x

Agama-agama di Indoenesia

Iklan

MUUFI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Oktober 2022

Senin, 26 Desember 2022 15:12 WIB

Empat Indikator Moderasi Beragama

Merekatkan perbedaan bangsa Indonesia dan menyatukan keragaman dan keberagamaan bukan semata dalam perkataan. Namun juga berbentuk perbuatan yang saling mengasihi, dan bergandengan merajut kebersamaan. Beragama itu seyogyanya menebar kedamaian dan melunturkan sikap intoleransi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bangsa Indonesia lahir dari rahim kebhinekan. Keberagaman agama, suku, adat dan budaya menjadikan bangsa ini begitu kaya perbedaan. Untuk merawat keberagaman itu diperlukan sebuah narasi yang menjadi kompas arah kesesuaian. Itulah sikap moderasi beragama. Moderasi beragama saat ini menjadi urgensi narasi dialog di berbagai seminar kebangsaan di Indonesia.

Lantas bagaimana sebenarnya padanan dua suku kata ini bisa termanifestasi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang majemuk? Sebelumnya mari sedikit mengenal istilah moderasi ini.

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderatio, yang berarti ke­sedang­an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1.pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “Orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-­biasa saja, dan tidak ekstrem.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Moderasi dalam bahasa Arab, dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-­tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem (Kemenag Purbalingga,2022)

Kerukunan umat beragama di Indonesia menjadi faktor, yang paling urgensi untuk dikedepankan. Perbedaan-perbedaan yang melingkupi bangsa Indonesia mesti selalu disatukan dalam bingkai moderasi yang relevan dengan perubahan zaman. Banyaknya suku, budaya dan agama itu tidak lantas memecah belah masyarakat Indonesia. 

Merekatkan perbedaan bangsa Indonesia dan menyatukan keragaman dan keberagamaan bukan semata dalam perkataan. Namun juga berbentuk perbuatan yang saling mengasihi, dan bergandengan merajut kebersamaan. Beragama itu mesti menebar kedamaian dan melunturkan sikap intoleransi.

Dalam berbagai literatur informasi disebutkan bahwa moderasi beragama dapat ditunjukkan melalui pertama sikap tawazun yaitu berkeseimbangan, kemudian sikap i'tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif). Sikap-sikap tersebut tentu bisa masyarakat terapkan dalam kehidupan sosial-nya.

Seperti yang dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam di Kementerian Agama RI Prof. Dr. Ali Ramdhani bahwa Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara

Artinya setiap individu bangsa Indonesia bisa mengubah cara pandang, sikap dan praktik mereka menilai keberagaman. Bisa saja sebelumnya keliru, dengan adanya narasi moderasi beragama menjadi lebih utuh dan bermakna.

Terdapat empat indikator disebutkan dalam berbagai literatur mengenai moderasi beragama, yaitu toleransi, anti kekerasan, penerimaan terhadap tradisi, dan komitmen kebangsaan. “Apabila empat indikator tersebut terpenuhi, kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran menuju Indonesia maju bukan lagi menjadi hal yang mustahil

Karena pada akhirnya untuk merawat kebhinekaan bangsa Indonesia. Dibutuhkan sebuah model yang betul-betul bisa merajut keragaman itu, dan menjadikan nya sebuah keutuhan. Keberimbangan itu berbentuk bingkai moderasi beragama.

Moderasi beragama dalam pandangan penulis, bukan mengoyahkan aqidah manusia dengan tuhan, bukan pula melonggarkan aturan-aturan agama yang dianut dan bukan membuka keran kebebasan . Melainkan menjaga prilaku sosial masyarakat supaya tidak saling bermusuhan, tidak saling membenci melainkan merawat Indonesia yang damai, toleran dan menghargai keberagaman.

Ikuti tulisan menarik MUUFI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB