x

SUmber ilustrasi:freepik.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 4 Januari 2023 20:03 WIB

Libur Telah Berakhir

Harry membuka matanya perlahan dan membiarkan jam di samping tempat tidur perlahan menjadi fokus: 5:02 pagi. Astaga, hari Senin telah tiba, dan bukan sembarang hari Senin, ini adalah akhir liburan. Dia menarik bantalnya ke atas kepala. dia tidak sanggup menghadapinya. Kembali bekerja, kembali ke kesibukan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Iwan membuka matanya perlahan dan membiarkan jam di samping tempat tidur perlahan menjadi fokus: 5:02 pagi.

Astaga, hari Senin telah tiba, dan bukan sembarang hari Senin, ini adalah akhir liburan. Dia menarik bantalnya ke atas kepala. dia tidak sanggup menghadapinya. Kembali bekerja, kembali ke kesibukan.

Dia merasakan istrinya bangun dari tempat tidur di sampingnya, mendengar kucing itu mengikutinya keluar kamar dan menuruni tangga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak, tidak bisa melakukannya, dia tidak akan bangun hari ini. Harus menelepon sakit, atau apalah.

Hanya saja…tidak bisa… melakukannya.

Sungguh perjalanan yang luar biasa. Semua yang direncanakannya berjalan dengan lancar. Penerbangannya tepat waktu, resornya luar biasa, anak-anak menikmatinya dengan baik, dan bahkan istrinya menjadi sedikit lebih lincah dari biasanya pada malam-malam Labuan Bajo yang hangat itu. Seluruh keluarga telah memberinya tos sepanjang minggu. Dia adalah sumber kebahagiaan mereka, inspirasi mereka, pahlawan mereka.

Tentu saja itu hanya sampai mereka pulang kemarin dan semua orang harus menghadapi kenyataan Senin pagi yang akan datang. Tadi malam anak-anak sudah bertengkar lagi, istri mengeluh tentang cucian yang bertumpuk, dan dia telah minum terlalu banyak minuman soda dalam upaya menjaga suasana liburan.

Baiklah, terlalu banyak bir dan soda. Sakit kepala bagai hendak membunuhnya.

Kemudian dia mendengar langkah kaki kecil berlari ke dalam ruangan dan berputar ke sisi tempat tidurnya. Dia mengintip dari bawah bantal untuk melihat senyum Cinta, anak bungsunya yang berusia 5 tahun.

“Papa!”

“Pagi, Cindurmata...”

“Aku suka Lubang Bejo, Papa.”

“Papa juga, sayang.”

Cinta berseri-seri tersenyum untuk kedua kalinya.

“Kita ke sana besok, yuk, Papa?”

Iwan tersenyum dan mendorong bantal guling menjauh, duduk perlahan agar tidak terlalu cepat menggoyangkan kepalanya.

Mungkin memang ada alasan bagus untuk tetap melakukan pekerjaan yang dibencinya itu.

“Kalau besok Papa kerja, sayang. Bagaimana kalau lusa?”

 

Bandung, 2 Januari 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB