnya tidak memanjang. Sebuah paradoks terjadi. Unik dan mengagumkan.

Paradoks adalah pernyataan yang seolah-olah bertentangan dengan kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Paradoks bersifat melingkar, berputar dan berselang-seling secara simultan pada dua hal yang bertentangan. Paradoks membuat kita berpikir out of the box untuk terbiasa memutuskan "keduanya-dan" alih-alih memutuskan "salah satu-atau". Dengan itu kita dapat melihat segala yang bertentangan sebagai sama dan utuh di dalam kebenarannya. Paradoks memberikan ruang untuk ketidakmasukakalan.

Orang yang terbiasa berpikir secara paradoks memang cinderung lebih kreatif. Hal ini dibuktikan oleh Albert Rothenberg –seorang psikiater lulusan Universitas Harvard. Di musim dingin tahun 1996, ia melakukan penelitian terhadap para jenius dunia dari kalangan ilmuwan, pemenang Nobel dan Pulitzer, dan sejarahwan. Kesimpulannya, semua tokoh ini menghabiskan banyak waktu untuk berpikir dengan berbagai perspektif yang bertentangan. Membuat ide mengenai sebuah tesis sekaligus antitesisnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa yang tak kenal dengan Albert Einstein. Di tahun 1907, dia merenungkan bagaimana suatu benda dapat dikatakan bergerak dan diam secara bersamaan tergantung pada posisi pengamat. Dan teori relativitas umum tercipta. Dua puluh tahun setelahnya, Niels Bohr mencoba menjelaskan bagaimana energi bersifat seperti partikel sekaligus seperti gelombang pada saat yang sama, meskipun tidak dapat diamati bersama. Berkat jasa ilmuwan asal Denmark tersebut, kita mengenal teori mekanika kuantum.

Di dunia fisika, relativitas umum dan mekanika kuantum adalah dua teori raksasa yang mencoba mengungkap tentang asal-usul alam semesta. Keduanya saling bertentangan. Yang satu menegasikan yang lain. Masing-masing teori tersebut juga ada karena pertentangan: bergerak adalah diam, dan partikel adalah gelombang. Kedua teori tersebut ada karena paradoks, sebuah pertentangan.

Kita selayaknya memberikan kesempatan kepada pertentangan. Untuk hadir dalam pikiran serta kehidupan, seperti halnya relativitas umum yang melahirkan sistem GPS (Global Positioning System) dan mekanika kuantum yang melahirkan supercomputer, pertentangan dapat diusahakan –dan sesekali dipaksa berdamai, demi kesejahteraan umat manusia.

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB