Percakapan Imajiner (27) - Fiksi - www.indonesiana.id
x

Pinterest

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Selasa, 3 Januari 2023 20:21 WIB

  • Fiksi
  • Topik Utama
  • Percakapan Imajiner (27)


    Dibaca : 742 kali

    Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

    Barangkali aku terlalu takut atas kehilangan

     

    Barangkali aku terlalu takut atas kehilangan. Bermimpi menggenggam cinta yang utuh, tapi tiba tiba tersadar bahwa pada akhirnya aku tak memiliki siapa-siapa. 

    Kelak saat senja menjadi penguasa, nada-nada yang kita mainkan melampaui kesedihan. Pucuk-pucuk cemara, sayap-sayap camar, lalu jatuh di bibir pantai; sebuah sajak lahir dari sepi untuk kubaca, berulang-ulang.  

    Tetapi senyum itu tak lagi kulihat, sebab pertemuan telah diselesaikan waktu, sebab mungkin hanya aku, bukan ia.

     

     

    *** 

     

     

    Temui aku di danau Linau pukul lima

     

    Ketika langkahmu sampai di depan dindingnya yang tersusun dari batu bata yang telah berlumut, duduklah di bangku kayu itu. 

    Beberapa lentera berjejer rapi siap menjadi terang setelah senja dilahap malam. Remang rembulan jatuh di bias wajahmu, sendu. 

    Beberapa kunang-kunang bermain di ranting cemara, sebagian yang lain hinggap di meja, mungkin hari telah dibahasakan sebagai saling berbincang. 

    Di bangku kayu itu, akan kuceritakan padamu tentang rasanya diinginkan atau tentang pertemuan kita yang pernah tertunda. 

    Dan ketika aku lupa, ingatkan tentang menunggu. Sekiranya waktu terlalu rancu oleh ragu lepaskan saja, biar desau angin membawanya ke tempat paling jauh. 

     

     

    ***

     

     

    Menuju senja di Banggai Laut

     

    Menuju senja di Banggai Laut, kuhela lega rasa yang hampir gagal setelah menjaring hari. Ariku menggigil dibelai angin. Mata terbuka, aku berada di surga. Tuhan, Kau lebih romantis dari puisi-puisi para pujangga. Entahlah, di pelukan-Mu aku asik, tak terusik. 

     

     

    ***

     

     

    Senja kali ini 

     

    Senja kali ini beberapa kali bunga-bunga memekarkan cinta, lalu layu, lalu kehilangan wangi dan mati. Sedang pelukan tetap di sana mengekalkan luka. Sesekali menyeka air mata yang tak berhenti mengalir. 

    Senja kali ini sepasang kaki meragu, jejak-jejaknya ingin dikenang. Atau paling tidak, tak cepat-cepat dilupakan. Pada sudut-sudut ruang yang kesepian, lilin merah beraroma mawar tak sanggup menawar. Kesedihan ini membuat hari begitu hambar. 

    Senja kali ini di kepalamu senyumku jatuh. Kecemasan demi kecemasan tak henti-hentinya menghantam rasa. 

    Senja kali ini yang tak begitu jingga, Januari berbisik kepadaku, "Senja kali ini menjelma puisi-puisi, Dien. Buka pintu dan lakukan sesuatu, sebelum luruh angka-angkaku." 

     

     

    *** 

     

     

     

    Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.



    Suka dengan apa yang Anda baca?

    Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.


    Oleh: Frank Jiib

    1 hari lalu

    Untuk Adikku

    Dibaca : 91 kali









    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali






    Oleh: Frank Jiib

    5 hari lalu

    Aisyahra

    Dibaca : 241 kali