Sebagaimana Kebenaran, Kasih akan Bertahan
Selasa, 27 Desember 2022 06:26 WIBKasih akan selalu bertahan, sekalipun ia coba dikalahkan dan disalib. Kasih akhirnya selalu menang. Ia melembutkan kekuatan menjadi kebijaksanaan, kejayaan menjadi kearifan dan pengagungan akan tahta menjadi penghambaan diri kepada Yang Maha. Hal seperti itu juga terdapat dalam salah satu pupuh Serat Pustaka Raja Wedha karangan Ronggowarsito. Sifat kasih akan membawa kita kepada kesalehan sosial yang bermuara kepada kesalehan kepada Tuhan.
Kasih akan selalu bertahan, sekalipun ia coba dikalahkan, sekalipun ia coba disalib. Malam itu taman Getsmani –taman yang terletak di kaki bukti Zaitun di timur kota Yarussalem itu, menjadi saksi atas doa terakhir Yesus dan murid-muridnya yang setia. Malam itu adalah malam ketika sang juru selamat ditangkap oleh orang suruhan para imam besar agama Yahudi dengan tuduhan pelanggaran agama. Itu adalah malam yang panjang baginya, mungkin karena malam itu berisi fitnah, cacian, dan makian. Keesokan paginya, ketika jalanan Golgota masih diselimuti oleh kabut, dengan tergesa-gesa Yesus dihadapkan ke pengadilan para imam –Sanhedrin, yang secara sepihak sepakat untuk membunuhnya dengan menjatuhkan hukuman mati.
Setelah dibelenggu, ia dibawa lagi ke pengadilan yang dipimpin oleh Gubernur Provinsi Yudea, Pontius Pilatus dibawah pemerintahan kaisar Romawi, Tiberius. Hal ini dilakukan karena hukum waktu itu tidak memperbolehkan adanya penjatuhan hukuman mati tanpa vonis dari pengadilan Romawi. Pilatus enggan, tetapi karena desakan para imam besar, hukumanpun dijatuhkan dan dimulailah kisah sebagaimana yang kita sering dengar –kisah penderitaan Yesus di tiang salib.
Tapi adakah kasih dapat disalibkan? Dapatkah ia dikalahkan? Tidak sampai enam abad setelah peristiwa tersebut, kita menyaksikan kekaisaran Romawi runtuh dan sekarang, dua milyar lebih manusia memeluk agama Kristen. Jika yang terjadi adalah demikian, maka ajaran Yesuslah yang terbukti bertahan dibandingkan dengan kebesaran kekaisaran Romawi. Jika demikian, siapa yang sebenarnya kalah? Saya kira jawabannya adalah kekaisaran Romawi. Ia telah kalah dan kebesarannya telah mati disalib peradaban.
Meskipun tampak seolah olah kalah, kasih –sebagaimana ajaran kebaikan yang lainnya, akhirnya selalu menang. Sekalipun tidak mendapatkan kemenangan di masa kini, ia pasti akan mendapatkannya di masa yang akan datang. Karena kasih bersifat melembutkan, itulah alasan mengapa ia akan selalu menang jika berhadapan dengan kekuatan, kejayaan dian tahta. Ia melembutkan kekuatan menjadi kebijaksanaan, kejayaan menjadi kearifan dan pengagungan akan tahta menjadi penghambaan diri kepada Yang Maha. Hal seperti itu juga terdapat dalam salah satu pupuh Serat Pustaka Raja Wedha karangan Ronggowarsito :
Suro diro jayanigrat,
Lebur dening pangastuti.
Segala angkara murka, kekuatan, kejayaan dan tahta,
Akan luruh tunduk dengan kasih.
Pada akhirnya, sifat kasihlah yang akan membawa kita kepada kesalehan sosial yang bermuara kepada kesalehan kepada Tuhan. Dan dengan bermodalkan kesalehan tersebut, kita berharap doa kita akan didengarkan oleh-Nya.
Karena di kubah gereja Kirche Aller Nationen –diatas pintu masuk taman Getsmani itu, tertulis dengan jelas dalam Bahasa Latin, “PRECES SUPPLICATIONESQUE CUM CLAMORE VALIDO ET LACRIMIS OFFERENS ET EXAUDITUS PRO SUA REVERENTIAL” yang menceritakan bagaimana Yesus berdoa untuk yang terakhir kalinya, yang artinya kurang lebih: Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis, dan karena kesalehannya, ia telah didengarkan.
Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
1 Pengikut
Selegal Apapun, Mengambil Yang Bukan Haknya Itu Disebut Mencuri
Rabu, 21 Agustus 2024 18:54 WIBSuatu Masa di Gunung Tursina
Selasa, 30 Juli 2024 23:00 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler