x

cover buku Mempertahankan cita-cita, menjaga spirit perjuangan

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 22 Desember 2022 13:14 WIB

Pemikiran-pemikiran Harry Tjan Silalahi

Buku karya J.B Soedarmanta ini mengungkapkan pemikiran-pemikiran Harry Tjan Silalahi dan sumber-sumber yang mewarnai pemikiriannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Mempertahankan Cita-cita, Menjaga Spirit Perjuangan

Penulis: J.B. Soedarmanta

Tahun Terbit: 2014

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Yayasan Obor

Tebal: x + 208

ISBN: 978-979-461-872-1

 

 

Harry Tjan Silalahi adalah salah satu bukti bahwa orang Tionghoa tidak hanya tertarik dengan dagang saja. Kiprah Harry Tjan di bidang politik dan intelektualitas membuktikan bahwa banyak orang Tionghoa yang sangat cinta kepada NKRI. Harry Tjan berjuang di arena ini sejak muda sampai dengan usianya yang lanjut. Saat masuk usia 80 tahun Harry masih terus berkontribusi bagi bangsa yang dicintainya.

Buku “Mempertahankan Cita-cita, Menjaga Spirit Perjuangan” karya J.B Soedarmanta ini mengupas tentang pemikiran-pemikiran Harry Tjan dan sumber inspirasinya. J.B Soedarmanta secara mendalam mengungkap sumber-sumber pemikiran Harry Tjan sebelum ia mengungkapkan pemikiran-pemikiran Harry Tjan. Buku yang dibagi menjadi 25 bab, satu prolog dan dua epilog ini memberi gambaran bagaimana sesungguhnya pemikiran-pemikiran Harry Tjan di berbagai bidang. Pembahasan mendalam tentang sumber-sumber yang menjadi acuan Harry Tjan dalam berpikir dan bertindak ini sangat membantu untuk memahami sosok Harry Tjan Silalahi dan pemikirannya secara lebih utuh.

Buku ini adalah persembahan J.B Soedarmanta bagi Harry Tjan Silalahi pada ulang tahunnya ke 80. Harry Tjan lahir di Jogjakarta pada tanggal 11 Februari 1934. Ayah Harry Tjan adalah seorang mantri di Rumah Sakit Mata di Jogjakarta. Jusuf Wanandi memberikan prolog. Kwik Kian Gie dan Djisman Simandjuntak memberikan epilog pada buku ini.

Haryy Tjan adalah sosok yang sangat giat memikirkan kesejahteraan Indonesia. Ia juga sangat getol memperjuangkan kebhinnekaan. Harry Tjan secara aktif terjun di organisasi sosial dan politik sejak muda. Ia bergabung dengan PMKRI dan sangat aktif di PPMI. Harry Tjan bergabung dalam Partai Katholik dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Katholik. Selanjutnya Harry Tjan bergabung dengan sebuah lembaga riset bernama Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Melalui lembaga riset CSIS inilah kebanyakan pemikiran Harry dituangkan.

Dalam hal kebhinnekaan, Harry memberi teladan melalui dukungannya untuk kelompok Katholik menjalin kerjasama yang erat dengan kelompok-kelompok Islam, seperti NU dan HMI. Harry sangat peduli dengan minoritas. Harry Tjan selalu mengupayakan titik temu dalam keberagaman. Misalnya tentang bagaimana Islam dan Kristen harus bisa bekerja sama untuk membangun Indonesia (lihat bab “Tantangan Pluralisme Agama” dan “Islam Demokta Kristen Demokrat”).

Dalam hal memperjuangkan keikutsertaan warga tionghoa dalam pembangunan, Harry Tjan ikut mempelopori berdirinya Lembaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa (LPKB.). Harry Tjan memaknai asimilasi sebagai sebuah proses yang berkelanjutan.

Harry Tjan sangat membenci korupsi. Korupsi baginya adalah penghalang terbesar bagi kemajuan bangsa. Ia prihatin atas politik uang yang membuat seleksi calon pemimpin bangsa tak bisa menampilkan orang-orang yang berdedikasi. Harry Tjan tidak berhenti dengan keprihatinan, tetapi dia menyarankan sebuah solusi supaya orang-orang idealis bisa ikut dalam kontestasi kepemimpinan negeri. Harus ada upaya untuk mendukung dan membiayai orang-orang idealis sebagai calon pemimpin bangsa. Harry Tjan juga menerapkan praktik anti korupsi dengan tidak mau menandatangani bukti perjalanan dinas yang tidak sesuai, saat ia masih menjabat sebagai anggota DPR.

Menurut Jusuf Wanandi – kawan akrabnya di CSIS, Harry Tjan selalu mengutamakan nasip bangsa dan negara serta masyarakatnya. Lebih lanjut Jusuf Wanandi mengatakan bahwa pemikiran Harry Tjan lebih konservatif daripada dirinya sendiri. Jusuf Wanandi menduga bahwa pemikiran yang lebih konservatif ini disebabkan karena Harry Tjan berfokus kepada masalah-masalah dalam negeri.

Kwik Kian Gie menyampaikan bahwa Harry Tjan adalah seorang yang sejak muda (sejak SMP) sudah peduli dengan masalah-masalah sosial. Kepeduliannya pada masalah sosial ini menentukan pilihan hidup selanjutnya, yaitu masuk ke dunia politik dan intelektual. Bahkan sampai masa tuanya Harry Tjan masih tetap ikut memberi sumbangan pemikiran, khususnya di saat negeri ini dikepung oleh political animals.

Djisman Simandjuntak menyoroti sikap pluralis Harry Tjan. Menurut Djisman, Harry Tjan adalah seorang pluralis sejati. Semua tindakan dan pemikirannya selalu memasukkan unsur pluralism. Harry Tjan selalu mengupayakan titik temu dai berbagai perbedaan yang ada demi kemajuan Indonesia..

Terus, apa yang menjadi sumber pemikiran Harry Tjan?

Dalam buku ini setidaknya J.B Soedarmanta mengungkap tiga faktor yang menjadi sumber pemikiran Harry Tjan. Ketiga faktor tersebut adalah budaya Jawa, nilai-nilai Kristiani dan teman-teman sejawatnya. Harry Tjan yang lahir di Jogjakarta sangat kuat terpapar kebudayaan Jawa. Itulah sebabnya banyak nilai-nilai dari budaya Jawa yang mewarnai pemikiran Harry Tjan. Ajaran tentang becik ketitik ala ketara, nrima ing pandum dan etika kepantasan diuraikan oleh J.B Soedarmanta secara mendalam untuk mengungkap latar belakang pemikiran Harry Tjan yang bersumber pada budaya Jawa.

Harry Tjan adalah seorang Katholik. Itulah sebabnya nilai-nilai Kristiani sangat kuat mewarnai pemikirannya. Bagi Harry Tjan, orang Kristen harus merayakan natal setiap hari. Artinya seorang Kristen harus bertemu dengan wajah Tuhan yang membawa damai dan sejahtera setiap hari. Dengan demikian ia bisa mengupayakan damai sejahtera untuk sesama setiap hari.

Ada beberapa nama yang dibahas khusus dalam buku ini yang ikut mewarnai pemikiran Harry Tjan. Nama-nama tersebut diantaranya adalah J. Kasimo (Ketua Partai Katholik), Ali Murtopo dan Sujono Humardani yang ikut membidani lahirnya CSIS dan tentu saja Suharto. Selain dari nama-nama tersebut, rekan-rekannya di CSIS seperti Jusuf Wanandi, Djisman Simandjuntak dan Daun Jusuf tentu ikut serta mempengaruhi cara berpikir Harry Tjan Silalahi. 723

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu