x

Pembelajaran dengan guru keliling mampu menjangkau dari yang tidak terjangkau

Iklan

Ayudya Chaerani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Desember 2022

Sabtu, 31 Desember 2022 07:48 WIB

Pudarnya Ciri Khas Pengajaran IPS di Sekolah Selama Pandemi Covid-19

Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi siswa agar peka terhadap masalah sosial masyarakat. Mereka juga diharap memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan atas ketimpangan. Tapi biskaah itu dkicapai selama masa pandemi kemarin?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) secara resmi mulai di pergunakan di Indonesia sejak tahun 1975. IPS merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar, menegah dan atas, serta nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah social studies. Istilah social studies di negara lain itu merupakan kesepakatan para ahli dan pakar kita di Indonesia.

Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu. Pembelajaran Pendidikan IPS juga lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada transfer konsep. Dalam pembelajaran pendidikan IPS peserta didik diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimiliki. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikannya pada aspek kependidikannya.

Dalam konteks pembelajaran sekarang yang mengutamakan peran siswa aktif dan menggunakan konteks sebagai landasan dalam pembelajaran, pola seperti diuraikan di atas tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi. Namun lebih dari itu, pemahaman mengenai konsep IPS dan kharakteristik pembelajarannya perlu dijelaskan secara proporsional.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa konsep IPS, yaitu meliputi: interaksi, saling ketergantungan, kesinambungan dan perubahan, keragaman atau kesamaan atau perbedaan, konflik dan konsensus, pola, tempat, kekuasaan, nilai kepercayaan, keadilan dan pemerataan, kelangkaan, kekhususan, budaya, dan nasionalisme kepada peserta didik.

Konsep-konsep dalam pembelajaran IPS memerlukan pemahaman mendalam, oleh karena itu pemahaman suatu konsep dengan baik sangatlah penting bagi siswa. Siswa harus membentuk konsep sesuai stimulus yang diterimanya dari lingkungan atau sesuai pengalaman yang diperoleh dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman-pengalaman yang harus dilalui oleh siswa merupakan serangkaian kegitan pembelajaran yang dapat menunjang terbentuknya konsep-konsep tersebut. Karena itu guru harus bisa menyusun pembelajaran yang didalamnya berisi kegiatan-kegiatan belajar siswa yang sesuai dengan konsep-konsep yang akan dibentuknya.

Tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7), adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi. Selain itu mereka juga diharapkan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Menurut Fraenkel (1980: 8-11), ada empat kategori tujuan IPS, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. Pengetahuan diartikan sebagai kemahiran dan pemahaman terhadap sejumlah informasi dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini adalah membantu siswa untuk belajar lebih banyak tentang dirinya, fisiknya, dan dunia sosial. Keterampilan diartikan sebagai pengembangan berbagai kemampuan tertentu untuk mempergunakan pengetahuan yang diperolehnya. Ada beberapa keterampilan dalam IPS, yaitu keterampilan berpikir, keterampilan akademik, keterampilan penelitian, dan keterampilan sosial.

Sementara sikap diartikan sebagai kemahiran dalam mengembangkan dan menerima keyakinan-keyakinan, ketertarikan, pandangan, dan kecenderungan tertentu. Nilai diartikan sebagai kemahiran memegang sejumlah komitmen yang mendalam, mendukung ketika sesuatu dianggap penting dengan tindakan yang tepat.

Permasalahan yang timbul adalah banyak pengajar di sekolah hanya mampu menjelaskan menggunakan bahasa verbal. Piaget berpendapat bahwa pembelajaran yang hanya diajarkan dalam bentuk bahasa verbal tidak akan menumbuhkan pengetahuan dan tidak akan dapat berdampak signifikan terhadap pengetahuan ilmu sosial yang dibutuhkan anak (Shaver, 1991). Penelitian lain mengatakan bahwa, jika dipandu oleh instruksi yang sistematis, anak-anak dapat belajar banyak hal lebih awal dan lebih teliti daripada yang mereka pelajari sendiri, dan dapat menggunakan skema situasional yang dibangun sebelumnya sebagai kerangka untuk memahami informasi tentang bagaimana orang lain waktu dan tempat menanggapi situasi paralel.

Pada saat pandemic Covid-19 para siswa disekolah kehilangan kemampuan penalarannya dalam proses pembelajaran. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, tujuan dari pendidikan IPS untuk menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan persoalan. Implementasi seharusnya jika kegiatan belajar mengajar dilakukan secara tatap muka melalui metode diskusi. Guru akan memberi contoh masalah atau persoalan sosial lalu muridnya diminta untuk memberi opini bagaimana caranya menyelesaikan persoalan tersebut. Pertanyaan yang diajukan juga harus sesuai dengan tahapan pembelajaran atau disesuaikan dengan kelas.

Namun Ketika pembelajaran menjadi tatap maya (daring), guru dan murid kehilangan kesempatan untuk melakukan diskusi penalaran berdasarkan masalah atau persoalan tersebut. Biasanya guru akan hanya memberi materi dan contoh cara penyelesaiannya, tidak melakukan diskusi terlebih dahulu.

Karakteristik pembelajaran IPS ini mengutamakan hal-hal, arti dan penghayatan terhadap lingkungan sosial yang fakta atau real untuk menelaah suatu masalah-masalah kehidupan bermasyarakat sesuai pengalaman permasalahan di kehidupan sehari-harinya baik berupa perbedaan pendapat, kebutuhan ekonomi, budaya, dan lain-lain. Selain itu, masalah pembelajaran IPS ini juga bersifat meluas atau komprehensif, sehingga dibutuhkan suatu pemikiran yang analitis, rasional, dan kritis.

Selain itu, karakteristik pembelajaran IPS merupakan teori bagaimana membina kecerdasan sosial yang mampu berpikir kritis, kreatif, inovatif, berwatak dan berkepribadian luhur, bersikap ilmiah dalam cara memandang, menganalisa serta menelaah kehidupan nyata yang dihadapinya. Oleh karena itu, para pendidik dituntut untuk mampu merangsang dan merencanakan pembelajaran IPS sedemikian rupa melalui pemahaman konsep dengan memperhatikan prinsip dan karakteristik IPS itu sendiri sehingga tujuan pembelajaran IPS dapat tercapai.

Dalam pembelajaran daring guru dan siswa sangat sulit untuk menelaah berbagai fenomena sosial yang terjadi di lingkungan sekitar. Penjelasan-penjelasan tersebut seharusnya diberikan secara tatap muka, agar siswa mudah mengerti untuk menganalisis suatu fenomena sosial yang terjadi.

Selanjutnya pola pembelajaran pendidikan IPS menekankan pada unsur pendidikan dan pembekalan pada peserta didik. Penekanan pembelajarannya bukan sebatas pada upaya mencekoki atau menjejali peserta didik dengan sejumlah konsep yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat lingkungannya, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sinilah sebenarnya penekanan misi dari pendidikan IPS. Oleh karena itu, rancangan pembelajaran guru hendaknya diarahkan dan difokuskan sesuai dengan kondisi dan perkembangan potensi siswa agar pembelajaran yang dilakukan benar-benar berguna dan bermanfaat bagi siswa (Kosasih, 1994; Hamid Hasan, 1996).

Biasanya dalam praktek pembelajaran IPS di sekolah Menengah Atas terdapat tugas membuat makalah penelitian yang sederhana dan melakukan penelitian secara langsung ke masyarakat. Hal-hal tersebut dapat melatih siswa bagaimana penerapan teori yang sudah diberikan lalu diterapkan dengan sebuah persoalan masalah sosial atau dari sebuah fenomena sosial yang ada di masyarakat. Selain itu, penelitian-penelitian bertujuan agar siswa lebih dekat dengan lingkungan sekitarnya, agar memiliki sifat yang peka terhadap persoalan yang terjadi di lingkungannya dan dikaji melalui perspektif ilmu sosial. Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Ketika adanya pandemic covid-19 praktek pembelajaran dengan basis metode penelitian tersebut tidak bisa dilakukan. Terbatasnya mobilitas manusia memengaruhi segala aspek pada kehidupan, terutama dalam pendidikan. Siswa yang seharusnya dapat praktek langsung ke lingkungan masyarakat menjadi tidak bisa melakukannya. Hal tersebut membuat siswa kehilangan kesempatan untuk belajar mengakaji, menganalisa, dan menemukan solusi dan permasalahan yang mereka teliti.

Hal-hal tersebut salah satu contoh dari pudarnya karakteristik pembelajaran IPS dimasa Pandemi. Selain belajar mengenai teori ilmu sosial, tentu kita harus mengkaji teori tersebut dengan metode penelitian sederhana terhadap lingkungan sekitar. Namun hal tersebut tidak dilakukan saat pandemic kemarin.

Evaluasi hasil proses belajar ilmu-ilmu sosial tidak hanya ditekankan pada hasil pikir, melainkan juga pada proses dan penerapannya. Dalam melihat proses berpikir perlu dilihat tata nalar atau pemahaman, alasan, kreativitas, maupun sikap yang tertuang dalam pernyataan siswa.

Menurut Kartini (1986:93) ciri yang paling menonjol pada anak seusia SMP (sekitar 13 tahun) adalah adanya rasa harga diri yang makin menguat. Ciri khas anak-anak ini, yaitu: paling suka bermulut besar, menyombongkan diri, bereaksi/berlagak, dan sesumbar memamerkan kekuatan sendiri. Lebih lanjut, Kartini mengungkapkan bahwa kontak sosial anak-anak pra-pubertas ini masih primitif dan longgar. Anak masih didominasi oleh keinginan untuk melebihi anak lain, dan dikuasai oleh ideal untuk berkuasa, sehingga kawan-kawannya sedikit atau banyak dianggap sebagai saingan atau rival. Oleh karena itu, ikatan sosial anak seusia ini masih dangkal dan lebih pribadi sifatnya.

Roberta Woolover dan Kathryn P. Scoot (1987) merumuskan ada lima perspektif dalam mengajarkan IPS . Kelima perspektif tersebut tidak berdiri masing-masing, bisa saja ada yang merupakan gabungan dari perspektif yang lain. Kelima perspektif tersebut ialah:

1. IPS diajarkan sebagai pewarisan nilai kewarganegaraan (citizenship transmission).

2. IPS diajarkan sebagai Pendidikan ilmu-ilmu sosial.

3. IPS diajarkan sebagai cara berpikir reflektif (reflective inquiry).

4. IPS diajarkan sebagai pengembangan pribadi siswa.

5. IPS diajarkan sebagai proses pengambilan keputusan dan tindakan yang rasional.

Ketrampilan yang perlu dikembangkan dalam pendidikan IPS mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Ketrampilan mendapatkan dan mengolah data

2. Ketrampilan menyampaikan gagasan, argumen, dan cerita

3. Ketrampilan menyusun pengetahuan baru

4. Ketrampilan berpartisipasi di dalam kelompok.

Dalam hubungannya dengan nilai dalam pendidikan IPS, seorang guru harus mendorong anak untuk aktif bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Guru perlu memotivasi anak untuk memiliki sikap yang baik. Sangatah penting bagi seorang guru mendorong anak untuk memiliki sikap yang baik, karena dengan menciptakan pengalaman-pengalaman di dalam kelas siswa diharapkan akan melakukan perbuatan yang baik dalam kegidupan sehari-harinya.

Kesimpulan

Tujuan utama IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.

Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pembelajaran IPS di sekolah memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat; 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial; 3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat; 4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat; 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat

Mata pelajaran IPS menjadi penting untuk dipelajari bagi generasi muda dan khususnya para pelajar di tingkat menengah baik pertama atau menengah atas untuk memahami kondisi dan situasi sosial masyarakat yang ada di sekitarnya. Pemahaman ini penting untuk bisa menunjukkan eksistensi dan pembauran kepada kehidupan social yang membawa kepada kemandirian dan kemampuan untuk bisa hidup bersama-sama secara equal dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.

Daftar Pustaka

Direktorat Tenaga Pendidik Dirjen PMPTK Depdiknas. 2008. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Puskur. Jakarta.

Rahma Intan Talitha, M.Pd , Tiara Cempakasari, S.Pd. 2016, “Penerapan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Konsep Menghargai Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia Pada Pembelajaran IPS Kelas V SDN Cijati ” Jurnal Vol.1 No.2

Umiatik, Tri. (2017). Penggunaan Metode Demonstrasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Bangun Ruang dan Kemampuan Membaca Pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial, Sains, dan Humaniora, vol. 3 (3), 559-565.

http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/suaraguru/article/download/4096/2554 diakses 2 Juni 2018.

Wuwuh Yunhandi 2020,“ Karakteristik Pengajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama” Jurnal Edusacia, Vol.5 No.2

Wahidmurni. (2017). Metodologi Pembelajaran IPS: Pengembangan Standar Proses Pembelajaran IPS di Sekolah/ Madrasah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Zuchdi, Prasetyo, Zuhdan, dkk. 2013. Model Pendidikan Karakter. Jl.Wonosari, Mantub. Yogyakarta.

Ikuti tulisan menarik Ayudya Chaerani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler