Selamat Jalan Sang Guru Kehidupan - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Sumber ilustrasi: wallpapercave.com

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Kamis, 29 Desember 2022 07:33 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Selamat Jalan Sang Guru Kehidupan

    Namun, mengapa justru kau pergi lebih dulu untuk selamanya? Mengapa? Protes pun kulayangkan kepada Tuhan. Mengapa Engkau ambil dia di usia muda, belum setengah abad? 

    Dibaca : 562 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Bersih hati, tulus hati itulah nilai dan prinsipnya. Tak ada pamrih, apalagi kecenderungan bernuansa politis. Tidak sama sekali! Manakala mengekspresikannya, laksana di titik nol, tak kurang dan tak lebih. Pas! Sebab, kurang itu bukan harmonis, berlebihan pun bukan, belum seimbang dan pincang nan timpang, tak ideal.

    Sebelum kau pergi dan takkan kembali selamanya menuju kedamaian abadi, aku tak percaya, mimpikah aku ini? Benarkah? Dan, bukan aku saja yang merasakannya. Yang lain pun demikian. Kepergianmu ke alam abadi, laksana sambaran petir di siang bolong, tanpa mendung tanpa hujan. Aku masih tak percaya, dan mereka pun tak percaya jua, berperasaan sama...

    Sadarlah aku, demikian pula mereka, saat jasadmu ditanam, ditampung oleh bumi, dan bumi pun menerima tanpa kata menolak kepasrahanmu kepada Sang Maha Pencipta, nyata memancar tanpa kendala...

    Aku masih ingat, dan takkan pernah lupa dan alpa, saat kali terakhir bersua denganmu. Kau tawari aku bubur ayam karena menyaksikan aku terkulai di atas dipan, sakit, kurang asupan makanan. Kulahap bubur pemberianmu, dan setelah itu, esok harinya, aku menjadi bugar seperti sedia kala. Itulah kali terakhir aku dipertemukan Tuhan denganmu.

    Namun, mengapa justru kau pergi lebih dulu untuk selamanya? Mengapa?

    Protes pun kulayangkan kepada Tuhan. Mengapa Engkau ambil dia di usia muda, belum setengah abad? 

    Apakah senandung harapku buat dia selama ini agar Engkau berikan waktu yang lebih panjang demi kebaikan yang selalu ditebartanamkan kepada sekitar, dimana dia berpijak dan berada, tak Engkau terima? Dan, kusenandungkan harap pula kepada-Mu, untuk kali ini, penuhilah pintaku ya Tuhan, kali ini saja, jangan Kau cabut dulu nyawa dia...

    Namun dia telah ikhlas, rela menghadap Sang Maha Pencipta kapanpun. Sepertinya begitu jelang kepergiannya, selamanya. Dari penuturan kerabat dekatnya, terucap olehnya bahwa oh, ternyata hidup yang dijalani selama ini, hanya begini saja.

    Dia telah ikhlas bila tiba saatnya menuju keharibaan-Nya. Dan, kita semustinya ikhlas pula agar dia tak terhalang menuju akhir perjalanan memasuki gerbang kematian milik Tuhan semata.

    Semoga!

    *****

    Kota Malang, Desember di hari kedua puluh sembilan, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

    Puisi ini kupersembahkan dan dalam rangka mengenang sang kerabat, sahabat dan guru kehidupan, mendiang IMAM MULYONO.

     

    Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Frank Jiib

    1 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 91 kali









    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali






    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali