x

Iklan

Wahyu Kurniawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Juli 2021

Rabu, 4 Januari 2023 20:18 WIB

Sebuah Risalah Penguat Jiwa

Penulis : Wahyu Kurniawan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tulisan ini saya mulai dengan sebuah do'a dan harapan, agar sekiranya Allah kuatkan hati ini untuk senantiasa tetap teguh dalam dakwah di tengah-tengah sepinya peminat yang mengambil jalan ini dan enggan mengambil bagian dari apa yang telah Allah jamin untuk mereka. Seperti yang telah Allah katakan di dalam QS. Muhammad Ayat 7 bahwasanya Allah SWT menjamin sesiapapun yang menolong agamanya maka ia pasti akan ditolong oleh Allah dan di teguhkan kedudukannya. Maka siapa lagi manusia paling beruntung di muka bumi selain mereka yang mendapatkan pertolongan secara langsung dari Sang Maha Khaliq.

Saya hendak berbagi sekelumit cerita untuk kemudian dijadikan sebagai sebuah pelajaran bagaimana perjalanan dakwah itu mempunyai pasang dan surut juga dihadapkan dengan berbagai problem yang kompleks berikut dengan cara menyelesaikannya.

Saya mulai mencintai jalan ini sesaat setelah Allah pertemukan dengan seorang guru yang hingga kini masih melekat didalam ingatan saya tentangnya. Ia mengajarkan banyak hal tentang kehidupan juga bagaimana cara kita agar dapat berdiri diatas kaki sendiri untuk membersamai dakwah di samping memang berjama'ah merupakan pilihan yang paling baik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Empat tahun membersamai beliau dari masjid satu ke masjid yang lain, mimbar satu ke mimbar yang lain dan majelis satu ke majelis yang lain merupakan sebuah perjalanan yang saya anggap sebagai bentuk pengabdian kepada seorang guru berikut juga sebagai bentuk dalam mengambil bagian dari apa yang disebut dengan pengabdian dan ngalap berkah dari orang alim.

Saya mendefinisikan beliau sebagai seseorang yang mewakafkan dirinya untuk agama dan kegiatan-kegiatan positif, tiada hal lain selain bergerak untuk menebarkan kebaikan juga kebermanfaatan bagi orang lain. Beliau adalah tauladan bagi saya pribadi dikala jiwa kehilangan arah, sudah tentu Rasulullah SAW adalah sebaik-baiknya uswah akan tetapi dari mana kita mengambil itu selain kepada orang-orang yang menjadi penghulu agama dan juga ahli waris dari apa yang telah Rasulullah SAW tinggalkan untuk ummatnya.

Saya memandang beliau dengan penuh hormat dan hasrat ingin seperti beliau tumbuh. Bagaimana caranya berceramah, berbicara dan cara beliau mencintai ilmu merupakan beberapa hal yang ingin sekali saya tiru. Beliau menjadikan rumahnya sebagai taman-taman pengetahuan, tidaklah ketika seseorang bertamu kerumah beliau selain mendapati seluruh dinding-dinding yang ada di setiap rumahnya buku-buku dengan berbagai macam genre, Kitab-kitab para ulama, Buku pergerakan, Novel, Sejarah, Pelajaran dan sebagainya.

Yang selanjutnya ingin saya tiru adalah ketika beliau menikah dan menghadiahkan mahar berupa beberapa kitab untuk istrinya. Saya lupa nama kitab nya dan menghindari salah informasi maka saya urungkan untuk menebak-nebak. Tapi yang pasti lagi-lagi sebab kecintaan nya kepada ilmu lah yang mengantarkan beliau untuk melakukan hal demikian, beliau sadar betul bahwasanya seorang istri merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya kelak. Sesuai dengan apa yang pernah di sampaikan oleh penyair ternama Hafiz Ibrahim beliay mengatakan "al Ummu Madrasatul ula, iza a'adadtaha al'dadta sya'ban thayyibal a'raq”, artinya: ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya, jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Sungguh merupakan keromantisan yang sangat didambakan oleh semua orang termasuk saya sebagai seorang murid beliau.

Singkat saja, Setelahnya qadarallah Allah pisahkan kami di tempat yang berbeda. Beliau melanjutkan pengabdiannya sebagai guru di wilayah lain yang cukup jauh dari tempat sebelumnya dan beliau menitipkan satu pesan di samping banyak pesan dan nasihat lain yang sebelumnya pernah juga beliau sampaikan. Beliau mengatakan "Selama ini wahyu menemani bapak dari masjid satu ke masjid yang lain. Sekarang bapak pindah bukan untuk berhenti tapi melanjutkan dari apa yang sudah sama-sama kita kerjakan disini, Setelah ini wahyu yang akan menggantikan bapak."

Apa yang beliau katakan melekat betul dalam ingatan dan yang saya sesalkan adalah tak sempat membersamai keberangkatan beliau untuk sekedar berpamitan. Hingga pada akhirnya apa yang beliau amanahkan untuk melanjutkan dakwah itu saya penuhi secara perlahan, Menjadi khatib jum'at, hari raya, mengisi kajian remaja masjid, Kajian maulid nabi dan sebagainya.

Tapi begitulah dakwah, pasang surut semangat dalam perjuangan adalah hal yang biasa. Sesekali merasa sendiri, sesekali merasa lemah, sesekali juga Allah hadapkan dengan orang-orang yang membenci jalan ini. Susahnya mengajak orang pada kebaikan, menghidupkan ilmu didalam hati orang-orang mukmin dan problem terberat adalah menghadapi diri sendiri terhadap ujian hati.

Tak sedikit pujian yang datang dan merobohkan tembok tawadhu', sesekali orientasi mulai berubah yang mulanya karena Allah menjadi orientasi yang materialistis. Menganggap rendah orang lain dengan merasa diri lebih baik, perkara ini adalah perkara manusiawi yang pasti akan di hadapi oleh semua orang. Yang paling penting untuk kita lakukan adalah bagaimana melakukan manajemen hati serta perbaikan diri untuk mengembalikan kesucian perjuangan itu sendiri.

Maka muhasabah merupakan salah satu cara yang harus dilakukan oleh semua orang termasuk ia yang tengah mengemban amanah ini. Agar ia mampu memandang dirinya sebagai hamba yang lembah dan berhenti menganggap dirinya lebih baik dari orang lain, ketahuilah tanpa kekuatan dari Allah kita tidak akan berada pada barisan ini.

Dakwah itu ibarat darah dalam tubuh manusia. Dia harus terus mengalir dan berjalan, tidak boleh berhenti, walau sesaat. Mengalirnya darah menjadi ciri kehidupan. Berhentinya aliran darah pertanda kematian. Begitupun dengan dakwah. Dia tidak boleh berhenti walau sebentar. Dengan dakwah manusia mengenal Rabb-nya. Dengan dakwah manusia mengetahui dan menjalankan syariat-Nya. Dengan dakwah manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, mana yang hak dan batil, mana yang terpuji dan tercela. Dengan dakwah manusia yang tersesat bisa kembali ke jalan Allah. Dengan dakwah, masyarakat yang jahiliah bisa berubah menjadi masyarakat Islam, yakni masyarakat yang menerapkan syariah Islam secara kâffah sehingga membawa kebaikan dan kemaslahatan di dunia dan beroleh pahala serta kebahagiaan hakiki di akhirat kelak.

Terakhir saya ingat betul apa yang pernah disampaikan oleh guru saya sebagai bentuk motivasi dan semangat yang beliau berikan khususnya sebagai orang yang telah memilih jalan dakwah ini. "Jalan ini jalan sunyi ananda mari kita ramaikan bersama, jalan ini jalan panjang ananda mari kita bergandengan tangan, jalan ini terjal ananda mari kita saling menopang, istiqomahlah disaat yang lain mencibir, tegarlah disaat yang lain lemah."

Semoga Allah SWT sesakkan dada ini dengan cinta yang bertambah-tambah dan Allah mudahkan dalam melakukan perkara-perkara yang ia ridhoi.

Ikuti tulisan menarik Wahyu Kurniawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler