x

Egois

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 28 Desember 2022 12:05 WIB

Bila Tabiat Buruk Pemain Timnas Terus Melekat, Bagaimana Bisa Menang versus Thailand dan Juara Piala AFF 2022?

Bukalah mata hati dan pikiran kalian. Berusahalah untuk cerdas otak dan cerdas kepribadian. Sebab, publk sepak bola nasional banyak yang sudah paham tabiat kalian. Jangan dibawa saat laga versus Thailand. Singkirkan, buang tabiat buruk itu, agar Garuda menang. Garuda ya, yang menang. Bukan individu pemain!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penyakit dan lawan terberat tim nasional (timnas) Sepak bola Indonesia yang kronis adalah diri sendiri. Selalu ada pemain yang miskin hati dan pikiran, dalam setiap laga, selalu ada egois-individualis-mau menonjolkan sendiri. (Supartono JW.27122022)

Bila yang ditanam di hati dan pikiran hanya ingin menunjukkan kehebatan diri, menonjolkan diri, menang sendiri, hebat sendiri, alias egois-individualis, bukan merawat untuk mementingkan kebersamaan, kolektivitas, produktivitas, kemenangan tim, jangankan dapat menang meladeni lawan sepandan, menghadapi lawan lemah pun hasilnya tidak sesuai harapan. (Supartono JW.27122022)

Setelah melalui dua laga fase grup yang masih belum sesuai ekspetasi, laga paling penting dan genting pun kini sudah di depan mata. Garuda akan menjamu Thailand di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada Kamis (29/12). Kenapa penting dan genting? Hasil dari laga ini akan langsung dapat memberi gambaran siapa yang akan lolos ke semi final.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Thailand momok Indonesia

Terlebih, sepanjang sejarah pertemuannya, Thailand telah menjadi momok bagi tim Merah Putih. Indonesia dan Thailand sudah bentrok 80 kali. Hasilnya tim Gajah Perang unggul dengan 40 kemenangan. Indonesia hanya menang 25 kali, sisanya imbang.

Tragisnya, khusus di Piala AFF yang sudah bentrok 14 kali. Hasilnya Timnas Indonesia hanya menang tiga kali, dua kali imbang, dan sisanya sembilan kali kalah. Bagaimana di laga ke-81 atau laga ke-15 di Piala AFF 2022 yang akan berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada Kamis (29/12)?

Meski tampil di hadapan publik sendiri, nampaknya Thailand tetap diunggulkan oleh berbagai pihak. Terlebih, pasukan Indonesia kali ini, kurang siap tempur karena persiapannya tidak sesuai harapan.

Selain itu, trend negatif banyaknya pemain yang justru inginnya unjuk gigi dengan sikap egois dan individualis karena rendah intelegensi dan personality, dapat menjadi bumerang bagi Garuda yang digadang-gadang lepas dari kutukan menjadi spesialis runner up di Piala AFF.

Faktanya lagi, melihat dua penampilan yang sudah dipertunjukkan oleh anak-anak Garuda, rasanya publik sepak bola nasional masih banyak yang pesimis, anak asuh Shin Tae-yong (STy) mampu mengalahkan Thailand, meski tampil di hadapan publik sendiri.

Sejatinya, STy sendiri menilai Thailand sebagai lawan sepadan Timnas Indonesia di lanjutan laga fase Grup A Piala AFF 2022. Dan, seharusnya ekspetasi STy benar. Pasalnya, ada indikator kemampuan sepandan antara pemain Indonesia dan Thailand.

Lalu, indikator sepandannya di bagian apa ya? Cara membedahnya adalah dengan melihat detail dari kemampuan teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS) pemain kedua tim.

Untuk TIPS sendiri, pondasinya adalah intelegensi (otak) dan personality (kepribadian/hati). Percuma mumpuni dalam teknik dan speed dalam bermain sepak bola, tetapi miskin otak dan hati alias bodoh, egois, individualis, tidak tahu diri, tidak mengukur diri, tidak bekerjasama, tidak percaya teman, ingin menonjol sendiri, ingin dilihat hebat sendiri, dll.

Catatan saya dari dua laga yang sudah dilakoni oleh Thailand dan Indonesia, saya setuju dengan STy bahwa Thailand lawan sepandan bagi Garuda. Tetapi sepandan apanya? Ya, sementara yang sepandan baru di indikator tekniknya. Tetapi kemampuan teknik para pemain Thailand terjaga dan konsisten, sebaliknya pemain Indonesia sangat mudah membuat kesalahan elementer seperti passing, control, hingga shooting yang lemah dan sering tidak akurat.

Mengapa kemampuan teknik para pemain Thailand kualitasnya konsisten terjaga? Analisisnya adalah karena mereka cerdas otak dan cerdas kepribadian, maka kualitas tekniknya terjaga oleh kecerdasan otaknya. Maka, setiap kali bermain, kekompakan, kerjasama, kesatuan, keutuhan tim selalu terjaga dan nomor satu, di banding sikap egois, individualis, serakah, tidak percaya teman.

Melihat permainan Thailand, selalu identik dengan permainan cerdas otak dan kepribadian, maka cerdas teknik dan speed (fisik). Bermain untuk tim, bukan individu atau pertemanan atau per kelompokan dalam tim, yang sudah pasti bukan hanya merusak tujuan tim yang diskenario sesuai taktik dan strategi, pun praktiknya, permainan tidak berkembang dan rusak.

Dengan kondisi ini, maka kita akan selalu melihat pemain Indonesia sangat mudah diperdaya oleh pemain Thailand. Sangat mudah dipancing emosinya. Jadi, Thailand cukup bermain otak dan mental selama memperdaya dan mengalahkan Garuda.

Lihatlah dalam laga terbaru. Meski STy merotasi pemain, tetapi kualitas teknik pemain yang diturunkan tetap jauh di atas pemain Brunei. Ada catatan negatif yang perlu para pemain sadari karena selama ini, mereka lebih banyak hanya mementingkan diri, menonjolkan diri, egois dan individualis, sebab miskin hati dan pikiran.

Pertama, menang tujuh gol tanpa balas. Siapa yang mencetak tujuh gol? Yang mencetak adalah tujuh  nama pemain. Apakah dari 11 pemain semuanya ingin mencetak gol? Jawabnya, kecuali kiper. Jadi, 10 pemain Indonesia saat bermain, semuanya bernafsu mencetak gol. Yang akhirnya berebut ingin namanya tercatat di papan skor ada tujuh pemain. Artinya dari 15 pemain yang diturunkan oleh STy dalam tersebut, ada tujuh pemain di luar kiper yang juga bernafsu mencetak gol, tetapi tidak dapat kesempatan atau tidak dikasih kesempatan oleh pemain yang egois lainnya. Sehingga dari sejumlah peluang yang seharusnya dapat dikonversi menjadi gol.

Kedua, masih laga kontra Brunei, saat waktu masih cukup panjang, beberapa pemain Indonesia malah nampak mengulur waktu dengan cidera yang secara logis tidak perlu sampai bergulingan dan sampai ditolong petugas medis. Sebab, Garuda masih sangat memungkinkan menggelontor gol ke gawang Brunei. Ini juga penyakit miskin hati dan pikiran. Bukannya memburu gol demi tabungan untuk membantu catatan lolos ke semi final. Malah tidak ada pikiran, waktu diulur.

Ketiga, saat meladeni Kamboja, sikap miskin hati dan pikiran juga sangat dominan, hingga menjadi paket penampilan yang sangat mengecewakan Garuda. Membuang banyak kesempatan dan peluang mencipta gol. Plus permainan yang jauh dari harapan.

Lalu, ada kambing hitam persiapan tim terganggu karena kompetisi sedang libur gara-gara tragedi Kanjuruhan. Tetapi TC hampir sebulan pun tidak ada program uji coba.

Andai kompetisi tidak libur, tidak ada tragedi Kanjuruhan, ada program uji coba dalam TC, saya yakin para pemain yang rendah intelegensi dan personality dengan andalan sikap egois dan individualisnya, tetap saja akan merusak kekompakan, permainan, kolektivitas, dan produktivitas tim.

Saat bentrok, buang tabiat buruk

Bila saat bentrok ke-81 atau ke-15 di Piala AFF, karakter miskin hati dan pikiran yang dipertunjukkan dalam dua laga masih melekat di hati dan pikiran di beberapa pemain serta ditonjolkan dalam bentuk sikap egois dan individualis yang buntutnya mengurangi kemampuan teknik dan fisik, maka jangan harap, pasukan STy ini mampu menang lawan Thailand. Mengimbangi permainannya pun akan kesulitan.

Meminjam istilah STy, dalam laga versus Brunei ada pemain yang disebut plin-plan. Maksudnya adalah tidak dapat mengambil keputusan cerdas saat sedang menguasai bola. Keputusannya seharusnya bola segera diumpan ke teman, tetapi masih dikuasai hingga sangat mudah direbut lawan. Selain itu, selain plin-plan menguasai bola atau mengirim umpan ke teman yang lebih menguntungkan posisinya untuk mencetak gol, malah memilih menembak ke arah gawang sendiri, hasilnya pun mengecewakan.

Wahai para pemain yang sekarang dipilih STy masuk gerbong Timnas Indonesia Piala AFF 2022, yang masih lekat dengan karakter egois dan individualis malu dan tahu dirilah. Selama ini Indonesia selalu gagal di Piala AFF di antara penyebabnya karena hal itu.

Tidak usah sok menonjol. Tidak usah berpikir harus jadi pahlawan pencetak gol timnas dan mencatatkan namanya dalam sejarah, sebab tidak akan ada artinya bila Garuda kalah permainan dan gol. Gagal lagi di Piala AFF.

Bukalah mata hati dan pikiran kalian. Berusahalah untuk cerdas otak dan cerdas kepribadian. Sebab, publk sepak bola nasional banyak yang sudah paham tabiat kalian. Jangan dibawa saat laga versus Thailand. Singkirkan, buang tabiat buruk itu, agar Garuda menang. Garuda ya, yang menang. Bukan individu pemain!

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler