Mari Pulang Lewat Jalan Lain
Jumat, 23 Desember 2022 13:04 WIBSuasana Natal sungguh telah tiba. Adakah sesuatu yang mesti jadi titik atensi? Untuk gelorakan suasana Natal? Atau kah untuk membawa Sunyi Natal itu ke dalam kalbu? Dan lalu mengendapkannya dalam batin? Kita rindukan alam Natal yang sungguh hening nan bening. Yang tetap anggun pula dalam sederhana. Namun, ia kaya dan cemerlang demi bekal kita di ziarah hidup.
Mari Pulang Lewat Jalan Lain
(satu permenungan di Hari Natal)
Injil Matius 2:1-12
P.Kons Beo, SVD
Suasana Natal sungguh telah tiba. Adakah sesuatu yang mesti jadi titik atensi? Untuk gelorakan suasana Natal? Atau kah untuk membawa Sunyi Natal itu ke dalam kalbu? Dan lalu mengendapkannya dalam batin? Kita rindukan alam Natal yang sungguh hening nan bening. Yang tetap anggun pula dalam sederhana. Namun, ia kaya dan cemerlang demi bekal kita di ziarah hidup.
Satu perjalanan panjang dikisahkan! Tiga Majus itu tinggalkan negerinya demi mencapai “Dia, Raja orang Israel yang baru dilahirkan itu” (cf Mat 2:2). Satu langkah awal mesti ditata. Jarak dari tanah asal, dari alam kenyamanan mesti tercipta.
Sungguh! Untuk meraih Sang Raja Damai, segala yang terpusat pada diri sendiri harus dilepaskan. Tak hanya jarak horisontal yang semakin menjauh dan terus saja menjauh, Tiga Majus itu pun mesti ciptakan satu lintasan vertikal. Dan itu terjadi saat ketiganya mesti memandang ke langit. Iya, ketika ketiganya setia menatap ke angkasa tinggi. Semuanya demi “melihat bintangNya di Timur” (Mat 2:2).
Sebab, apakah artinya satu perjalanan horisontal yang jauh, sekiranya tak pernah ada sedikit pun hasrat dan kerinduan untuk ‘memandang ke langit demi melihat bintangNya’? Tuhan yang senyap, Bayi Kudus nan mungil, sungguh dikitari oleh alam kesahajaan. Oleh para gembala sewaan yang hidup di lintasan ‘apa adanya.’
Tetapi, Bayi Kudus, Kanak Yesus itu, sungguh miliki satu kekayaan mahadahsyat! Ia miliki dan diterangi oleh “bintangNya di Timur.” Itulah terang kosmik yang pancarkan cahaya pada jalan menuju kepada ‘kelahiranNya.’ Itulah cahaya alami yang terangi pikiran dan hati Ketiga Majus untuk mendekatiNya. Dan pada titiknya mesti sujud dan menyembahNya.
“BintangNya di Timur” adalah kekuatan yang membawa pesan dan harapan akan keselamatan. Cahaya bintangNya itu pun membiaskan gema perdamaian. Melantunkan nyanyian sukacita kemuliaan. Membentangkan alam kerukunan serta persahabatan.
Di jalan seperti itulah, di jalan yang dicahayai oleh ‘BintangNya di Timur,’ kita hendak menggapai serentak diteduhi oleh kedamaian Natal Tuhan. Para Majus pada saatnya tiba di kedamaian Betlehem. Satu perjalanan yang bernafaskan harapan. Dan lalu berbuah pada nilai-nilai kehidupan.
Akan tetapi, untuk kembali pulang? Mesti kah Para Majus itu lewati kembali ‘jalan lama?’ Jalan lama adalah jalan membuat mereka mesti lintasi kembali Yerusalem! Itulah ‘jalan Herodes.’ Jalan maut yang membinasakan. Jalan yang berpura-pura ingin menyembahNya. Namun, sesungguhnya, itu adalah jalan pedang, jalur kekerasan serta jalan kematian.
Dan Penulis Injil Matius kisahkan, “Kemudian karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali ke Herodes, pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain” (Mat 2:12)
Para Majus mesti dengarkan suara malaekat dalam mimpi. Itulah suara alarm yang membebaskan. Iya, agar tak kembali melalui jalan yang menuntun kepada maut dan kebinasaan. Jalan terang, damai, sunyi, kelembutan dan hidup, setelah bersua dengan Bayi Kudus, sekali-kali tak boleh dicemarkan oleh ‘jalan darah dan kekerasan.’
Kita tak pernah menggapai alam damai dan sejuk. Situasi tak nyaman dan penuh hiruk pikuk tetap dialami. Ketegangan demi ketegangan datang silih berganti. Berbagai tekanan, teror, alam tak nyaman sepertinya jadi satu kelumrahan. Ada yang sungguh salah di jalan yang kita susuri.
Sebab, kita sudah akrabi jalan Herodes. Jalan seperti itu sungguh suram dan seram. Tak pernah membawa harapan kepada Terang Damai dan Cahaya Sukacita. ‘Jalan Herodes’ dalam banyak variasi itu pun yang telah kaburkan ziarah hati kita menuju anggota keluarga sendiri, menuju tetangga kita, serta menuju sahabat-sahabat kita dalam kehidupan bersama.
Perjumpaan kita yang sejuk segar dengan Sang Bayi Kudus, Putera Allah, mesti memantapkan sikap batin kita untuk: Kembali melalui jalan lain! Jalan yang membebaskan dan yang menyelamatkan:
-Saat jalan lama bertahan pada amarah, dendam dan kebencian, maka jalan lain memanggil kepada kesejukan hati dan pengampunan;
-Saat jalan lama tetap berkiblat pada aneka teror dan kekerasan, maka jalan lain menggemakan damai dan sukacita;
-Saat jalan lama membiarkan ketegangan, keretakan dan perpecahan, maka jalan lain itu berjuang selalu demi kerukunan, kebersamaan dan rasa penuh kekeluargaan;
-Saat jalan lama telah terbiasa dalam memperguncingkan orang lain, tetap pada kibaran bendera kesombongan, bergairah pada elistisme gaya hidup, maka jalan lain adalah panggilan sejuk kepada keakraban nan tulus, kerendahan hati dan kesederhanaan hidup;
-Saat jalan lama sungguh terpolusi oleh segala gelagat demi kepentingan diri dan kelompok yang menggeser dan menggusur sesama, maka jalan lain adalah satu panggilan pertobatan demi kepentingan bersama, dan demi harkat serta martabat kemanusiaan.
-Saat jalan lama jadi lalu lintas segala rasa tak nyaman, penuh beban yang mengikat, maka jalan lain menuntun kepada alam bebas, ceriah, penuh spontan. Itulah alam penuh ketulusan. Tanpa pura-pura, yang sebenarnya mengandung dan berisiko maut a la sikap Herodes ‘yang berpura-pura ingin menyembahNya.’
Di Hari Natal nan teduh, kita berlutut untuk menyembah serta mencium Bayi Yesus. Sang Bayi yang lembut dan ‘lemah itu’ sungguh kuatkan kita. Demi satu dinamika transformasi diri. Makna Natal segera jadi nyata bagi setiap kita untuk ‘dilahirkan kembali bersama dan di dalam Kelahiran Yesus, Sang Bayi Kudus.’
Bagaimana pun semuanya akan menjadi nyata, sekiranya kita sungguh kembali sambil mengambil jalan lain. Itulah Jalan Natal, Jalan Betlehem, dan Jalan Kehidupan. Bukannya jalan kematian, jalan Yerusalem. Itulah jalan maut yang digemari Herodes.
Kristus Yesus sungguh lahir di Betlehem, di Kota Daud. Dan IA telah ‘lahir pula di dalam hati setiap kita.’
Maka, tunjukanlah wajah natal. Gemakanlah hati yang beraura kelahiran baru. Berjuanglah memerangi diri untuk membuang jalan lama. Dan marilah, dengan penuh semangat dan jiwa besar, kita ayunkan langkah untuk ambil jalan lain. Semuanya demi sesama, dan kebaikan umum dan kepada dunia semesta. Satu gema Natal yang sungguh tak mudah kita jalani!
Selamat Hari Raya Natal untuk Anda sekalian di mana saja berada. Untuk semua orang yang berkehendak baik. Bagi siapa saja yang mengusahakan terciptanya alam kedamaian. Yang bertarung untuk menjauhkan pedang serta aneka kekerasan!
Kiranya “BintangNya di Timur” menyinari jalan hidup setiap kita.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pengalaman Keluarga Bonefasius Pedor Mengolah Lahan dan Kotoran Ternak jadi Sumber Rejeki
Selasa, 27 Agustus 2024 14:04 WIBKetika Ibu Tak Pernah Bercerita Lagi Penuh Hangat
Senin, 13 Mei 2024 14:30 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler